-1.1 C
New York
02/12/2024
Aktual Travel

Menyusuri Pulau Kunti Geopark Ciletuh, Benarkah Ada Kuntilanak?

SUKABUMI (Pos Sore) — Kawasan Geopark Ciletuh, Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat, luasnya mencapai 126 ribu hektar atau 30,3 persen dari luas wilayah Kabupaten Sukabumi.

Tersebar di 74 desa di 8 kecamatan Kabupaten Sukabumi, yakni Cisolok, Cikakak, Palabuhanratu, Simpenan, Waluran, Ciemas, Ciracap dan Surade.

Taman Bumi Ciletuh ini ternyata sudah ditetapkan sebagai Warisan Dunia UNESCO atau UNESCO Global Geopark (UGG) pada 2018.

Taman ini dikelilingi oleh hamparan aluvial dengan bebatuan unik dan pemandangan yang indah. Keindahan alamnya lengkap.

Ada landscape, gunung, air terjun, sawah, ladang, dan berujung di muara sungai ke laut. Ciletuh juga punya pantai yang dengan ombak yang disukai para peselancar dunia.

Ada beberapa objek wisata eksotis yang terdapat di kawasan Geopark Ciletuh, yakni Air Terjun Awang, Taman Purba, Bukit Panenjoan, dan masih banyak lagi.

Jarak homestay ke Pantai Palangpang yang menjadi pintu masuk Geopark Ciletuh sebenarnya tidak begitu jauh. Butuh waktu sekitar 5 menit berkendara.

Tiket parkir mobil hanya Rp10.000 yang bertuliskan Geopark Ciletuh. Tarifnya masih normal.

Di area ini ada tulisan “Geopark Ciletuh” dengan huruf-huruf yang besar. Menjadi pembuktian penetapan Geopark Ciletuh.

Tujuan kami bukan ke Pantai Palangpang, melainkan Pantai Pasir Putih di Pulau Kunti. Pantai Palangpang terlalu ramai. Lagi pula tekstur pasirnya tidak beda jauh dengan pasir di Pantai Pelabuhan Ratu.

Pantai Palangpang sendiri berlokasi di Ciwaru. Kawasan muara sungai yang menjadi pusat kegiatan nelayan. Itu sebabnya, air pantai ini tidak jernih tapi kecoklatan.

Dinamakan Pulau Kunti, karena katanya, ketika air sedang pasang dan deburan ombak menghantam batu karang dan bebatuan suaranya terdengar bagai suara kunti. Kunti dalam bahasa Indonesia berarti kuntilanak.

Jadi, ketika ombak datang, terdengar suara kuntilanak. Hantu perempuan berambut panjang dengan tawa yang menyeramkan.

Hihihihihi…. hihihihihi…. hihihihihi… Begitu barangkali tawa kunti seperti yang ada di film horor.

Gara-gara ini, dulu katanya, tidak ada orang yang berani menginjakkan kakinya di Pulau Kunti. Para nelayan juga tidak mau mencari ikan di sekitar pulau yang terletak di Kawasan Geopark Ciletuh, Kabupaten Sukabumi, tersebut.

Namun, banyak juga yang percaya, Kunti ini adalah Dewi Kunti yang dipercaya warga pesisir sebagai sohibnya penguasa laut selatan, Nyi Roro Kidul.

Nah, untuk bisa ke Pulau Kunti, harus menyeberang menggunakan perahu nelayan. Tarifnya cukup terjangkau. Per orang dikenai Rp35.000. Satu perahu harus bersepuluh.

Untuk ukuran tempat wisata, tarif ini termasuk murah. Kami bersepuluh. Adik saya, isterinya, dua anaknya, saya, suami, tiga anak saya, dan satu kawan anak pertama saya.

Jadi, kami membayar Rp350.000. Tarif ini bukan sekali jalan, tapi juga pulangnya. Murah kan?

Pemilik transportasi perahu nelayan ini adalah ipar dari pemilik homestay yang kami inapi. Jadi, kami tidak perlu mencari perahu, pemilik homestay itulah yang mencarikan buat kami.

Kami pun “berlayar”. Tidak lupa memakai pelampung untuk berjaga-jaga. Senang dong. Pemandangan pantai dan laut membuat saya takjub. Anak-anak juga terlihat senang.

Kami menikmati perjalanan ini ditemani alunan deburan ombak yang menghantam perahu nelayan dan angin yang berhembus membelai wajah.

Sampailah di Pantai Pasir Putih Geopark Ciletuh. Perjalanan tidak sampai 15 menit. Perahu nelayan tidak menunggu. Perahu akan menjemput setelah kami menghubungi untuk dijemput.

