Yogyakarta (Pos Sore)— Mantan Menko Kesra /Taskin Haryono Suyono menyatakan, pendidikan dan pengajaran dewasa ini memerlukan perjuangan yang fokus pada penyegaran budaya gotong-royong yang sekarang mengalami degradasi. Perjuangan itu memerlukan penyegaran melalui pendidikan dan pengajaran yang menyatu dengan rakyat, tidak dipisah-pisah.
Pernyataan itu dikemukakan Haryono yang juga Ketua Yayasan Damandiri saat menjadi pembicara pada Kongres Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan II Tahun 2014 yang diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi Negeri dan Perguruan Tinggi Swasta se- Daerah Istimewa Yogyakarta di Kampus UGM, pekan ini.
Kongres dihadiri Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuono X, Rektor UGM, Prof Dr Pratikno dan Guru Besar UI, Prof Dr Sri-Edu Suwasono.
Haryono juga mengingatkan, institusi pendidikan dari tingkat dasar, menengah dan atas sampai perguruan tinggi, bahkan Pendidikan Usia Dini (PAUD), harus didirikan di semua desa. Namun yang perlu diingat, pendidikan tingkat dasar sekarang ternyata diserahkan kepada pemerintah daerah. “Celakanya pemerintah daerah dari satu daerah kedaerah lain tidak sama sehingga penyerahan pendidikan dasar kepada pemerinah daerah membuat anak-anak lulusan pendidikan dasar bervariasi dengan penuh kesenjangan,” ujarnya.
Lulusan SD, SMP, SMA di daerah sangat berbeda dengan lulusan di Jakarta. Gedungnya berbeda, guru berbeda. Yang lebih memprihatinkan lagi, pada waktu sertifikasi guru daerah-daerah itu, kalau disertifikasi di Jakarta mereka tidak lulus semua. Lalu, “Kalau gurunya tidak lulus maka muridnya lebih tidak lulus lagi,” imbuh Haryono.
Haryono juga menyinggung pelaksanaan ujian negara atau ujian nasional. Mutu disesuaikan dengan ujian Negara. Tapi sebelum ujian, tentu harus belajar dulu. Nah, kalau belajarnya berbeda-beda dan ujian negaranya sama, maka nilainya pun disamakan saja supaya lulus seratus persen. ‘’Sebab kalau tidak seratus persen, bupatinya tidak akan memberikan subsidi kepada sekolah bersangkutan,’’ kata Haryono lagi.
Proses Sertifikasi Guru
Horyono mengungkapkan pengalamannya ketika diundang untuk memberikan ceramah di hadapan tak kurang dari 1000 guru dari 10 Kabupaten. Para guru ini sudah ada yang berpangkat 4A, ada yang sudah mengajar selama 20 tahun, bahkan ada yang hampir pensiun. Tapi para guru yang jumlahnya hampir 1000 itu tak lulus sertifikasi. Semenara di 10 kabupaten tersebut ada yang tidak melakukan persiapan apa-apa , namun tiba-tiba mereka lulus sertifikasi.
“Ada di kabupaten yang bersangkutan sertifikasi itu tidak tergantung kepada persiapan. Seperti terjadi di Pemilu yang luar biasa itu. Ada tokoh yang luar biasa perjuangannya di DPR tetapi tidak terpilih. Tapi ada yang tidak tau politik, mencalonkan diri, tiba-tiba terpilih karena ada NPWP (nomer piro wanipiro). Dikhawatirkan dalam sertifikasi guru ini juga terjadi NPWP,” kata Haryono bergurau.
“Dalam sertifikasi haruslah menjadi cara untuk meningkatkan mutu guru bukan untuk memecat guru. Kalau ada yang tidak lulus sertifikasi maka dinas pendidikan segera mengadakan kursus, mengadakan pelatihan agar guru itu lulus karena mereka sudah mengajar,” imbuhnya lagi.
Terkait pendidikan dasar, Haryono mengusulkan agar jangan lagi diserahkan ke daeraah tetapi tetap dipegang pusat sehingga proses pemerataan pendidikan dasar itu dapat dikerjakan dengan sepenuhnya dan digarap secara sentral dan dengan mutu sebaik-baiknya.
Dengan gaya seorang realis, Haryono mengungkapkan, Guru adalah sebagai komponen sentral dan sebagai model. Namun dewasa ini, guru kalah dengan HP. Kalau gurunya cerita macam-macam ,muridnya tinggal mengatakan: pak ceritanya sudah ada di HP.
‘’Lalu kalau muridnya itu SMA, akan berkata: Pak certanya sudah ada di Prof Gogle. Untuk itu guru yang mau menjadi model, terpaksa balapan dengan anak didiknya,’’ lanjut Haryono lagi.
Haryono mengingatkan, guru sebagai pendidik yang menyiapkan masa depan bangsa, haruslah membaca dan melihat referensi yang sekarang ini perkembangannya luar biasa. Dengan adanya perkembangan tehnologi yang luar biasa, hampir pasti guru-guru yang tempatnya terpencil akan sangat sengsara hidupnya karena tidak bisa mengikuti perkembangan dan bisa mendidik dengan bahan yang lebih akurat dan segar.
Salah satu penyelesaiannya, kata Haryono, saat ini pihaknya sedang mengerjakan dengan tidak kurang dari 200 perguruan tinggi di seluruh Indonesia, bahwa pendidikan itu akrab dengan masyarakat. Perguruan Tinggi dari Universitas Gajahmada dan perguruan tinggi lainnya. Bahkan salah satu walikotanya yaitu Walikota Malang, diajak menandatangani kerjasama dengan 32 perguruan tinggi yang ada disana.
Sejak itu Walikota Malang, H Mochamad Anton mengadakan kunjungan ke kampung-kampung. Tiap hari Sabtu dan Minggu . “Kalau soal blusukan itu bukan hanya walikota Solo atau Gubernur DKI melakukan, tapi Walikota Malang lebih dulu blusukan tidak saja tangannya sendiri, tidak hanya SKPD-nya, tetapi mereka dengan mahasiswa dan dosen yang kritis mengkritisi apa saja yang ada di kampung-kampung itu untuk segera diperbaiki walikota penggantinya,’’ demikian Haryono. (junaedi)