-1.4 C
New York
11/02/2025
Aktual Gaya Hidup

Menjadi Tren Dunia, Dekranas Promosikan Kerajinan Anyaman

Kerajinan anyaman kini menjadi tren dunia. Para sosialita dan fashion minded mulai bosan dengan desain fashion pabrikan. Masyarakat menengah ke atas ini bosan dengan barang manufaktur atau pabrik. Mereka menyukai yang dibuat tangan.

Anyaman yang dijuluki slow design, slow color, dan slow craft yang dikreasikan dengan tangan ini menjadi barang incaran. Slow design menjadi barang mewah bagi pencinta fashion, dan Indonesia memiliki keunggulan ini.

Itu sebabnya, rangkaian HUT ke-34 Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) menggelar pameran kerajinan anyaman pada 5-8 Juni di gedung Smesco, Jakarta. Pameran yang dibuka Ani Soesilo Bambang Yudhoyono ini mengambil tema ‘Indonesia Wicker Handycraft’.

Kerajinan anyaman yang kini menjadi tren dunia, Indonesia harus cepat dan segera melakukan pembenahan dari sisi slow design. Jangan sampai gerakan ini dicuri oleh negara lain yang juga memiliki kelebihan dalam slow design.

“Kerajinan anyaman perlu dukungan promosi karena tidak banyak dikenal di kalangan konsumen pencinta seni kerajinan. Kerajinan anyaman harus terus dilestarikan dan dikembangkan oleh berbagai komunitas perajin,” kata Herawati Boediono, Ketua Umum Dekranas, di sela kegiatan itu,

Menurutnya, anyaman salah satu bentuk kerajinan tertua yang dapat ditemukan di hampir seluruh daerah di Indonesia. Kerajinan anyaman memiliki daya tarik tinggi karena bahan bakunya yang khas dari daerah asal perajin, memiliki nilai artistik ihwal motif, warna, serta bahannya, dan mudah didaur ulang.

Kerajinan anyaman dibuat dari berbagai bahan seperti bambu, rumput, daun jagung, daun padi, daun kelapa, bemban (sejenis alang-alang), lidi, daun lontar, rotan, dan daun pandan. Ini bisa dijadikan berbagai produk seperti keranjang, tas, tikar, peranti saji, hiasan dinding, boneka, dan lainnya.

Data BPS menyebut selama kurun 2009-2013, kenaikan ekspor kerajinan Indonesia mencapai US$ 69,16 juta. Lima negara tujuan ekspor kerajinan Indonesia yakni Amerika Serikat, Jepang, Inggris, Jerman, dan Hong Kong.

“Anyaman ini jadi jati diri bangsa. Kalau soal harga, bisa ditekan, asal jangan merugi, yang penting melestarikan produk kriya dari Indonesia, berkompetisi dengan pasar global,” kata Herawati.

Beberapa daerah di Indonesia juga mengembangkan kerajinan anyaman, seperti Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur.

Dalam pelaksanaan Unesco Award 2012 di Kuching, Malaysia, dari 31 produk terpilih, 18 berasal dari Indonesia. “Indonesia nomor satu di pasar Asia, setelah itu Cina dan Vietnam. Sedangkan untuk pasar dunia, Indonesia posisi ketiga setelah Cina dan Vietnam untuk kategori anyaman,” kata Herawati.

Ke depan, ia berharap peran Dekranas terus mengabdi bagi Indonesia dengan terus mencari, menggali dan mengembangkan kekayaan kriya Indonesia. Dekranas juga menjadi pendamping yang efektif bagi para perajin Indonesia.

Ketua Dewan Pembina Dekranas, Ani SBY, mengingatkan berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 yang membuka peluang bagi para pelaku industri kriya nasional yang menuntut kesiapan berkompetisi secara lebih ketat dengan para perajin dari negara-negara ASEAN lainnya.

“Perdagangan bebas antar negara ASEAN membuat produk kriya Indonesia mendapat akses yang lebih luas ke pasar negara-negara lain dan begitu pula sebaliknya. Jika ingin memenangkan persaingan, kita harus terus menerus meningkatkan kualitas produk dan menekan harga jualnya sambil terus memaksimalkan keunggulan dan keunikan yang dimiliki,” tegasnya. (tety)

Leave a Comment