16.8 C
New York
16/05/2025
Aktual

MK Mungkin Tolak Tuntutan Prabowo

JAKARTA (Pos Sore)— Kondisi politik dalam negeri untuk lima tahun ke depan, pasca pemerintahan Presiden SBY, nampaknya akan penuh dengan gonjang-ganjing.   Stabilitas politik yang diharapkan terjadi untuk menopang pertumbuhan ekonomi ke depan, nampaknya tak akan lepas  dari pertarungan dua kelompok yang bertikai pasca Pilpres 2014.

Pertarungan dua kubu, antara kubu presiden terpilih di satu pihak dengan kubu yang kalah, akan terus berlangsung. Pekan ini, pertarungan dimulai dengan dibukanya sidang pertama perkara Pilpres yang diajukan pasangan Prabowo – Hatta oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Sementara di sisi lain, sebagai antisipasi terhadap kemungkinan MK akan tetap memenangkan pasangan Joko Widodo- Jusuf Kalla (Jokowi-JK),  kubu Prabowo terus bergerilya mendesak DPR membentuk Pansus.

Menjegal melalui MK, menggoyang melalui parlemen. Kalimat yang sering  dilontarkan para pendukung Jokowi-JK  dan dituduhkan ke alamat kubu Prabowo, nampaknya akan menjadi kenyataan. Rabu petang pekan ini, usai beraksi di depan gedung MK yang sedang menggelar sidang pertama sengketa Pilpres, ratusan bahkan mungkin seribuan lebih relawan Prabowo-Hatta terdiri dari simpatisan, pendukung dan juga kader partai pengusung Koalisi Merah Putih (Gerindra, Golkar, PAN, PPP, PKS,  Partai  Demokrat dan PBB) melakukan long march dari Gedung Mahkamah Konstitusi ke Gedung DPR RI.

Sesampai di gedung wakil rakyat itu, ribuan relawan termasuk mantan anggota Komisi I DPR RI, Ali Muchtar Ngabalin  disambut Ketua Komisi II DPR RI, Agun Gunandjar Sudarsa.  Usai menerima para relawan itu, Agun yang adalah politisi Golkar itu pun dengan enteng mengatakan,  pihaknya segera membentuk Panitia Khusus Pemilihan Presiden Pilpres (Pansus Pilpres)Jilid II. Dengan alasan pelaksanaan Pilpres 2014 banyak kecurangan dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak melaksanakan tugasnya dengan baik.

Mandat Karena Hasil Kecurangan

Sesuai yang dijanjikan dan sesuai ketentuan perundangan, Mahkamah Konstitusi, Rabu pekan ini memang mulai menyidangkan perkara sengketa Pilpres. Di dalam gedung MK,  Prabowo Subianto – Hatta Rajasa selaku penggugat didampingi para kuasa hukum dan para petinggi partai pendukung pasangan itu, berkesempatan membeberkan berbagai kasus pelanggaran dan kecurangan yang terjadi pada Pilpres baru lalu.

TSM alias terstruktur, sistematis dan massif, itulah acuan yang digunakan kubu Prabowo. Gugatan tim Prabowo yang dibacakan pengacara Maqdir Ismail menunjuk satu per satu kecurangan yang terjadi di banyak provinsi.
Dalam berkas permohonan setebal 146 halaman yang diajukan ke MK, pasangan Prabowo-Hatta menuding  ada kecurangan yang bersifat masif, terstruktur dan sistematis oleh Komisi Pemilihan Umum  yang menguntungkan  pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Karena itu, Prabowo-Hatta menyatakan keberatan terhadap Berita Acara Rekapitulasi hasil penghitungan suara dalam Pemilu Presiden 2014 tertanggal 22 Juli 204 jo. Surat Keputusan KPU Nomor 535/Kpts/KPU/TAHUN 2014 yang menetapkan pasangan Prabowo-Hatta mendapatkan 62.576.444 atau 46,85 persen dan Jokowi-JK mendapatkan 70.997.833 atau 53,15 persen.

Tim Prabowo menyampaikan data yang mereka hitung dan yakini, di mana Prabowo – Hatta Rajasa keluar sebagai pemenang dengan perolehan suara lebih dari 50,25  persen.

