-0.1 C
New York
02/12/2024
Aktual Opini

Naturalisasi Dokter dan Ideologi Ayam Sayur

 Ideologi Ayam Sayur

Ideologi ayam sayur adalah istilah yang penulis buat sendiri sebagai judul tanggapan pada diskusi di KHC. Idenya sederhana, hanya membayangkan bagaimana peternak dalam memelihara dan merawat ayam sayur.

Bayangan penulis, memelihara ayam sayur tidak sekompleks merawat dan menyehatkan manusia warga negara Indonesia yang jumlahnya ratusan juta jiwa. Ayam sayur tidak memiliki HAM kesehatan dan kebebasan untuk menyampaikan pikiran dan kehendak secara merdeka.

Ia memang membutuhkan pakan bergizi (makanan), kandang (rumah untuk berteduh), vitamin biar tambah gemuk, vaksin agar tidak tertular penyakit. Mungkin juga perlu ventilasi dan pencahayaan. Namun, semua itu tidak menjadi urusannya sebagai ayam sayur. Semua kebutuhannya akan dipenuhi oleh makhluk lain yang bernama bangsa manusia. Bahkan bila butuh dokter, ayam sayur tak perlu repot-repot, sebab bangsa manusia akan mendatangkan dokter hewan untuk merawatnya.

Karena itu, tidak ada ayam sayur yang berkeinginan menjadi pintar. Tidak pula berkeinginan sekolah tinggi-tinggi di universitas dengan biaya UKT yang mahal. Tidak pula berkeinginan menjadi dokter untuk merawat dan mengobati diri dan sebangsanya bila ada yang sakit. Semua akan dipenuhi dengan cara naturalisasi. Menandakan bahwa ayam sayur adalah bangsa yang tidak berdaya.

Bangsa Indonesia berbeda dengan bangsa ayam sayur. Karena itu, tidak perlu meniru ideologi ayam sayur. Bangsa Indonesia mempunyai martabat dan budayanya sendiri. Karenanya, harus berdaya mendidik rakyatnya untuk menjadi dokter.

Dengan mendidik rakyatnya menjadi dokter akan memperoleh dua kehormatan. Kehormatan berupa martabat sebagai manusia dan kehormatan berupa harkat sebagai dokter. Tentu ini merupakan keuntungan yang luar biasa besarnya bagi bangsa Indonesia, dibanding sekadar menaturalisasi dokter asing.

Dalam menyediakan dan mendidik dokter untuk merawat rakyat Indonesia seharusnya pun ditempu melalui cara yang beradab. Setidaknya disandarkan pada lima pertimbangan, yaitu: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Soal mendatangkan dokter asing sebetulnya bukan juga hal baru bagi dunia kedokteran di Indonesia. Sebab sejak lama kedokteran Indonesia sudah mengenal adanya “alih ilmu pengetahuan dan teknologi” (iptek), dengan mendatangkan dokter ahli yang belum ada di Indonesia. Mendatangkannya sesuai kebutuhan dan atas permintaan kementerian kesehatan, institusi pendidikan, dan organisasi profesi.

Tempat penyelenggaraan alih iptek berlangsung di rumah sakit pendidikan. Setelah alih iptek selesai maka dokter Indonesia pun dikatakan sudah mumpuni. Alih iptek berikutnya akan dilakukan oleh dokter-dokter yang sebelumnya telah menerima alih iptek dari dokter asing. Terjadi semacam proses estapet.

Karena itu, tugas dokter asing tersebut dianggap selesai dan disilakan kembali ke negara asalnya. Semua alih iptek ini dilakukan dengan pemikiran matang dan diputuskan melalui permusyaratan/perwakilan yang dipimpin oleh hikmat kejaksanaan. Kebijakan semacam ini pun lumrah dilakukan di banyak negara.

Kini dengan globalisasi, hampir semua negara sulit menghindari adanya migrasi manusia untuk bekerja, termasuk berkerja sebagai dokter. Bila dokter Indonesia dapat bermigrasi untuk bekerja ke negara lain dengan seleksi super ketat, tentu dokter asing pun boleh bermigrasi dan bekerja di Indonesia dengan seleksi super ketat pula. Dan bila dokter berbangsa Indonesia yang akan berkerja di negaranya saja diperlakukan seleksi super ketat maka tentu dokter asing pun harus sama. Berlaku prinsip setara dan adil.

Mengapa demikian? Sebab semua negara menganggap bahwa menyehatkan warga negaranya adalah nomor satu, tidak boleh ditawar-tawar. Dan juga semua negara, sekalipun menyatakan diri terbuka, namun tetap melindungi warga negaranya, termasuk memproteksi profesi dokternya sendiri.

Artinya, seandainya Indonesia sudah punya cukup dokter untuk suatu keahlian (kompetensi), lalu ada dokter asing yang mau masuk dengan kompetensi yang sama (rata-rata) dengan dokter Indonesia maka seharusnya pihak yang punya otoritas berani menyatakan sikap, bahwa negara kami sudah cukup dokter dengan keahlian tersebut.

Lain hal bila dokter asing yang akan masuk memiliki kompetensi di atas rata-rata dokter Indonesia, tentu dapat dipertimbang. Atau karena Indonesia masih kurang atau bahkan belum punya dokter dengan keahlian yang memiliki oleh asing yang mau masuk, sementara keahliannya sangat dibutuhkan. Semua dengan seleksi dan regulasi yang super ketat.

Mengapa perlu super ketat? Sebab bangsa Indonesia perlu memastikan bahwa orang yang mau masuk berkerja sebagai dokter adalah benar seorang dokter serta untuk memastikan bahwa benar memiliki keahlian (kompeteni) sebagaimana yang dicantumkannya.

Perlu pula memastikan bahwa dokter warga negara Indonesia tidak akan kehilangan kesempatan untuk kerja di negaranya sendiri. Dan, yang tak kalah pentinya, karena para dokter tersebut akan merawat kesehatan warga negara Indonesia yang berideologi Pancasila. Bukan melayani warga yang berideologi ayam sayur.

Leave a Comment