-0.1 C
New York
02/12/2024
Aktual Gaya Hidup Kesehatan

Nutrifood Ajak Anak Muda Lawan Obesitas

JAKARTA (Pos Sore) — Angka prevalensi obesitas bagi anak muda Indonesia meningkat. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar, prevalensi obesitas untuk usia 18 tahun ke atas meningkat dari 14,8% di tahun 2013 menjadi 21,8% di tahun 2018.

Mengapa kelompok usia dewasa muda berpotensi mengalami obesitas? Penyebabnya, telah terjadi perubahan aktifitas fisik. Tidak hanya itu. Konsumsi makanan tinggi kalori dengan kandungan gula, garam, dan lemak yang tinggi juga meningkat.

Demikian disampaikan dr. Esti Widiastuti M.Sc, PH dari Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM), Kementerian Kesehatan, Senin, 7 Maret 2022.

Ia menjadi narasumber dalam webinar Festival komunitas #BeatObesity 2022 – Anak Muda Lawan Obesitas’. Diselenggarakan oleh Nutrifood bersama Kementerian Kesehatan dan Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan).

Webinar ini diadakan dalam rangka memperingati Hari Obesitas Sedunia yang diperingati setiap 4 Maret.

“Kebiasaan yang tidak sehat ini semakin diperparah dengan kondisi pandemi Covid-19 yang masih melanda Indonesia. Di masa pandemi, risiko obesitas semakin mengancam. Termasuk pada kelompok usia dewasa muda berusia 17-35 tahun,” tandasnya.

Kebiasaan masyarakat dalam mengonsumsi makanan yang tidak sehat sejak pandemi semakin meningkat. Masyarakat juga semakin malas bergerak sehingga berkurangnya aktivitas fisik. Kebiasaan-kebiasaan ini berpotensi meningkatkan risiko obesitas.

Padahal, obesitas dapat meningkatkan risiko komplikasi penyakit tidak menular seperti diabetes, penyakit jantung, dan hipertensi. Masyarakat yang mengalami obesitas justru memiliki risiko diabetes yang lebih tinggi 8 kali lipat. Nah, lho!

“Selain diabetes, obesitas juga berkaitan dengan peningkatan risiko hipertensi hingga 5 kali lipat dan risiko penyakit jantung hingga 2 kali lipat,” kata dr. dr. Elvieda.

Tentunya, hal tersebut perlu diwaspadai. Mengapa? Karena, prevalensi penyakit-penyakit kronis ini di Indonesia terus meningkat.

Kementerian Kesehatan mencatat sebanyak 10,8% untuk diabetes, 34,1% untuk hipertensi berdasarkan hasil pengukuran, dan 1,5% untuk penyakit jantung berdasarkan diagnosis dokter.

Persoalannya, obesitas, diabetes, penyakit jantung, dan hipertensi juga menjadi faktor komorbid Covid-19. Faktor yang dapat meningkatkan risiko tingkat keparahan dan kematian saat positif terpapar Covid-19.

Karena itu, ia menegaskan, penting untuk menjaga pola makan sehat dan perhatikan asupan gula sehari-hari. Tidak lupa untuk rutin beraktivitas fisik, lakukan deteksi dini. Semua langkah ini untuk investasi kesehatan jangka panjang dan berkualitas.

Dokter Spesialis Gizi Klinis, dr. Marya Haryono, MGizi, SpGK, FINEM, menjelaskan, obesitas adalah penumpukan lemak yang berlebih. Terjadi akibat ketidakseimbangan asupan energi (energy intake) dengan energi yang digunakan (energy expenditure) dalam waktu lama (WHO, 2000).

Ditambah lagi dengan tingginya frekuensi kegiatan online selama pandemi ini. Membuat anak muda memiliki kebiasaan ngemil atau mengonsumsi jenis makanan tinggi gula, garam, dan lemak.

“Ya sambil belajar, sambil bekerja, ditambah kurangnya aktivitas fisik selama mereka di rumah. Faktor-faktor ini yang dapat menyebabkan lemak semakin menumpuk dan berisiko obesitas,” jelas dr. Marya dalam kesempatan yang sama.

Menurutnya, obesitas dapat dicegah saat masih muda. Caranya dengan mengatur keseimbangan energi dalam tubuh. Bisa dimulai dari mengatur pola tidur/istirahat yang cukup, pola aktivitas fisik yang kontinu dengan intensitas rendah sampai sedang.

“Pola emosi makan juga perlu diatur karena kebiasaan makan dengan jumlah berlebih dan cenderung memilih jenis makanan tidak sehat yang tinggi gula, garam, dan lemak disebabkan oleh emosi,” katanya.

Selain itu, pola makan perlu diperhatikan sesuai jumlah, jenis, jadwal makan, dan pengolahan bahan makanan yang dianjurkan. Yaitu jumlah sayur sebesar 2 kali lipat jumlah sumber karbohidrat dan protein.

