DELAPAN BULAN SUDAH Indonesia dan negara lain dihantam badai pandemi Covid-19. Entah sudah berapa banyak dampak yang diakibatkan oleh virus yang bernama Corona ini: dampak sosial, ekonomi, kesehatan (fisik dan psikis), pendidikan.
Presiden Joko Widodo sendiri mengakui pandemi Covid-19 yang lebih dari 8 bulan ini melanda Indonesia telah menyebabkan pukulan yang sangat besar terhadap sektor ekonomi dan kesehatan.
Angka pengangguran meningkat menjadi 6,9 juta dan pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua tahun 2020 menjadi minus 5,32 persen. Belum lagi angka kesakitan akibat Covid-19 yang cukup menguras uang negara.
Entah sudah berapa banyak perusahaan yang berguguran. Ada yang mencoba bertahan meski dengan napas yang tersengal-sengal. Ada yang baru merintis lalu gulung tikar. Ada juga yang menghentikan investasinya.
Jadi, apa enaknya lulus kuliah di masa pandemi Covid-19? Di saat banyak perusahaan yang kolaps, di saat banyak terjadi pemutusan hubungan kerja, di saat banyak karyawan yang dirumahkan, di saat banyak gaji pegawai dipotong?
Lantas apa yang bisa diharapkan? Menunggu kondisi membaik baru mencari pekerjaan atau mencoba menggali potensi dan peluang? Menunggu kondisi membaik entah kapan. Tak ada yang bisa memastikan.
Tak perlu ditanyakan satu persatu bagaimana “keresahan” para fresh graduate menghadapi situasi ini, situasi yang entah kapan kembali normal.
Selasa (3/11/2020) lalu, saya menghadiri wisuda yang dihelat kampus Politeknik Negeri Media Kreatif (Polimedia) yang berada di Srengseng Sawah, Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Ini adalah Perguruan Tinggi Negeri di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang sudah berdiri selama 12 tahun ini.
Sebagaimana namanya, Polimedia menjadi satu-satunya politeknik negeri dengan kekhususan industri kreatif. Industri yang banyak digeluti generasi milenial. Terlebih di era digital ini. Program studinya di antaranya ada Desain Grafis, Fotografi, Percetakan, Perhotelan, Broadcast, Penyiaran, Multimedia, Kuliner, Pariwisata, Animasi, dan Desainer.
Ada sekitar 713 mahasiswa yang diwisuda. Sebanyak 400 mahasiswa diwisuda di kampus Jakarta, sisanya diwisuda di kampus Polimedia Makassar, Sulawesi Selatan, dan Polimedia Medan, Sumatera Utara.
Karena masih suasana Covid-19 maka protokol kesehatan diterapkan secara lebih ketat. Para wisudawan dibagi empat sesi, yang masing-masing sesi dihadiri 100 wisudawan tanpa pendamping orangtua. Selain tentu saja harus memakai masker dan berjarak. Jarak antarwisudawan dibatasi sekitar 1,5 meter.
Setelah wisuda, para wisudawan dipersilakan langsung pulang. Tidak ada keriuhan. Tidak ada arahan untuk kumpul-kumpul meski untuk sekedar merayakan kelulusan. Dibolehkan berfoto, lalu pulang.
Sementara wisudawan sesi berikutnya berkumpul di ruang tersendiri, terpisah dari ruang hall tempat wisuda berlangsung.
Wisudawan sesi berikutnya lagi menunggu di luar kampus. Mereka tidak diperkenankan masuk guna menghindari terjadinya kerumuman sehingga potensi penularan Covid-19 bisa dihindari.
Meski prosesi wisuda sebentar, tidak selama sebagaimana lazimnya, para wisudawan terlihat antusias. Terlihat dari pakaian wisuda yang dikenakan dan make up yang mempercantik penampilan wisudawan perempuan. Tawa bahagia terdengar. Meski tak seriuh biasanya.
Tema wisuda Polimedia Tahun 2020 ini adalah Polimedia Maju akan memperkuat Pendidikan Tinggi Vokasi untuk Indonesia yang lebih baik. Tema ini diambil karena tahun 2020 ini meski di tengah pandemi Covid-19 Polimedia terus berkarya dalam semua aspek Tri Darma Perguruan Tinggi untuk meningkatkan kemajuan Polimedia, baik di bidang Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian, serta Pengabdian kepada Masyarakat.
Direktur Politeknik Negeri Media Dr. Purnomo Ananto, MM, menyampaikan, wisuda ini diadakan secara luring untuk mengakomodir permintaan mahasiswa agar wisuda bisa dilakukan di kampus, bukan secara online.
