2.7 C
New York
03/12/2024
Aktual Kesehatan

“Pandemi, Pembelajaran dan Kebijakan”, Begini Catatan Prof Zubairi Djoerban

JAKARTA (Possore.id) — Buku berjudul “Pandemi, Pembelajaran dan Kebijakan” yang ditulis Prof. dr. Zubairi Djoerban, Sp.PD-KHOM, Rabu 12 Juli 2023, dibedah oleh sejumlah pakar. Buku ini adalah sebuah refleksi atas kasus pandemi Covid-19 yang melanda dunia, termasuk Indonesia.

Buku setebal 128 halaman itu dibedah oleh Prof.DR.Dr. Aru W Sudoyo, SpPD, KHOM, FINASIM — Hematologi dan Onkologi Medik (Kanker) – Spesialis Penyakit Dalam – Konsultan Hematologi dan Onkologi, DR.Dr. Erlina Burhan, M.Sc, SpP (K) — Pengurus Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Prof. DR.Dr. Evy Yuniastuti, SpPD, FINASIM, dan Prof. Irwanto, Ph.D

Dalam pengantarnya, Prof. Zubairi Djoerban menyampaikan pandemi Covid-19 — menelan korban jiwa sebanyak 161.000 orang dan lebih dari 6,73 juta masyarakat terinfeksi, sudah berakhir dan berubah menjadi endemi. Pelonggaran pembatasan kegiatan masyarakat pun mulai diterapkan.

Namun, ia mengingatkan, setiap negara perlu mengambil pelajaran atau refleksi dari setiap langkah penanganan yang pernah diambil dalam menangani penyakit ini. Tujuannya, agar bisa diterapkan untuk menghadapi ujian pandemi lain yang mungkin akan datang.

Semisal dengan memperkuat layanan kesehatan mengingat dalam upaya pengendalian pandemi Covid-19, terdapat beberapa komponen yang harus diperhatikan. Di antaranya koordinasi lintas sektor dengan masyarakat, penguatan layanan kesehatan, serta informasi dan komunikasi.

”Menjadi catatan, ketika kasus Covid-19 di Indonesia turun signifikan, kita bisa mengetahui bahwa semua upaya yang dilakukan bersama membuahkan hasil baik. Namun, perlu banyak melakukan perbaikan bisa untuk menghadapi ujian pandemi yang akan datang,” kata Zubairi.

Perbaikan yang dimaksud, di antaranya mengenai deteksi kasus di laboratorium yang masih membutuhkan waktu lama. Sumber daya manusia (SDM), termasuk laboran yang andal, juga ternyata masih kurang. Pun pemanfaatan teknologi informasi dan layanan kesehatan yang dinilainya masih kurang.

Sebagai pengingat, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu mencoba merefleksikan selama puncak Covid-19. Pada saat itu, kebutuhan tempat tidur di ruang rawat, ruang intensive care unit (ICU), bahkan instalasi gawat darurat (IGD) meningkat pesat dan sulit terpenuhi.

“Antrean panjang ambulans yang membawa pasien untuk masuk ruang IGD membuktikan pelayanan kesehatan di Indonesia belum siap dalam menghadapi pandemi,” kata Pendiri Yayasan Lupus Indonesia (YLI) ini kembali mengingatkan.

Masih teringat jelas bagaimana kepanikan yang terjadi karena kurangnya alat pelindung diri (APD), masker, dan antrean yang mengular di stasiun-stasiun pengisian oksigen untuk pasien yang masih bisa di rumah.

Melihat sejumlah kelemahan ini, maka menurutnya, sistem kesehatan nasional mesti diperkuat. Termasuk di dalam sistem ini yaitu kapasitas pemberian layanan kesehatan, institusi, dan populasi untuk mempersiapkan dan merespons krisis secara efektif.

Prof. Zubairi menekankan, perbaikan sistem layanan kesehatan menjadi keharusan. Tanpa layanan berkualitas, masyarakat akan enggan datang untuk mendapatkan pertolongan. Pada akhirnya kepercayaan terhadap sistem kesehatan biomedis akan tergerus.