Di sini, sebagaimana namanya, hamparan pasir putih berkilauan ditimpa sinar matahari. Pulau ini menghadap langsung ke Samudra Hindia arah barat.

Pulau Kunti terbentuk dari sedimen Batuan Melan. Usianya diperkirakan antara 55 juta tahun sampai 65 juta tahun. Setidaknya, dibuktikan dengan ditemukannya fossil numulates.

Berada di ujung semenanjung area Gunung Badak kawasan Hutan Suaka Margasatwa Cikepuh atau Cagar Alam Cibanteng. Tidak heran jika di sini, banyak flora dan fauna unik dan langka.

Juru mudi perahu nelayan menjelaskan pulau ini terbentuk dari sesar Indo – Australi dan Kroasia yang reduksi tersingkap naik ke permukaan hingga akhirnya membentuk hamparan paling ujung di semenanjung.

Pengunjung cukup ramai juga di sini, tapi tidak seramai di Pantai Palangpang. Kami beristirahat di lapak isteri pemilik perahu nelayan.

Ketika perahu yang kami tumpangi “bersandar”, ibu itu yang menyambut kami dan mempersilakan kami untuk berteduh di lapaknya.

Ibu itu berjualan macam-macam. Aneka minuman kemasan, minuman mineral, kelapa muda, makanan ringan, mie instan, dan bakso. Si ibu tidak sendiri. Saya perhatikan banyak juga yang membuka lapak.

Anak-anak saya terlihat antusias bermain air di pantai. Berenang bersama sepupunya. Airnya cukup jernih. Tidak seperti di Pantai Palangpang yang agak kecoklatan. Ombaknya pun landai.

Setelah puas bermain air, kami menyusuri pantai ke arah kanan. Tujuannya ke gua Kunti. Jaraknya mungkin sekitar 700 meter atau 1 km? Entahlah. Sekitar itulah.

Untuk bisa sampai ke gua, kami harus menyusuri bebatuan hasil muntahan gunung berapi di masa lampau (nama gunungnya apa ya?). Memang sih bebatuan yang kami lewati seperti terlihat membentuk aliran lava.

Bebatuan ini cukup tajam. Jadi, pastikan menggunakan alas kaki. Tapi adik saya menyusurinya tanpa alas kaki. Ia berjalan pelan-pelan agar tidak salah memijak batu yang cukup tajam.

Gua Kunti sendiri gua dangkal dan buntu. Panjangnya mungkin sekitar 9 meter dengan tinggi langit-langit 5 meter. Gua purba ini dihasilkan dari abrasi air laut yang menghantam dinding lava, kemudian keropos lalu berbentuk jadi semacam gua.

Orang-orang menyebutnya gua anti jomblo. Katanya, ada mitos siapa yang masuk ke gua itu maka akan dapat jodoh. Tapi lebih tepatnya Gua Kunti, sesuai dengan nama Pulau Kunti.

Gua ini menghadap pantai dengan di bagian depannya berupa hamparan karang berlubang. Gua berukuran besar, ini menjadi salah satu daya tarik juga di kawasan Pulau Kunti selain suara kuntilanak di area ini.

Di depan gua bisa berenang di hamparan karang depan gua. Airnya jernih, deburan ombaknya juga landai. Jadi, berasa di pulau pribadi.

Setelah dari sini, kami berkeliling ke arah utara. Di sini, ada pantai yang lebih private, lebih sepi. Namanya Pantai Cikadal. Berada di sini seperti memiliki pulau sendiri. Puas berenang, kami pun kembali ke lapak si ibu.

Sayang, kami tidak lama di sini. Hutan di pulau ini belum kami susuri. Di dalam hutan yang dilindungi Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) ini dipercaya terdapat owa jawa dan macan tutul.

Berbagai jenis burung langka pun diketahui bersarang di hutan ini. Burung-burung eksotis dengan bulu berwarna-warni juga kerap ditemukan hinggap di dahan pohon waru di tepi pantai.

Sebenarnya, di kawasan Geopark Ciletuh, banyak tempat wisata yang menarik dikunjungi. Ada pesawahan, ladang, sungai, curug-curug atau air terjunnya yang eksotis.

Tidak jauh dari homestay sebenarnya ada curug juga. Namanya curug Cimarinjung. Ke luar dari rumah tempat kami menginap ada juga curug yang lain. Curug yang terlihat saat kami menyeberang.

Suatu saat kami akan kembali lagi ke mari dengan keseruan yang lain. Karena berwisata ke geopark memberikan banyak manfaat mulai dari wisata edukasi, alam, hingga budaya dalam satu destinasi wisata.

https://www.kompasiana.com/nengsari/61e13e6006310e7da74381c2/pulau-kunti-geopark-ciletuh-cantik-alami-memesona

Leave a Comment