Ya, untuk melepas rasa kejenuhan mahasiswa yang selama satu semester terakhir ini karena lebih banyak kuliah dilakukan secara online. Masa kuliah sudah online, wisuda dilakukan secara virtual juga? Maka permintaan tersebut dipenuhi dengan sejumlah catatan.
“Tidak boleh ada pendamping orangtua dan dibagi empat sesi. Wisuda harus sebisa mungkin selesai jam 13,” katanya saat saya dan kawan saya, Inung Kurniati, jurnalis dari menara62.com, menemuinya usai wisuda sesi pertama.
Sesi pertama ini diisi para wisudawan yang mendapatkan predikat Cumlaude alias wisudawan terbaik. Selain karena kuliah tepat waktu, juga nilai Indeks Prestasi Komulatif (IPK) mereka yang tinggi.
Tapi “apa artinya” lulus pada masa pandemi dengan situasi pertumbuhan ekonomi nasional yang minus ini? Mencari kerja merupakan hal yang tak mudah, terlebih di tengah situasi saat ini.
Kegundahan sudah pasti. Bagaimana, para fresh graduate ini menyikapinya? Kondisi ini mau tidak mau menjadi tantangan tersendiri bagi para pencari kerja, terutama mereka yang baru lulus kuliah, untuk meraih peluang kerja di saat pandemi.
Saya pun berkesempatan berbincang-bincang dengan tiga wisudawan yang meraih predikat Cumlaude. Ada Anjani, Nabila dan Erlangga. Ternyata mereka tidak lantas meratapi nasib.
Mereka sudah menyiapkan berbagai perencanaan (plan) untuk menghadapi masa depannya.
Anjani, misalnya, lulusan program studi Broadcast Polimedia angkatan 2017, ini memang berharap bisa masuk ke dunia industri sesuai bidang ketrampilan. Tetapi disadarinya agak sulit.
“Sebab industri sendiri banyak yang kondisinya lagi PHK karyawan,” katanya. Ia sendiri sempat magang di perusahaan media, tapi program ini tidak dilanjutkan dengan alasan adanya pengurangan karyawan.
Bekal yang dimilikinya selama berkuliah di sini cukup mampu mengasah kompentensinya. Ditambah kemahirannya bekerja di bidang media berkat program magang tersebut, menjadikan dirinya siap menghadapi kondisi saat ini.
“Untuk meraih peluang kerja di masa pandemi saya akan meningkatkan kemampuan saya melalui pelatihan-pelatihan atau rajin mengikuti webinar, dan membangun jaringan seluas-luasnya,” tuturnya.
Kawannya, Nabila, yang juga lulus dengan perolehan IPK di atas 3,5 mengaku sudah menyiapkan plan B bahkan plan C jika terjun langsung ke dunia kerja sebagai jurnalis di media belum memungkinkan akibat pandemi Covid-19. Gadis berjilbab ini pernah magang di KompasTV.
“Saya sudah banyak belajar tentang banyak hal di luar broadcast, kerja kreatif lainnya yang memang tidak jauh dari dunia jurnalis atau broadcast. Misalnya bagaimana merencanakan sebuah acara, merencanakan variety show dan lainnya, bahkan ngurus ijin untuk sebuah acara,” tuturnya.
Ia yakin perkembangan teknologi informasi akan cukup membantu menjadi entrepreneur. Munculnya aplikasi-aplikasi media sosial seperti Youtube, Tiktok atau lainnya dapat menjadi bidang kerjaan yang tak kalah menjanjikan. Tak lupa rajin membaca.
“Kuncinya bagaimana kita memiliki ide-ide kreatif dan mau bekerja keras. Jadi meski broadcast, kalau kita menguasai ketrampilan lainnya, pasti bisa kerja mandiri,” katanya.
Lulusan lain yang juga siap menghadapi kondisi lapangan kerja adalah Erlangga. Lulusan program studi multimedia Polimedia ini bahkan menargetkan bekerja dengan status ‘karyawan’ maksimal 10 tahun.
Setelah itu, ia berencana mendirikan usaha sendiri di bidang yang dikuasainya yaitu multimedia. Saat ini Erlangga sendiri bekerja dengan status karyawan kontrak di Smartfren.
Tetapi dengan berbagai ketrampilan kerja yang dimiliki mulai dari desain, animasi, teks hingga audio, Erlangga tak perlu khawatir dengan situasi dan kondisi dunia kerja saat ini.
