JAKARTA (Pos Sore) – Sidang ketiga sengketa Pilpres 2014 yang dibuka sejak pagi, masih dilanjutkan hingga malam, setelah Ketua Majelis Konstitusi menskor sidang sampai pkl 19.30 WIB. Sepanjang hari ini dapat dikatakan mendengarkan keterangan saksi-saksi baik dari pemohon maupun KPU serta pihak terkait Jokowi-JK, menjadi agenda utama sidang MK.
Adu kuat, adu pengaruh-mempengaruhi melalui berbagai cara yang dilakukan ke dua belah pihak di sidang MK ini juga tak boleh diabaikan. Sementara masing-masing pihak juga sama membawa tumpukan-tumpukan data sebagai bukti-bukti apabila diperlukan majelis MK.
Yang menarik adalah kesempatan yang dimanfaatkan Koordinator Tim Hukum KPU, Adnan Buyung Nasution, yang dalam sambutannya saat siding akan dimulai menyinggung dan mengadukan adanya ancaman di depan majelis hakim MK terhadap Ketua KPU, HusniKamil Manik.
“Yang Mulia, kami ingin menyampaikan yang telah kami laporkan ke Mabes Polri pada tadi malam. Ada Ketua DPP Jakarta Partai Gerindra Muhammad Taufik yang melakukan ancaman melalui publik,” kata Buyung.
Buyung pun meminta kepada panitera persidangan untuk mencatat pernyataannya, karena ancaman tersebut merupakan perbuatan tercela dan menghina pengadilan.
Namun pernyataan Buyung itu pun ditanggapi pihak pemohon, kubu Prabowo-Hatta. Maqdir Ismail dari tim hukum Prabowo-Hatta, mengatakan, pernyataan yang dilontarkan Buyung pada saat persidangan lanjutan dimulai tidak berhubungan secara langsung dengan materi sidang.
Karuan saja, Ketua MK Hamdan Zoelva yang memimpin jalannya sidang mengingatkan Buyung untuk tidak lagi melanjutkan pernyataannya terkait ancaman kepada Ketua KPU. Hamdan pun mengimbau kepada seluruh pihak yang mengikuti sidang untuk menjaga jalannya sidang dengan baik.
Ketua KPU, Husni Kamil Manik memang sudah melaporkan Ketua DPD Gerindra, Jakarta, Muhammad Taufik ke Bareskrim Mabes Polri. Taufik dituduh mengancam akan menangkap dan menculik Husni. Namun belakangan, Taufik membantah dia menyatakan akan menculik Husni. Ia malah balik mengadukan Ketua KPU, dan menyatakan materi orasi dia di depan gdung MK pada siding yang lalu sudah diputarbalik sementara media.
Sidang ketiga MK soal sengketa Pilpres ini, antara lain juga diramaikan masalah pembukaan kotak suara sebelum adanya izin dari MK. Anggota majelis MK, Muhammad Alim mencecar saksi termohon, KPU, dan mempertanyakan keabsahan kesaksian selaku pihak termohon, Komisi Pemilihan Umum (KPU) yaitu Rohani.
“Saksi nomor urut satu meminta Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTB). Dokumen yang mereka minta (saksi pemohon) ada dalam kotak?” tanya Hakim Alim kepada Rohani.
Rohani mengatakan ada dokumen yang diminta saksi pemohon. Namun, pihaknya enggan memenuhi permintaan tersebut. Sebab, dokumen yang diminta itu ada di dalam kotak suara.
Rohani berkelit, pihaknya mau membuka kotak suara hanya atas rekomendasi Bawaslu. Padahal pembukaan kotak suara sendiri seperti diketahui berdasarkan rekomendasi dari KPU Pusat.
Mendengar jawaban saksi itu, Hakim Alim mempertanyakan pembukaan kotak suara itu. “Akhirnya saudara mengabaikan rekomendasi Bawaslu?” tanya Alim.
“Keberatan itu baru disampaikan pada rekap di tingkat kota, tanggal 16 Juli. Rekomendasi Bawaslu baru ada pada tingkat Provinsi,” jawab Rohani.
Namun Alim mempertanyakan jawaban itu. Menurut Alim jawaban saksi diragukan karena rekomendasi Bawaslu biasanya sebelum dilakukan pembukaan kotak suara. Tetapi dalam keterangannya, saksi mengatakan baru membuka kotak suara atas perintah Bawaslu. “Saya minta anda memberikan keterangan yang jujur,” tegas Alim.
“Anda membuka kota suara itu atas rekomendasi Bawaslu atau KPU,” tanya Alim. “Dua-duanya yang mulia,” jawab Rohani.
Pada siding DKPP di tempat terpisah, masalah pembukaan kotak suara sebelum ada izin dari MK yang dilakukan KPU menjadi salah satu fokus bahasan yang disampaikan Tim Prabowo. Marhendradatta dari Tim Prabowo – Hatta menyinggung asas retroaktif yang akandimanfaatkan KPU. Padahal dalam catatan dia, penggunaan asas retroaktif ini (berlaku mundur-red) pernah ditolak Mahkamah Konstitusi di dalam sejarah putusannya. (lya)