Sidang itu sendiri ikut dihadiri sejumlah tokoh penting, seperti Amien Rais (Ketua Majelis Pertimbangan PAN), Fadel Muhammad dan Akbar Tandjung (Golkar), Anis Matta (Presiden PKS)  dan sejumlah petinggi partai lainnya, dengan tim kuasa hukum pimpinan Mahendradatta.
Sementara di seberang, berhadap-hadapan, advokat kondang Adnan Buyung Nasution memimpin tim kuasa hukum KPU, sementara Sierra Prayuna, Tommy Sihotang dan Taufik Basari, hadir mewakili pihak terkait pasangan Jokowi-JK.

Dari pihak termohon hadir Ketua KPU Husni Kamil Manik, Komisioner Hadar Nafis Gumay, Ida Budhiati, Juri Ardiantoro, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, dan Arief Budiman. Hadir juga dari pihak Badan Pengawas Pemilu yaitu Nasrullah, Nelson Simanjuntak, dan Daniel Zuchron.
Sidang MK diketuai Hamdan Zoelva dengan anggota lengkap, yakni hakim konstitusi Arief Hidayat, Patrialis Akbar, Maria Farida, Ahmad Fadlil Sumadi, Muhammad Alim, Anwar Usman, Aswanto dan Wahiduddin Adams.

Usai Maqdir membacakan isi gugatan, Ketua Majelis Hakim MK,  Hamdan Zoelva, kemudian mempersilakan kepada Prabowo kalau masih ingin menambahkan. Kesempatan ini kemudian dimanfaatkan Prabowo mencurahkan uneg-unegnya.

Prabowo membeberkan berbagai ketidakjujuran dan kecurangan Pemilu Presiden.  Ketidakjujuran Pilpres 2014, menurut Prabowo, terjadi pada pra pelaksanaan, pada pelaksanaan, dan paska pelaksanaan. Itu meliputi kekacauan daftar pemilih tetap (DPT), ada kejanggalan daftar pemilih tambahan di ribuan TPS, ada banyak laporan tentang praktik politik  uang, serta banyaknya laporan tentang pendukungnya yang dihalang-halangi oleh petugas TPS.

“Kalau keadilan tidak kami dapat, kami sangat mengkhawatirkan masa depan demokrasi dan bangsa Indonesia,” ujar Prabowo yang duduk berdampingan dengan Hatta Rajasa.

Di akhir pemaparannya, Prabowo mengungkapkan bahwa ia diberi nasihat agar tidak menggugat ke MK karena akan percuma. “Tapi saya melakukan ini demi memperjuangkan keadilan dan perbaikan kualitas demokrasi,” kata Prabowo.

Prabowo juga sempat mengatakan, tidak enak apabila kita menerima mandat rakyat di atas kecurangan.

Akan Dimentahkan?

Menjadi pertanyaan serius, akankan MK dalam empat belas hari ke depan ini akan bisa menerima seluruhnya gugatan Prabowo, dengan menyatakan pemenang Pilpres 2014 adsalah pasangan nomor 1, Prabowo – Hatta, ataukah MK akan menolak mentah-mentah gugatan itu?

Seorang analis yang enggan disebut jati dirinya memperkirakan hasil akhir sengketa Pilpres ini. MK akan menerima sebagian gugatan kubu Prabowo- Hatta, namun tetap menyatakan Jokowi – JK sebagai pemenang.

Indikasinya dapat disimak dari pernyataan beberapa hakim MK tentang isi gugatan Tim Hukum Prabowoi- Hatta. Bahkan salah satu hakim, Ahmad Fadlil Sumadi,   selain mengoreksi isi gugatan itu, juga tanpa tedeng aling-aling memberikan penilaian, bahwa pokok permohonan Prabowo-Hatta tidak disusun secara silogisme karena hanya mempunyai premis mayor dan kesimpulan, tetapi tidak mempunyai premis minor.

“Premis minornya itu harusnya, kasus konkretnya apa yang dihadapi. Itu tidak ada,” kata Fadlil.

Hal serupa disampaikan hakim lainnya, Muhammad Halim. Menurut dia, agar lebih bisa diterima, Prabowo-Hatta perlu lebih memerinci pokok permohonannya. Hal itu perlu dibuat karena pokok permohonan saat ini dianggap belum konkret.

Ya, inilah kekhawatiran. Jokowi akan tetap jadi presiden dengan wakilnya Jusuf Kalla. Tapi selama lima tahun memerintah, pasangan ini akan terus digoyang, karena mereka dianggap menerima mandate rakyat di atas kecurangan. (jun/lya/art)

Leave a Comment