JAKARTA (Pos Sore) — Pengamat politik LIPI, Siti Zuhro meragukan wacana pelaksanaan pilkada (pemilu kepala daerah) serentak di seluruh Indonesia pada 2020 akan berjalan sesuai rencana.
“Terus-terang, saya meragukan wacana pelaksanaan pilkada serentak di seluruh Indonesia, karena hal ini sangat berat,” kata Siti Zuhro pada diskusi “Forum Legislasi: RUU Pilkada” yang digelar Forum Wartawan Parlemen bersama Biro Himas DPR RI, Selasa (4/2).
Pembicara lainnya pada diskusi tersebut adalah, Ketua Komisi II DPR RI Agun Gunanjar Sudarsa dan Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah. Menurut dia, pilkada tidak serentak yang diselenggarakan saat ini ternyata belum mampu memilih kepala daerah yang baik.
“Wacana pelaksanaan pilkada serentak ini paling tidak didasarkan pada tiga Undang-undang (UU) yakni UU Pemerintahan Daerah, RUU Pilkada dan UU Desa.”
Contoh, hampir separuh dari kepala daerah terpilih tersandung kasus hukum, terustama kasus korupsi. “Pelaksanaan pilkada hendaknya dilakukan dalam bingkai otonomi daerah. RUU Pilkada seharusnya bersinergi dengan UU Otonomi Daerah. Biarlah pilkada itu menjadi marwah daerah,” kata dia.
Dia menyarankan, agar wacana pelaksanaan pilkada serentak dengan tetap mengutamakan nilai-nilai kearifan lokal dan keragaman daerah di Indonesia.
Pada kesempatan serupa, Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Djohermansyah Johan mengatakan, wacana pelaksanaan pilkada serentak ini paling tidak didasarkan pada tiga Undang-undang (UU) yakni UU Pemerintahan Daerah, RUU Pilkada dan UU Desa.
Dengan adanya ketiga aturan perundangan yang saling terkait, kata dia, maka wacana pelaksanaan pilkada serentak tentunya dengan mengutamakan kearifan lokal.
Dia menyoroti, pembahasan RUU Pilkada hingga saat ini masih menyoroti soal mekanisme pemilihan, apakah dilaksanakan secara langsung atau melalui DPRD.
Mantan Rektor Institut Ilmu Pemerintahan ini menjelaskan, sebelum diselenggarakan pilkada secara serentak, pemerintah merencanakan dilakukan pilkada transisi yang dibagi menjadi dua bagian, yakni pada 2015 sebanyak 303 daerah, pada pada 2018 sebanyak 285 daerah, serta pada 2019 sebanyak 51 daerah. (akhir/andoes)