-0.1 C
New York
02/12/2024
Aktual Khazanah

Muraqabah, Senantiasa Merasa dalam Pengawasan Allah

JAKARTA (Pos Sore) — Apa itu muraqabah? Muraqabah adalah sifat seseorang yang merasa selalu dilihat dan diawasi oleh Allah SWT.

Ini adalah satu sifat yang harus dimiliki oleh seorang muslim. Dengan adanya sifat ini, orang akan takut untuk melakukan keburukan karena akan selalu merasa diawasi dan dilihat oleh Allah SWT.

Tanpa adanya sikap seperti ini, akan membawa seseorang pada jurang kemaksiatan kepada Allah meskipun ilmu dan kedudukan yang dimilikinya tinggi.

Dan Dia bersama kamu di mana pun kamu berada dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat” (QS. Al-Hadid:4)

Demikian pembahasan muraqabah yang menjadi tema Kajian Islam Ahad Subuh (KISAH) Masjid Al Ihsan Permata Depok, Minggu, 13 Maret 2022. Kajian disampaikan oleh Ustadz Rizka Maulan Lc, MA.

Sayangnya, banyak manusia yang justru lebih takut dilihat orang, daripada dilihat Allah. Banyak orang yang takut berbuat kesalahan agar tidak kena marah orang lain, tetapi mengabaikan takut oleh marah Allah.

Seorang muslim hendaklah selalu merasa dalam pengawasan Allah yang Maha Mengetahui. Mengawasi atas amalan setiap hamba.

Tidak ada yang bisa luput sedikit pun dari pandangan Allah. Apa saja yang ada di langit dan bumi, meski barang sebesar zarrah (biji sawi) sekalipun.

Allah berfirman dalam surat Saba’ ayat 3, “Dan orang-orang yang kafir berkata: ‘Hari berbangkit itu tidak akan datang kepada kami.’

Katakanlah: ‘Pasti datang, demi Rabbku Yang Mengetahui yang ghaib, sesungguhnya kiamat itu pasti akan datang kepadamu.

Tidak ada tersembunyi daripadaNya sebesar zarrah pun yang ada di langit dan yang ada di bumi dan tidak ada (pula) yang lebih kecil dari itu dan yang lebih besar, melainkan tersebut dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)’.”

Allah Maha Mengawasi semua perbuatan kita. Kapan saja dan di mana saja kita melakukannya. Di tempat tersembunyi, maupun di tempat umum yang terbuka.

Sebagaimana kisah Nabi Yusuf yang diabadikan di dalam Alquran. Yang memberikan teladan tentang orang-orang yang telah diberi anugerah sifat muraqabatullah sehingga mampu menjaga mereka dari jeratan perbuatan haram.

Inilah Nabi Yusuf ‘alaihi salam yang diajak berzina oleh tuan putrinya sendiri. Pintu ruangan telah tertutup rapat, tempat telah tersedia, tiada satu pun manusia yang melihat.

Namun, jiwanya yang selalu hidup bersama Allah selalu sadar kalau ada yang senantiasa mengawasinya, Dialah Allah subhanahu wata’ala.

Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: ‘Marilah ke sini.’ Yusuf berkata: ‘Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik.’ Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung.” (QS. Yusuf: 23)

Dikatakan, muraqabah dapat membentuk mental dan kepribadian seseorang sehingga ia menjadi manusia yang jujur.

Lantas, bagaimana menumbuhkan sifat muraqabah?

Pertama, menguatkan keimanan. Dengan membangun keyakinan yang sempurna bahwa sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala yang dirahasiakan dan segala yang nyata.

Semakin kuat keimanan kita, semakin kuat juga jiwa kita bahwa Allah senantiasa mengawasi kita.

Kita akan benar-benar merasa malu dilihat oleh Allah subhanahu wata’ala jika kita melanggar larangan-Nya atau meninggalkan perintah-Nya.

Bukan perasaan yang biasa-biasa saja, tidak takut dosa, tidak takut azab, jika melakukan perbuatan maksiat, keji dan mungkar.

Dengan keyakinan seperti itu, maka jiwa kita merasa terliputi dalam pengawasan Allah. Akan merasa betah berdzikir kepadaNya. Akan senang melaksanakan ketaatan, dan tidak akan berpaling dari selainNya.

Janganlah sekali-kali kita mengira Allah dapat saja lengah sesaat dan janganlah pula kita sekali-kali mengira apa yang kita sembunyikan itu tersembunyi pula bagi Allah.

Tanpa adanya keimanan, muraqabah tidak akan pernah muncul.

Kedua, mengetahui batasan haram dan halal. Batas halal dan haram sudah seharusnya menjadi pengetahuan yang wajib atas setiap muslim. Atau batas antara yang hak dan yang batil.

Sebab, halal haram berkaitan langsung dengan perintah dan larangan dari Allah swt. Menjalankan perintah dan menjauhi larangan adalah bukti keimanan kita.

Menjadi indikator utama ketakwaan seorang hamba. Apakah amal yang dilakukan akan mendapatkan ridha Allah atau sebaliknya malah berbuah murka.

Tanpa batasan ini, ibarat kendaraan yang melaju pada malam hari tanpa penerangan. Rambu-rambu menjadi tidak berguna, dan segala larangan diterjang.

Ketiga, sering ziarah kubur. Muraqabah juga dapat tumbuh dari adanya ziarah qubur. Dengan ziarah kubur kita akan semakin menyadari bahwa kita semua pasti akan mati dan memasuki kuburan.

Tanpa teman, tanpa saudara, tanpa keluarga. Hanya seorang diri di rumah masa depan yang luasnya hanya 1 x 2 meter.

Hanya amal kitalah yang akan menemani diri kita. Dan apakah kita telah siap untuk menghadapNya?

Keempat, memperbanyak amalan-amalan sunnah seperti dzikrullah, shalat sunnah, tilawah Alquran dan lain sebagainya. Amalan-amalan seperti ini akan menumbuhkan rasa ketenangan dalam hati.Dan rasa ketenangan ini menjadi bekal pokok untuk menumbuhkan muraqabah.

Kelima, membaca kisah-kisah orang shaleh atau banyak bergaul dengan orang shaleh. Merenungi kehidupan salaf shaleh (orang-orang saleh di masa dahulu) dalam muraqabah, rasa takut mereka terhadap azab Allah yang sangat luar biasa, dan lain sebagainya.

Untuk kemudian dibandingkan dengan diri kita sendiri. Apakah kita sudah dapat seperti mereka, ataukah masih jauh?

Bersahabat dengan orang-orang shaleh yang memilki rasa takut kepada Allah. Dengan persahabatan ini insya Allah akan menimbulkan pengaruh positif pada diri kita untuk turut memiliki rasa takut kepada Allah sebagaimana sahabat kita.

Demikianlah.

Allah pasti akan melihat, mendengar dan mengetahui segala gerak gerik kita, meskipun kita sendiri mungkin tidak menyadari hal tersebut.

Waktu terus berjalan, sementara kita masih bergelimang dengan kemaksiatan. Akankah kita membiarkan diri kita terjerumus dalam neraka, dengan kemaksiatan yang kita lakukan?

Ataukah kita akan memperbaiki diri dengan bermuraqabah kepada Allah agar kita jauh dari kemaksiatan dan dekat pada ketaatan hingga kita dapat menggapai ridhaNya?

Jawaban pertanyaan ini, ada dalam diri kita masing-masing.

Wallahu’alam bisshowab

Leave a Comment