-2.3 C
New York
13/12/2024
Aktual

MPR Usulkan Lembaga Negara Bahas Putusan MK

JAKARTA(Pos Sore)— Wakil Ketua MPR RI Ahmad Farhan Hamid akan mengusulkan kepada pimpinan lembaga negara yang terdiri dari Presiden, MPR RI, DPR RI, DPD RI, Mahkamah Konstitusi (MK) RI, Komisi Yudisial (KY) RI, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, dan Mahkamah Agung (MA) RI, untuk berkumpul membahas putusan MK terkait pembatalan istilah, frase dalam 4 pilar bangsa, yang sudah disosialisasikan selama lima tahun terakhir ini.

“Saya akan usulkan agar semua lembaga negara berkumpul dan konsultasi membahas putusan MK menyangkut pembatalan istilah 4 pilar bangsa itu. Sebab, kalau tidak khawatir akan terjadi kesalahpahaman dalam pelaksanaan atau sosialisasi 4 pilar itu ke depan,” tandas Farhan Hamid dalam diskusi ‘4 Pilar Pasca Putusan MK’ di Gedung MPR/DPR RI Jakarta, Senin (14/4/2014) bersama budayawan Radhar Pancadahana dan Ketua PBNU yang juga  mantan anggota DPR RI FPG Slamet Effendy Yusuf.

Menurut Farhan Hamid, awalnya istilah 4 pilar disepakati oleh fraksi-fraksi di MPR RI, dan kemudian diamanahkan ke MPR RI dan Ketua MPR RI alm. Taufik Kiemas langsung memutuskan menggunakan istilah 4 pilar tersebut untuk sosialisasi Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. “Jadi, bagi MPR RI berkewajiban untuk menyosialisasikan prinsip-prinsip dasar berbangsa dan bernegara itu,” ujarnya.

Farhan  menilai, dalam kondisi bangsa seperti sekarang ini di mana cita-cita bangsa ini belum tercapai khususnya kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat, maka merupakan jihad, perjuangan yang sungguh-sungguh bagi semua pihak untuk terus mempelajari, memahami, mendalami, dan mengamalkan prinsip-prinsip mendasar dalam berbangsa dan bernegara itu.“Tapi, MPR RI wajib mentaati putusan MK tersebut karena bersifat final dan mengikat. Kalaupun istilah itu harus diganti, mungkin dengan sosialisasi UUD NRI 1945, atau sosialisasi konstitusi. Karena itu, perlu kesepahaman bersama, agar dalam pelaksanaannya tidak salah. Kita kan tidak mau berhadapan dengan KPK,” pungkasnya. 

Sementara itu  Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H. Slamet Effendy Yusuf mengusulkan istilah itu diubah menjadi ‘Sosialisasi hasil amanemen UUD NRI 1945’ atau dengan ‘Bukan 4 pilar’ dan sebagainya.“Saya sendiri merasa lega dengan putusan MK itu, karena frase-istilah itu tidak konstitusional, tak ada dalam UUD NRI 1945. Saya menolak istilah itu, karena saya ingat Orde Lama dan Orde Baru, di mana istilah yang datang dari atasan langsung diterima dan disosialisasikan ke masyarakat. Seperti halnya manifesto politik dan lain-lain yang kadang kita tidak mengerti maksudnya,” tandas Slamet.

Budayawan Radhar Panca Dahana  heran, kenapa MK mengurusi istilah 4 pilar bangsa yang diputus bertentangan dengan konstitusi itu. Bukankah istilah, frase menjadi kewajiban pusat bahasa untuk meluruskan atau menafsirkannya?  Bangsa ini memang mempunyai persoalan terminologi bahasa, dan sebanyak 50 persen intelektual Indonesia sama, dan bahkan tidak memahami istilah-istilah itu.

“Lebih heran lagi, putusan MPR RI yang terdiri dari 560 orang itu dibatalkan hanya oleh 9 orang anggota MK. Itu berarti terjadi perang opini antara MK dan MPR RI. Harusnya itu tak perlu ada, karena pengejawantahan kedaulatan rakyat adalah MPR/DPR/DPD RI. Sekaligus sebagai penafsir dan pelaksana konstitusi,” tandas Radhar (andoes) 

Leave a Comment