JAKARTA, PosSore — Tak banyak organisasi profesi yang berani menindak anggotanya sendiri ketika terlibat penyimpangan. Namun Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (DK PWI) Pusat membuktikan sebaliknya. Mereka menempuh langkah tegas terhadap kasus dugaan penyalahgunaan dana yang melibatkan mantan Sekretaris Jenderal PWI Pusat, Sayid Iskandarsyah.
Langkah berani ini tidak datang tanpa risiko. Sayid, yang telah diberhentikan dari jabatannya sebagai Sekjen PWI Pusat (periode 2023–2028), melawan balik dengan menggugat DK PWI dan para pengurusnya secara perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Nilai gugatannya pun fantastis: Rp101.871.200.000. Namun upaya hukum Sayid kandas. Gugatan itu tidak diterima (NO) dan telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) karena ia tidak mengajukan banding dalam tenggat 14 hari.
Putusan ini memperkuat legitimasi DK PWI dalam menegakkan integritas organisasi. “Putusan PN Jakarta Pusat atas perkara kita sudah berkekuatan hukum tetap. Dengan demikian, berakhirlah gugatan ini,” kata Prof. Dr. Todung Mulya Lubis, S.H., L.L.M., ketua Tim Advokat Kehormatan Wartawan, Senin (14/4)
KASUS CASHBACK
Kasus bermula dari penandatanganan cek Forum Humas sebesar Rp1,08 miliar yang turut ditandatangani Sayid. Dana ini kemudian dikembalikan ke rekening PWI setelah mulai diperiksa oleh DK PWI. Namun penyelidikan tetap berlanjut, dan membuka tabir yang oleh sejumlah anggota disebut sebagai praktik “cashback”.
Sebagai tindak lanjut, DK PWI menerbitkan Surat Keputusan (SK) No. 21/IV/DK/PWI-P/SK-SR/2024 tertanggal 16 April 2024, yang menjatuhkan sanksi organisatoris kepada Sayid. Dalam SK itu, Sayid bersama tiga nama lainnya—Hendry Ch Bangun, M Ihsan, dan Syarif Hidayatullah—dinyatakan wajib mengembalikan dana sebesar Rp1.771.200.000 ke kas organisasi.
Sayid menilai SK itu merugikan dirinya secara materil dan immateril, lalu menggugat seluruh jajaran DK PWI dan Bendahara Umum Marthen Selamet Susanto sebagai Tergugat II hingga X.
Namun majelis hakim PN Jakpus menilai, pengadilan tidak berwenang mengadili perkara ini karena menyangkut internal organisasi profesi. Dalam amar putusan perkara No. 395/Pdt.G/2024/PN Jkt.Pst yang dibacakan pada Selasa (18/3/2025), hakim menyatakan:
“1. Mengabulkan eksepsi Tergugat II s.d. Tergugat X; 2. Menyatakan Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara perdata gugatan ini.” Sayid juga dihukum membayar biaya perkara sebesar Rp1.888.000.
Kuasa hukum DK PWI, Fransiskus Xaverius, SH, menyambut putusan ini sebagai penguatan terhadap mekanisme organisasi. “Keputusan DK merupakan bagian dari upaya menegakkan kode etik dan peraturan internal. Ini bukti bahwa organisasi mampu menjaga marwah dan integritasnya,” ujarnya.
Langkah DK PWI ini menjadi preseden penting, bahwa organisasi wartawan tak boleh diam saat oknum pengurusnya menyimpang. Tim Advokat Kehormatan Wartawan menyatakan bahwa SK DK PWI merupakan bagian dari pengawasan internal sesuai Peraturan Dasar (PD), Peraturan Rumah Tangga (PRT), Kode Etik Jurnalistik (KEJ), dan Kode Perilaku Wartawan (KPW).
“Secara hukum, Badan Peradilan Umum tidak berwenang mengadili persoalan yang menjadi ranah organisasi,” bunyi eksepsi tim kuasa hukum DK PWI dalam persidangan. Putusan ini juga menjadi pelajaran penting bagi organisasi profesi lain: bahwa menegakkan etika dan integritas terkadang butuh keberanian melawan orang dalam. Dan DK PWI telah memberikan contoh nyali itu. (aryodewo)