JAKARTA (Pos Sore) – Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Pancasila, Lies Putriana, dianggap berhasil menjadi ‘’Doktor Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya)’’, karena mempertahankan disertasinya yang berjudul Pengaruh Budaya Organisasi Dan Gaya Kepemimpinan Transformasional Terhadap Kepuasan Kerja Dan Komitmen Serta Dampaknya di Industri Sepeda Motor Jepang di Jakarta. Ketua LPPM UP ini merupakan mitra kerja dari Yayasan Damandiri.
Untuk itu Ketua Yayasan Damandiri, Prof Dr Haryono Suyono mengucapkan selamat dan bangga atas gelar doktor bidang ekonomi yang diperoleh Lies. Ini berarti Lies Putriana menurut Haryono telah menjadi Doktor Posdaya juga.
Melalui sidang terbuka dengan tujuh Tim Penguji yang dipimpin Prof Dr Sutjipto, Direktur Program Sarjana Universitas Pancasila, Prof Dr Ir M Nur Salim SE, MM, Prof Dr Bambang Purwoko, SE,MA, PhD, AAM, Dr Husen Umar, SE, MM, MBA, Dr Hanes Riayadi, MM, Prof Dr Wibowo M Phil (promotor) dan Prof Dr Vincent Didiek Wiet Aryanto, Ph D, Lies Putriana dinyatakan lulus sebagai doktor ilmu ekonomi yang ke-17 dengan nilai prestasi 6,63 dengan predikat memuaskan.
“Saya ikut bangga,” kata Prof Haryono yang diampingi parapengurus Yayasan Damandiri lainnya, Dr Maswar Nurdin, Dr Mulyono, kepada wartawan. Lies Putriana dapat menyelesaikan studinya S3 dalam bidang ekonomi yang kebetulan yang dipelajari adalah variabel-varibel yang berhubungan dengan kinerja.
Apa yang dipelajari dalam studi dalam perusahan sepeda motor Jepang ini, Haryono bergarap bisa ditularkan kepada saudara-saudara kita yang bekerja dalan pop-pos pemberdayan keluarga (Posdaya), bahwa sesuatu yang menyangkut budaya organisasi, komitmen pimpinan dan segala sesuatu yang dipelajari bisa diterapkan pada organisasi-organisasi Posdaya.
Hanya bedanya kalau Posdaya kulturnya sama, karena dari desa ke desa, di industri motor Jepang lain, karena ada orang Indonesia ada orang Jepang. Sehingga dengan sendirinya kalau budaya organisasi tidak berlaku dan tidak meningkatkan kinerja organisasi. Barangkali pada tingkat posdaya budaya dari organisasi posdaya itu mempunyai pengaruh yang cukup tinggi terhadap kinerja dari Posdayanya.
Satu yang menonjol dalam desertasi Lies, kata Haryono, bahwa komitmen
mempunyai kekuatan yang sangat tinggi, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kinerja. Oleh karena itu, lanjur dia, pada setiap pembentukan Posdaya — mengutip studi Dr Lies Putriana itu — selalu diminta agar pimpinan dan seluruh anggota Posdaya mempunyai komitmen terhadap organisasi Posdayanya agar kinerja Posdaya itu tinggi. Tanpa komitmen maka dengan sendirinya kita tidak bisa meningkatkan kinerja oganisasi.
Lebih dari itu, juga karena Posdaya merupakan suatu proses dengan kepemimpinan visioner. Apa yang dipertahankan Dr Lies Putriana dalam disertasinya itu sangat tepat karena organisasi Posdaya itu organisasi yang menganut kepemimpinan yang visioner. Sementara studi yang dilakukan Lies Putriana multikutural karena ada orang Jepang ada orang Indonesia. Sedangkan Posdaya dari satu desa yang sama. Sehingga multikulturalnya sangat tipis. Dengan sendirinya akan ada kemungkinan besar studi itu dikoreksi pada tingkat budaya organisasi.
Disertasi itu tidak mempelajari produk tetapi mempelajari bagaimana kepemimpinan dan budaya organisasi dengan kinerja harus diambil sebagai pelajaran yang bisa diterapkan pada Posdaya di seluruh Indonesia.
Sementara Dr Lies Putriana usai dinyatakan lulus sebagai doctor menyatakan sepaham dengan pemikiran Prof Haryono, karena apa yang dipelajarinya untuk mempertahankan desertasinya selalu melakukan perubahan-perubahan sehingga punya visi kedepan seperti inovasi, karisma, perhatian, dan itu bisa diterapkan oleh pemimpin-pemimpin Posdaya.
Dr Lies Putriana sebagai dosen tetap di Universitas Pancasila berharap apa yang diperolehnya itu dapat bermanfaat untuk masyarakat dan bukan merupakan suatu akhir dari segalanya. (junaedi)