Baca label gizi kemasan pangan olahan
Tidak lupa juga memerhatikan label kemasan sebelum makan guna membatasi asupan gula, garam, lemak yang ada di makanan dan minuman. Ini penting dilakukan agar kita dapat lebih sadar akan jumlah gula, garam, dan lemak yang dikonsumsi setiap harinya.

“Anak muda perlu melakukan pengelolaan ini sedini mungkin agar dapat melawan obesitas,” ujarnya.

Untuk mengetahui asupan gula, garam, dan lemak dari pangan olahan kemasan, ia meminta masyarakat untuk lebih cermat dalam membaca label gizi kemasan pangan olahan yang dikonsumsi.

Ada 4 informasi nilai gizi dalam label kemasan yang harus selalu masyarakat perhatikan. Yaitu, jumlah sajian per kemasan, energi total per sajian, zat gizi (lemak, lemak jenuh, protein, karbohidrat (termasuk gula)) dan persentase AKG (Angka Kecukupan Gizi) per sajian.

Idealnya, kata Direktur Standardisasi Pangan Olahan Badan POM Anisyah, S.Si., Apt., MP., dalam sehari masyarakat dapat mengonsumsi gula tidak lebih dari 50 gram (setara 4 sendok makan), garam tidak lebih dari 5 gram (setara 1 sendok teh), dan lemak tidak lebih dari 67 gram (setara 5 sendok makan).

“Membaca dengan cermat label kemasan ini harus dijadikan kebiasaan. Dengan begitu, masyarakat akan lebih cerdas untuk memilah zat gizi apa yang harus dipenuhi dan yang harus dibatasi agar terhindar dari berbagai penyakit, salah satunya obesitas,” tuturnya yang juga berbicara dalam webinar tersebut.

Susana, S.T.P., M.Sc., PD.Eng., Head of Strategic Marketing Nutrifood, menyadari obesitas adalah isu serius yang dapat berdampak negatif bagi kesehatan. Termasuk meningkatkan risiko penyakit tidak menular seperti diabetes, penyakit jantung, dan hipertensi.

“Karena itu, perlu adanya kerja sama seluruh pihak dalam mengatasi isu ini. Selain bekerja sama dengan Kemenkes dan BPOM, juga melakukan berbagai program edukasi pentingnya gaya hidup sehat serta membatasi asupan gula, garam, dan lemak bagi mitra-mitra kami lainnnya seperti pemerintah, komunitas, media, sekolah, dan masyarakat umum,” katanya.

Pihaknya juga mengadakan program #BeatObesity khusus bagi karyawan dengan status overweight dan obesitas serta yang memiliki sindrom metabolik, untuk menjalani program hidup sehat dan penurunan berat badan.

Gaya hidup sehat investasi jangka panjangMarcellino Indrawan, The New L-Men of The Year 2021 sekaligus Health Influencer mengatakan, menjalankan gaya hidup sehat sejak usia muda adalah investasi jangka panjang yang sangat berharga.

“Manfaatnya bahkan saya rasakan secara langsung saat ini. Saya berhasil menurunkan berat badan dari 89 kg pada awal 2021 menjadi 75 kg saat ini dan disertai dengan peningkatan massa otot,” tuturnya.

Ia juga menjaga asupan nutrisi seimbang, membatasi asupan gula, garam, dan lemak, aktif berolahraga, dan beristirahat cukup. Dalam prosesnya, ia merasakan manfaat gaya hidup yang sia terapkan.

“Mulai dari fisik terasa lebih fit, performa lebih optimal dan produktif dalam beraktivitas, dan hidup pun jadi lebih berkualitas.”

Marcellino menambahkan, pengetahuan yang tepat dan disiplin diri adalah kunci untuk membangun konsistensi gaya hidup sehat dan melawan risiko obesitas sejak muda.

Ia pun mendalami ilmu nutrisi dengan mengambil sertifikasi sport nutritionist yang diadakan International Fitness Association. Ia juga menjadi Certified Crossfit Trainer dan secara rutin melatih kelas crossfit.

“Semuanya untuk menularkan semangat gaya hidup sehat ke keluarga dan teman-teman serta membagikan tips hidup sehat kepada para follower saya di media sosial,” ujarnya.

Beberapa tahun lalu, ia mendirikan komunitas Bhumi Satoe. Komunitas olahraga anak muda yang berlokasi di Yogyakarta, sebagai satu support system untuk membangun gaya hidup sehat.

“Sesuai dengan gerakan Fitness Inclusivity yang saya bangun, saya percaya hidup sehat adalah tanggung jawab setiap orang, dan apapun profesi dan latar belakangnya, setiap orang mampu menjalani pengalaman hidup sehatnya masing-masing untuk menjadi versi terbaik diri mereka.”

Leave a Comment