“Ada saatnya nanti saya harus mandiri, mengelola usaha sendiri, mengelola karyawan. Dan saya bekerja sebagai karyawan saat ini dalam rangka mengumpulkan modal,” katanya.
Bagi Anjani, Nabila dan Erlangga, kuliah di Polimedia benar-benar merupakan suatu keberuntungan. Sebab Polimedia benar-benar memberikan keterampilan kerja yang memang sesuai dengan tuntutan kerja di lapangan.
Saat ditanya untuk apa perolehan IPK tinggi? Bagi mereka IPK hanyalah sekedar pencapaian akademik. “Yang terpenting sebenarnya apakah kita lulus dengan penguasaan keterampilan kerja yang baik atau setengah hati,” jelas Anjani.
Apalagi sekarang, fenomena dunia kerja saat ini trennya tidak terlalu memperhitungkan ijazah. Dalam arti, ijazah tidak lagi menjadi sesuatu yang ‘harus’ dibutuhkan untuk mendapatkan pekerjaan yang baik dan menjanjikan.
Seiring makin melesatnya perkembangan teknologi, hal-hal yang konvensional pasti juga akan ditinggalkan manusia. Dan, sebagai generasi milenial yang sudah mengenyam pendidikan vokasi di Polimedia, mereka dituntut mampu untuk beradaptasi dengan dunia kerja masa depan.
Yang bisa mereka lakukan saat ini yaitu menjalin networking secara online. Misalnya, bergabung dengan media sosial profesional agar bisa bertemu dengan orang-orang dari berbagai latar belakang profesi, sekaligus mengetahui berita-berita terbaru dalam hal bisnis.
Mereka juga memanfaatkan grup chat untuk saling berbagi informasi seputar pekerjaan, kesempatan magang, freelance, atau pun volunteer.
Selama di rumah, mereka juga mengisinya dengan banyak latihan untuk menghadapi wawancara kerja yang sukses. Melatih kepercayaan diri, dan berlatih komunikasi.
Karena bisa jadi, wawancara kerja dilakukan secara online sehingga perlu menguasai platform-platform video conference yang ada agar dapat mengikuti wawancara dengan baik dan profesional.
Mereka sendiri menuntut dirinya harus kreatif dan inovatif dengan lebih cerdas memanfaatkan akun media sosial yang dimiliki. Sesuatu yang kreatif biasanya menarik perhatian yang melihatnya.
Sejatinya, setiap tahunnya, lulusan Polimedia hampir 90 persen terserap dunia kerja, sisanya memilih kerja mandiri. Tetapi situasi tersebut tentu berbeda saat ini di tengah pandemi Covid-19 yang belum juga berakhir.
Dan, beruntunglah mereka, karena selama mengenyam pendidikan di sini, mereka juga dibekali ilmu tentang kewirausahaan, bukan sekedar teori tetapi juga praktek yang ditunjang dengan fasilitas untuk memudahkan ilmu kewirausahaan itu terserap optimal.
Program wirausaha ini sendiri sudah berlangsung selama 10 tahun. Memang hasilnya tidak semuanya sukses menjadi wirausaha atau enterpreuneur, tapi setidaknya jiwa enterpreneur mereka tetap terasah untuk menghadapi situasi tersulit sekalipun.
Perguruan tinggi ini juga banyak melakukan kolaborasi dengan dunia industri sebagai upaya memudahkan mahasiswanya terserap di dunia industri.
Sebagai perguruan tinggi negeri vokasi Polimedia juga telah berkomunikasi dan berkoordinasi dengan industri-industri besar, menengah dan kecil di Indonesia.
Kolaborasi ini tidak hanya menguntungkan mahasiswa dan kampus, tapi juga menguntungkan dunia industri. Ketika industri membutuhkan pegawai, tinggal mengambil mahasiswa yang magang di perusahaan tersebut.
Bisa jadi itu yang membuat animo masyarakat untuk studi di Polimedia belakangan meningkat tajam. Tahun ini Polimedia mencapai rekor terbaru dalam hal penerimaan mahasiswa baru dengan jumlah satu angkatan mencapai 1.986 mahasiswa, terdiri atas 14 Prodi di kampus utama Jakarta dan masing-masing 5 Prodi di PSDKU Medan dan Makassar.
Bagaimana dengan para fresh graduate yang lain? Sudah siap jugakah menghadapi tantangan yang cukup berat di tahun ini, mungkin juga hingga tahun depan, atau tahun depannya lagi? Tinggal bagaimana mereka menyikapi tantangan ini, ada kemauan atau tidak? (Tety Polmasari)