Dengan kata lain, lanjutnya, pandemi mengajarkan kita mengenai pentingnya membangun sistem kesehatan yang tidak hanya canggih dan sesuai EBM (evidence based medicine/pengobatan berbasis bukti), tetapi juga yang tahan dalam menghadapi tekanan seperti yang dihadirkan Covid-19. Hal yang lebih penting lagi adalah sistem kesehatan harus adil untuk setiap orang.

Prof Zubairi menyadari tingkat keparahan Covid-19 pada setiap negara tidak sama dengan berbagai kendala dan hambatan yang juga berbeda. Karena itu, kerja sama dan solidaritas internasional mutlak diperlukan untuk menghadapi pandemi-pandemi yang hampir pasti akan datang di masa depan.

”Solidaritas dan kerja sama ini penting. Tidak hanya untuk menghadapi pandemi, tetapi juga perubahan iklim dan berbagai masalah yang mengancam hidup manusia,” tegas Prof. Zubairi yang akrab disapa Prof. Beri ini.

Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Moh Adib Khumaidi, saat memberikan kata sambutan, menyampaikan kolaborasi dan kesetaraan dalam pelayanan kesehatan dibutuhkan untuk meningkatkan derajat kesehatan sekaligus kesejahteraan masyarakat.

Kolaborasi ini perlu dilakukan pada seluruh aspek pelayanan, mulai dari preventif, promotif, kuratif, hingga rehabilitatif. Intervensi yang dilakukan pada semua aspek tersebut perlu dilakukan dengan porsi yang sama.

“Pandemi Covid-19 telah membuktikan penyakit bisa cepat ditangani apabila ada kolaborasi kuat dari lintas sektor,” kata Prof. Zubairi yang pernah dipercaya menjadi Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ini.

Dan, terbukti Indonesia mampu menanganinya karena seluruh pemangku kepentingan terlibat aktif dalam penanganan pandemi. Mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, organisasi profesi kesehatan, akademisi, peneliti, pelaku bisnis, tokoh masyarakat, media massa, hingga masyarakat umum.

Selain merenggut banyak jiwa dan mengungkapkan banyak kelemahan dalam sistem kesehatan di banyak negara, termasuk Indonesia, ternyata banyak dampak positif dari pandemi yang penting untuk perbaikan ke depan. Ya sebagaimana istilah silver lining: selalu ada kebaikan dari setiap peristiwa buruk yang menimpa manusia.

Prof. Erlina Burhan dalam tanggapannya menyampaikan meski pandemi Covid-19 sudah berlalu, tapi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) harus tetap diterapkan. Seperti sering cuci tangan dan pakai masker di ruangan tertutup jika ada banyak orang.

“Kita harus menjadikan PHBS ini sebagai gerakan, menjadi bagian hidup dan menyatu dengan aktivitas kita sehari-hari. Jangan hanya sekadar jargon,” ujarnya.

PHBS dijalankan dengan menghindari rokok, karena rokok membuat saluran pernapasan atas melemah dan mudah terserang penyakit. Kebiasaan lain yang sehat adalah istirahat yang cukup sekitar 6-8 jam sehari, konsumsi nutrisi yang seimbang antara karbohidrat, protein , mineral, dan vitamin, mengelola stres, dan rutin berolahraga.

“Penting juga agar tidak begadang serta selalu mengonsumsi sayur dan buah yang lebih banyak,” tegasnya.

Menurutnya, pasca-pandemi Covid-19, bisa jadi akan ada penyakit-penyakit lainnya yang muncul. Namun, dengan gaya hidup yang bersih dan sehat bisa menangkal penyakit-penyakit itu. Kalau PHBS sudah dilaksanakan, kemungkinan untuk tertular penyakit sangat rendah.

Ia juga meminta masyarakat untuk tetap siaga terhadap potensi ancaman pandemi berikutnya. “Kita telah melalui masa sulit pandemi Covid-19 secara bahu membahu. Kita juga bisa menghadapi dan mengendalikan tantangan kesehatan global yang nyata dan mungkin terjadi berikutnya,” tutur Prof. Erlina.

Leave a Comment