JAKARTA (Pos Sore) — Berkaitan dengan pemanasan global, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dituntut untuk memberikan informasi cepat, tepat, akurat dan mudah dipahami masyarakat. Karena itu, perlu adanya koordinasi dengan media massa, terutama dalam penyampaian bahasa yang mudah dimengerti dan dipahami.
“Indonesia itu supermarketnya bencana. Karenanya, perlu disosialisasikan potensi bencana dengan bahasa yang mudah dimengerti masyarakat, tetapi tepat dan akurat,” kata Kepala BMKG, Dr. Andi Eka Sakya, M. Eng, saat membuka ‘Sosialisasi Bidang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Kepada Media Massa’, di Hotel Red Top, Selasa (22/4).
Menurutnya, ada lima pilar desiminasi yang disampaikan kepada masyarakat, yaitu pemerintah, swasta, perguruan tinggi, lembaga riset, dan jejaring media. Lima pilar diseminasi ini diharapkan dapat bersinergi satu sama lain untuk memenuhi kebutuhan informasi cepat, tepat, akurat bagi masyarakat luas.
“Ini untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap kemungkinan terjadinya bencana agar siap menghadapinya dan tidak terjadinya korban. Melalui kegiatan ini juga diharapkan mampu membangun hubungan yang baik antara media massa dengan BMKG dalam memberikan informasi kepada masyarakat,” katanya.
Ia menandaskan, saat ini fenomena cuaca sangat mempengaruhi aktifitas kehidupan masyarakat. Fenomena alam yang sering terjadi di Indonesia menimbulkan bencana seperti angin kencang, puting beliung, hujan lebat, gelombang tinggi dan lain sebagainya.
“BMKG bertanggung jawab sebagai lembaga pemberi informasi kepada masyarakat. Namun, dibutuhkan banyak mitra, salah satunya media massa, yang dapat menginformasikan kepada masyarakat dengan bahasa yang sederhana ” tuturnya.
Ia mengatakan, terkait adanya korban saat terjadi bencana, bisa disebabkan oleh beberapa faktor. Di antaranya, tidak dipahaminya mekanisme fenomena terjadinya bencana alam, semakin rentannya daya dukung alam, tidak tersedianya sistem peringatan dini, dan ketidakberdayaan masyarakat.
Pihaknya berharap, melalui kegiatan ini dapat diketahui kesalahan bahasa dalam penulisan pemberitaan terkait istilah Meteorologi, Klimatologi, dan Geofsika (MKG), yang akan berpengaruh kepada masyarakat sebagai penerima informasi.
Sementara itu, Kepala Pusat Iklim Agroklimat dan Iklim Maritim BMKG, Dra. Nurhayati, MSc, mengungkapkan, masih adanya kesalahan penulisan dalam istilah Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (MKG). Misalnya, istilah El Nino dan La Nina yang kerap diartikan sebagai badai dalam pemberitaan media massa.
“El Nino/La Nina itu bukan badai. Ini keliru. Keduanya ternyata suatu fenomena menghangat atau mendinginnya suhu yang ada di Laut Pasifik, fenomena yang berdampak kepada curuh hujan di Indonesia,” katanya.
Tak hanya itu, media massa juga kerap menyalahartikan cuaca, iklim, dan musim. Selama ini antara cuaca dan iklim kerap diartikan sama, padahal berbeda. Cuaca yaitu keadaan fisik atmosfer di suatu tempat dan pada waktu tertentu dalam skala jangka pendek. Sementara, iklim, keadaan cuaca rata-rata atau keadaan cuaca jangka panjang pada suatu daerah dalam kurun waktu beberapa bulan atau tahu.
“Sedangkan musim merupakan rentang waktu yang mengandung fenomena yang dominan atau mencolok,” paparnya. (tety)