SERPONG (Pos Sore) — Selain mendorong pemerintah untuk memasukkan nuklir dalam sistem kelistrikan nasional, Komisi VII DPR RI saat ini sedang menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru Terbarukan (EBT) yang akan memasukkan nuklir di dalam pasal-pasalnya.
“Kami kecewa dengan konsep RUU EBT dari sejawat kami, DPD RI yang tidak menyebut nuklir di dalam pasal-pasalnya. Ini soal politik, nuklir harus masuk,” ucap politisi Partai Nasdem ini saat diwawancara di sela acara Forum Gorup Discussion Reaktor Daya Eksperimental (RDE), di Hotel Mercure, Alam Sutera, Serpong, Kamis (8/3)
Ia berpendapat, PLTN harus masuk sistem kelistrikan nasional agar dapat mendorong industrialisasi nasional sebagai bagian dari perekonomian bangsa. Konsumsi listrik perkapita saat ini masih rendah. Tapi ke depan, kita harus memikirkan industrialisasi yang membutuhkan konsumsi listrik yang tinggi.
“Harus diingat bahwa konsumsi listrik per kapita adalah salah satu indikator kemajuan suatu bangsa,” tambahnya. Ia pun mendorong agar kelistrikan di daerah pemilihannya di NTB dapat ditopang dengan PLTN untuk mewujudkan industri berbasis pariwisata.
Ia juga menekankan agar Pemerintah jangan hanya menargetkan program kelistrikan nasional dari segi kuantitas semata. Namun juga hendaknya memperhatikan kualitas lingkungan agar generasi muda kedepan tidak terkena dampak negatif dari pembangkit listrik yang tidak ramah lingkungan.
Kurtubi juga mendukung rencana pembangunan RDE. Menurutnya rencana ini sangat baik karena perencanaan hingga pelaksanaan pembangunannya nanti melibatkan anak bangsa dan industri yang terkait.
“RDE ini merupakan program yang sangat baik untuk memelihara kemampuan anak bangsa dalam mendesain tenaga nuklir, yang saya percaya suatu saat pasti akan terjadi di Indonesia,” tandasnya.
Kurtubi juga menekankan perlunya sosialisasi terus menerus kepada masyarakat bahwa PLTN dapat mempercepat kemakmuran bangsa untuk menopang industrialisasi.
“Kami ingin nuklir dapat menjadi bagian dari EBT sebesar minimal 5 persen dari 23 persen EBT hingga 2025. PLTU tetap perlu, tapi nggak lebih dari 60 persen,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Divisi Perencanaan PT. PLTN Adi Priyanto, mengatakan, pihaknya berharap dapat bekerjasama dengan BATAN, Kemenrsitekdikti dan pihak terkait lainnya dalam joint planning mengenai potensi RDE untuk dapat dikembangkan di daerah Indonesia timur.
“Jika RDE bisa di scale up menjadi 100 hingga 300 MW, maka cocok untuk dibangun di daerah-daerah yang konsumsi listriknya kecil,” katanya. (tety)