Penampakan RS Medistra Jakarta.//Foto: Facebook
JAKARTA. Possore.id – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis, meminta pihak berwajib mengusut kasus dugaan pelarangan jilbab di Rumah Sakit Medistra Jakarta Selatan.
“Kita berharap dan meminta pihak berwajib, hal ini diusut. Harus ditegaskan tidak boleh ada diskriminasi,” kata Kiai Cholil Senin (2/9/2024).
Kasus pelarangan jilbab ini viral di media sosial dengan munculnya kasus pengunduran diri Dr.dr Diani Kartika, seoran spesialis yang bekerja di RS Medistra, Jakarta.
DR Diani mengirim surat kepada manajemen RS Medistra mempertanyakan adanya kebijakan larangan berjilbab di rumah sakit milik swasta tersebut. Karena tidak puas, yang bersangkutan kemudian mengundurkan diri, dan kasusnya menjadi viral dan memaning reaksi dari berbagai instansi.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi DK Jakarta sudah mengeluarkan pernyataan sikap yang menyatakan keberatan atas peraturan larangan jilbab di RS Medistra tersebut.
Terkait masalah ini, Kiai Cholil Nafis menjelaskan, Indonesia adalah negara yang demokratis dan sudah merdeka. Dalam konstitusinya, memberikan kebebasan kepada warga negara untuk menjalankan agamanya masing-masing.
Kiai Cholil menerangkan, dalam Pancasila, sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, apabila ada yang melarang untuk menjalankan ajaran agamanya merupakan pelanggaran terhadap konstitusi.
“Melanggar pola pikir kita dalam berbangsa dan bernegara. Kita sepakat, kita hidup bersama dan berdampingan, memberikan toleransi terhadap umat beragama,” ungkapnya sebagaimana dikutip dari MUIDigital.
Kiai Cholil juga menduga ada lembaga atau institusi lain yang melakukan diskriminasi untuk menjalankan ajaran agamanya. Apabila ditemukan, Kiai Cholil menegaskan, tindakan tersebut harus dituntut secara hukum.
“Saya sedang tidak berdebat apakah jilbab itu wajib atau tidak. Saya tidak berdebat keyakinan untuk berjilbab atau tidak, tapi kami MUI mengatakan wajib berhijab bagi Muslimah,” tuturnya.
Kiai Cholil menekankan, umat Islam dijamin kleh konstitusi dan undang-undang untuk menjalankan ajaran agamanya.
“Itulah yang kami tuntut. Kesetaraan dan kedaulatan di antara kita. Apalagi kita secara jumlah umat Muslim terbesar di Indonesia. Maka aneh kalau ada institusi yang melarang untuk menjalankan ajaran dan keyakinan agamanya,” tegasnya.
Kiai Cholil berharap, kejadian di Rumah Sakit Medistra tersebut menjadi sebuah pelajaran untuk tidak ada diskriminasi.
“Ayo sama-sama kita bangun kesepakatan berbangsa dan bernegara. Bebas memilih agama, disaat bersamaan, kita dijamin negara untuk menjalankan keyakinan dan ajaran agama kita masing-masing,” tutupnya.
Sementara itu, Direktur Rumah Sakit Medistra Dr Agung Budisatria menyampaikan permohonan maaf atas beredarnya kabar (pelarangan jilbab) tersebut.
“Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan akibat isu diskriminasi yang dialami oleh salah seorang kandidat tenaga kesehatan dalam proses rekrutmen,” kata Agung dalam keterangannya.
Agung menambahkan, hal tersebut kini tengah dalam penanganan manajemen Rumah Sakit Medistra.
“Rumah Sakit Medistra inklusif dan terbuka bagi siapa saja yang mau bekerja sama untuk menghadirkan layanan kesehatan terbaik bagi masyarakat,” ungkapnya dikutip MUIDigital
Lebih lanjut, Agung menyampaikan, ke depan pihaknya akan terus melakukan proses kontrol ketat terhadap proses rekrutmen ataupun komunikasi.
“Sehingga pesan yang kami sampaikan dapat dipahami dengan baik oleh semua pihak,” ujarnya.(***)