05/11/2025
Aktual

Kualitas Informasi Pelayanan Publik Cegah Korupsi

JAKARTA (Pos Sore) — UU No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik sudah berjalan 5 tahun, namun Informasi pelayanan publik masih dinilai buruk. Sebagai pengguna UU, masyarakat juga pasif memanfaatkannya.

“Informasi pelayanan publik masih terganjal oleh kendala minimnya birokrat untuk memahami arti dari pelayanan publik dan bagaimana mengemas informasi secara utuh dan berimbang. Masyarakat juga pasif menggunakan keterbukaan informasi publik sebagai dinamika yang sehat dan utuh,” tandas Mirawaty Sudjono, Deputi Bidang Pelayanan Publik Kementerian PAN dan RB, di Jakarta.

Ia menegaskan hal itu saat memberikan pembekalan ‘Pengawasan dan Investigasi Tipikor’ yang diadakan Lembaga Pengawasan Investigasi Tipikor, yang berlangsung pada 7-9 Oktober, di Cibubur, Jakarta.

Menurutnya, tindakan korupsi bukan semata-mata berbentuk uang. Pelayanan publik yang buruk juga termasuk tindakan korupsi. Karenanya, pelayanan publik harus berjalan sesuai standar yang telah ditentukan.

Karena persepsi masyarakat tindakan korupsi itu berbentuk uang, maka segala tindakan pelayanan publik yang buruk kerap diabaikan masyarakat untuk dilaporkan ke negara, semisal lewat Lembaga Ombusmann.

“Sikap apatis masyarakat ini justru merugikan masyarakat sendiri. Karenanya, masyarakat harus disadarkan untuk memanfaatkan UU tentang Pelayanan Publik itu. Masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui esensi UU ini,” tuturnya.

Ia menegaskan, UU No 25 itu secara garis besar hanya melayani informasi pelayanan publik yang sifatnya umum. Namun, ia berpendapat, bisa mencegah tindak korupsi.

Ketua Umum Lembaga Pengawasan Investigasi (LPI Tipikor, Aidil Fitri, SH, menambahkan, peran masyarakat dalam keterbukan informasi publik dapat mencegah tindak korupsi melalui tingkat pemahaman

“Informasi harus berdasarkan payung hukum. Tidak serta merta kita bebas bertindak. Harus dipahami apa itu informasi publik terkait tipikor dan setiap elemen ada wilayahnya guna bertindak secara hukum,” papar Aidil.

Sesuai UU 28 Tahun 1999, masyarakat wajib turut mengawasi penyelenggara negara guna menghadirkan informasi yang bersih dari KKN. Rakyat, katanya, wajib mengawasi bila ada uang negara yang dipakai untuk kepentingan bangsa. Di sini perlu keterbukaan informasi yang utuh.

Sebagai LSM, pihaknya memposisikan diri sebagai corong pemberi informasi kepada masyarakat. Berbagai produk hukum sebisa mungkin harus dipahami masyarakat agar dapat mengawasi jalannya pemerintahan menuju Indonesia yang lebih baik.

“Jangan sampai hak-hak rakyat dirampas oleh oknum-oknum untuk kepentingan pribadi dan golongan. Kehidupan masyarakat akan lebih memprihatinkan lagi. Karenanya, kita harus mencari solusi terbaik untuk negeri ini ke depan,” tambahnya.

Keterlibatan masyarakat untuk ikut mengawasi sebagai bentuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Bukan semata-mata dar isegi materi tetapi juga dari sisi fundamentalnya. Jangan sampai penegakan hukum semakin lemah.

“Penegakan hukum kan seharusnya ada efek jera, ada dampak sosial juga. Tapi nyatanya? Sekarang itu tindakan korupsi sudah membudaya di Indonesia. Apakah ini ciri khas bangsa Indonesia, kan tidak. Karenanya, masyarakat harus aktif terlibat dalam mengawasi segala perilaku pelayanan publik yang menyimpang,” tegasnya. (tety)

Leave a Comment