JAKARTA (Pos Sore) — Ibarat orang yang nyaris tenggelam, dia akan berusaha sekuat tenaga untuk meraih benda di sekitarnya agar bisa bertahan hidup di tengah geloranya gelombang samudra yang akan merengut nyawanya. Situasi ini sama seperti apa yang dialami oleh Partai Demokrat kubu Cikeas mengerahkan massa saat Sidang PTUN digelar, Kamis (16/9).
Dengan mengerahkan massa ke gedung PTUN Jakarta, dinilai sangat tidak wajar dan bertentangan nilai-nilai demokrasi yang menjunjung tinggi hukum sebagai panglima dalam menyelesaikan berbagai permasalahan di tanah air ini.
Kata yang pantas disandingkan dengan gerakan itu adalah Bar Bar atau tindakan primitif yang mengandalkan kekuatan massa tanpa mampu berstrategi dalam menghadapi gugatan pihak KLB terhadap Menkumham yang menolak hasil KLB. Padahal dalam gugatan nomor 154/G/2021/PTUN.JKT kubu PD AHY hanya sebagai tergugat II intervensi dan Menkumham sebagai Tergugat I. Ironisnya, disini mereka bermain seolah-olah sebagai tergugat I.
Hal ini semakin menunjukkan kualitas kepemimpinan AHY yang hanya mengandalkan kekuatan massa dalam menghadapi kelompok politisi lain yang dianggap sebagai lawan politiknya.
Lucunya lagi,Ketua Dewan Kehormatan DPP PD versi Cikeas, Hinca Pandjaitan, sebagaimana dilansir Jubir mereka, menegaskan bahwa, seperti yang diduga sebelumnya kubu Moeldoko tidak dapat buktikan 2 hal utama, yaitu Dasar Hukum apa yang digunakan untuk menyelenggarakan KLB? siapa dan berapa Pemilik Suara sah yang hadir saat itu?.
Komentar Hinca ini, jauh panggang dari api, apa yang digugat dan apa yang dijadikan sebagai alasan. Bahkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sejak awal menegaskan bahwa kegiatan KLB tersebut adalah upaya ‘begal politik’ yang illegal dan inkonstitusional. Dia lupa bahwa gugatannya kepada 12 Kader PD penggagas KLB sudah ditolak Hakim Pengadilan Negeri jakarta Pusat, sehingga dengan demikian KLB itu Sah Secara Hukum.
Dalam persidangan di PTUN Jakarta, pihak penggugat mengajukan tiga orang saksi yang juga tercatat sebagai peserta Kongres 2020 yang disinyalir sarat dengan rekayasa. Mereka adalah Ketua DPC Demokrat Labuan Batu, Muklis Hasibuan, Ketua DPC Tegal, Ayu Palaretin dan Ketua DPC Ngawi, Isnaini.
Ketiga saksi mengatakan dengan tegas di depan hakim PTUN Jakarta bahwa Kongres Partai Demokrat yang digelar pada 2020 tidak membahas AD/ART.
Kuasa Hukum Penggugat, Thamrin Harahap menyampaikan bahwa menurut saksi dalam persidangan, bahwa lazimnya kongres harus menyiapkan tata tertib kongres. “Harus ada persetujuan apa saja mekanismenya, ini tidak dibahas dan apalagi menyangkut perubahan anggaran dasar,” paparnya.
“Para saksi intinya memberikan keterangan bahwa mereka sebagai peserta kongres tidak mendapatkan tata tertib dalam kongres dan tidak membahas anggaran dasar,” ujarnya.
Kuasa hukum penggugat meyakini bahwa kesaksian pada persidangan tersebut menguatkan gugatan Demokrat KLB Deli Serdang. “Menguatkan gugatan kami,” tegas Apriandy Dalimunte yang juga kuasa hukum penggugat.
Lantas apa yang melatarbelakangi kubu Cikeas,mengerahkan massa ? Patut diduga bahwa mereka tidak percaya pada Hakim PTUN, sehingga berusaha mengintervensi hukum. Kalau kubu AHY percaya pada Pengadilan tempat menegakkan keadilan pastinya tidak ada upaya melakukan intervensi dengan melakukan pengerahan massa dan juga ajakan untuk melakukan pengawasan. (sim)
