28/11/2025
AktualPendidikan

Mawar-Mawar Kecil di Gang Sejahtera: Peringatan Hari Guru Nasional di SMP AIS

Tiga hari dalam sepekan mereka tinggal di asrama—putra dan putri terpisah—dengan sejumlah program unggulan: public speaking, leadership, tahsin–tahfidz, pembacaan kitab kuning, hingga pendalaman bahasa Arab dan Inggris. Untuk sekolah muda di tengah kampung, komitmen itu bukan hal kecil. Ia menuntut ketekunan, tenaga, dan kesabaran yang panjang.

Upacara yang Menghangatkan Hati

Tepat pukul 08.00 WIB, upacara bendera dimulai. Aryo Pakusadewo berdiri tegap sebagai pemimpin upacara, sementara pembina upacara, Ikhwan Baihaqi, MA, melangkah maju dengan suara lembut namun tegas.

foto bersama tapa Ketua Dewan Pembina

“Peringatan Hari Guru ini bukan sekadar seremoni,” ujarnya. “Ini adalah napas kecil untuk menghargai mereka yang setiap hari mengajar tanpa lelah. ”Para siswa mendengarkan dengan khidmat. Beberapa menunduk, menggenggam mawar yang sejak pagi mereka bawa—seolah ucapan terima kasih itu sudah menunggu untuk disampaikan.

“Di dunia ini ada dua sosok yang paling layak dihormati,” lanjut Ikhwan. “Dia adalah Ibumu… dan gurumu. Ibu adalah sekolah pertamamu—al-ummu madrasatul ula. Setelah itu, gurumu. Guru bangun sebelum fajar, menembus hujan atau macet, hanya agar kalian tetap bisa belajar.”

Kata-kata itu menggema, meresap, dan menciptakan jeda sunyi yang membuat beberapa siswa menyeka mata. Dalam amanatnya, Ikhwan mengisahkan teladan ulama besar: tentang Imam Syafi’i yang tidak bangkit dari tempat duduk sebelum diperintah oleh Imam Malik—gurunya yang terkenal berwibawa itu.

Lalu tentang Ali bin Abi Thalib yang bahkan tak berani menatap wajah Rasulullah sebagai bentuk penghormatan. Pernah seorang murid bertanya, “Mengapa engkau tidak menatap wajah gurumu?” Ali menjawab lembut, “Bagaimana aku berani menatap seseorang yang telah membukakan pintu ilmu bagiku? Seandainya bukan karena guru, aku tidak mengenal Tuhanku.”

Leave a Comment