JAKARTA (Pos Sore) — Menyambut Pemilu 2020, Aliansi Kebangsaan menggelar Forum Group Discution (FGD) virtual bertajuk “Tata Kelola Negara dalam Mewujudkan Sistem Pemilu Berkualitas”, Jumat (19/6/2020). FGD ini bekerjasama dengan Forum Rektor Indonesia dan Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI).
Ketua Aliansi Kebangsaan, Pontjo Sutowo, mengatakan, diadakannya diskusi ini untuk mendapatkan pandangan dan pendapat dari para cendekiawan Indonesia. Yang diharapkan dapat memberi solusi pelaksanaan pemilu di era New Normal. Pemilu berkualitas yang sesuai dengan harapan masyarakat.
”New Normal menjadi bentuk baru pelaksanaan pemilu di Indonesia, semoga pandangan para cendekiawan yang hadir pada forum diskusi kali ini bisa memberi solusi bagaimana nantinya Indonesia bisa melaksanakan pemilu yang sesuai dengan sila ke-4 Pancasila,” kata Pontjo.
Menurutnya, Pancasila khususnya Sila ke-4, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, merupakan acuan yang tepat bagi pelaksanaan pemilu di Indonesia di era New Normal.
Diakuinya, banyaknya partai politik dan ketidakpastian sistem pemilu yang diterapkan menjadi kendala pelaksanaan pemilu di Indonesia. Untuk itu, Pancasila menjadi satu-satunya landasan yang tepat bagi pelaksanaan pemilu di Indonesia untuk mewujudkan pemilu yang demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Dalam FGD kali ini Aliansi Kebangsaan mengundang Ketua Forum Rektor Indonesia yang juga Rektor Universitas Diponegoro Prof. Jos Johan Utama, serta Ketua Umum AIPI, peneliti senior LIPI Dr. Alfitra Salamm, APU.
Dihadiri pula oleh Ketua Komite Kebijakan Pemilu Partai Golkar yang juga Menpora Kabinet Indonesia Maju, Dr. H. Zainudin Amali, yang memberi pandangan tentang bagaimana partai politik menyikapi revisi UU Pemilu yang sedang diramaikan oleh publik. Katanya, revisi UU Pemilu perlu dibarengi revisi UU Partai Politik. Kedua UU tersebut saling melengkapi untuk mewujudkan kesuksesan pemilu.
Hadir pula wartawan senior Kompas Ninuk Pambudi, pengurus AIPI dari berbagai daerah, Bawaslu dari berbagai daerah, anggota KPUD, pengurus FRI dari berbagai universitas, akademisi, mahasiswa, lembaga riset, ormas, lembaga penelitian, dan wartawan dari berbagai media.
Dalam pembukaannya, Rektor Universitas Diponegoro (Undip) Prof Dr Yos Johan Utama SH MH, yang juga Ketua Forum Rektor Indonesia, menyampaikan, pemilu yang baik akan menghasilkan pemimpin yang baik, dan pemimpin yang baik akan mampu mensejahterakan masyarakat yang dipimpinnya.
Namun, pada prakteknya, tidak sedikit masyarakat yang kecewa karena kenyataan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Karenanya, perlu mencari solusi sistem pemilu apa yang sepatutnya digunakan di Indonesia. Berharap tercetusnya konsep Pemilu yang realistik yang bisa melahirkan pemimpin dan wakil rakyat yang sesuai dengan harapan masyarakat.
“Harus ada konsep Pemilu yang lebih realistik agar menghasilkan pemimpin yang lebih baik. Memang tidak ada model Pemilu yang ideal dan sepenuhnya baik. Karena itu, saya mengajak semua pihak untuk mencari konsep yang realistik,” kata Yos Johan yang juga seorang pakar Hukum Tata Negara.
Mengenai model pemilihan langsung yang lahir setelah reformasi 1998, menurut Yos, merupakan keinginan masyarakat yang terpendam selama dua periode pemerintahan: orde lama (Orla) dan orde baru (Orba).
Dalam pandangannya, kedua orde tersebut, sebenarnya nyaris sama esensinya, figur presiden menjadi pusat kekuasaan. Hanya namanya saja yang berbeda. Saat Orla disebut Demokrasi Terpimpin, sementara pada era Orba dinamakan Demokrasi Pancasila.
Keinginan terpendam itu melahirkan pemilihan langsung di semua jenjang. Semua jenjang pemerintahan, pemimpinnya kemudian dipilih rakyat secara langsung mulai dari presiden, gubernur, dan bupati serta walikota.
Demikian pula untuk para wakil rakyat yang ada di DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi serta DPRD Kabupaten Kota, semuanya dipilih langsung oleh masyarakat memakai metode suara terbanyak. Ternyata, selain konsep Pemilu langsung membutuhkan biaya mahal, juga ada ekses lain seperti munculnya praktek politik uang yang dibahasakan masyarakat sebagai mahar, serangan fajar dan lain sebagainya.
Yang memprihatinkan, ekses tersebut menjadi berkelanjutan. Itu terlihat dari banyaknya kepala daerah dan anggota legislatif yang ditangkap KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Karena itu, Yos mengajak semua pihak untuk merenungkan kembali model pemilihan langsung. “Sistem Pemilu yang baik ada kok,” cetusnya.
Dalam Pemilu mendatang, diharapkan negera Indonesia bisa merealisasikan konsep Pemilu yang realistik, sehingga bisa melahirkan pemimpin dan wakil rakyat yang sesuai dengan harapan masyarakat. (tety)