JAKARTA (Pos Sore) — PT Godang Tua Jaya (PT GTJ) selaku pengelola Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Kota Bekasi, menyatakan telah mengolah sampah sesuai kontrak.
Selain itu, dalam klausul kontraknya, Pemprov DKI Jakarta juga diwajibkan untuk menaikan tipping fee atau biaya pengelolaan sampah, setiap dua tahun yang disesuaikan dengan kenaikan inflasi sebesar 8 persen.
“Kami tidak pernah menuntut kenaikan tipping fee, karena sesuai perjanjian kontrak kami dengan Pemprov DKI, setiap dua tahun memang ada kenaikan sebesar 8 persen yang disesuaikan dengan laju inflasi. Jadi kenaikan tipping fee itu otomatis sesuai kontrak, bukan karena ada tuntutan,” kata Direktur Utama PT GTJ Rekson Sitorus, kemarin.
“Pemprov DKI Jakarta juga diwajibkan untuk menaikan tipping fee atau biaya pengelolaan sampah, setiap dua tahun yang disesuaikan dengan kenaikan inflasi sebesar 8 persen.”
Rekson menegaskan, PT GTJ tidak pernah ikut campur menimbang volume sampah yang masuk ke TPST Bantar Gebang.
Menurutnya, selama ini Pemprov DKI Jakarta melaporkan bahwa penimbangan volume sampah dilakukan oleh tim independen khusus. Saat ini tipping yang harus dibayar Pemprov DKI sebesar Rp 123.000 per ton dari awalnya Rp114.000 per ton.
“Kami telah melakukan kegiatan penampungan hingga pengolahan sampah sesuai perjanjian yang tertuang dalam kontrak. Kami tegaskan, kami hanya menerima sampah dan mengolahnya. Sedangkan pengangkutan dan penimbangan sampah dilakukan pihak lain,” kata Rekson.
Menurut Rekson, rata-rata setiap hari, TPST Bantar Gebang menerima sekitar 5.200-5.500 ton. Memang sampah pernah mencapai 6.000 ton saat banjir melanda Jakarta.
Selain itu, terkait tipping fee, tidak seluruhnya diterima PT GTJ. “Sebab kami harus membayar pajak sebesar 2 persen, serta membayar kepada Pemerintah Kota Bekasi sebesar 20 persen dari total penghasilan,” tukasnya.
“Rata-rata setiap hari, TPST Bantar Gebang menerima sekitar 5.200-5.500 ton. Memang sampah pernah mencapai 6.000 ton saat banjir melanda Jakarta.”
Di sisi lain, Rekson menjelaskan, lahan seluas 150 hektar di TPST Bantar Gebang bukan sepenuhnya milik Pemprov DKI. Hanya 108 hektar yang dimiliki oleh Pemprov DKI, sisanya adalah swasta seluas 32 hektar.
“Lahan di Bantar Gebang bukan milik DKI sepenuhnya, hanya 108 hektar yang punya Jakarta. Di sana juga ada lahan milik swasta seluas 32 hektar,” ujarnya.
Rekson menuturkan, 108 hektar dibagi menjadi lima zona landfill seluas 81,91 hektar. Sisanya, 26,1 hektar merupakan lahan untuk fasilitas lain seperti kantor, fasilitas Instalansi Pengolahan Air Sampah, jalan operasional, saluran drainase dan sebagainya.
Sementara Direktur PT GTJ Douglas Manurung menambahkan, pengolahan sampah di TPST Bantar Gebang dikelola dengan basis teknologi tinggi, terutama untuk menghasilkan energi listrik.
Salah satu teknologi yang dikembangkan saat ini yakni sanitary landfill dengan metode Gassifikasi Landfill – Anaerobic Digestion (GALFAD).
Gas methane dari sampah organik dimanfaatkan sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Sementara sampah anorganik diolah dengan teknologi gassifikasi. Saat ini, PLTSa Bantar Gebang telah mampu memproduksi listrik sebesar 10,5 MW.
Sementara itu, kapasitas penuh sebesar 26MW ditargetkan tercapai pada 2023. Guna mendukung pencapaian target tersebut, saat ini telah dibangun gas engine, fuel skid, flare stack, dan trafo. pembangkit konvensional.
“Pengolahan sampah di TPST Bantar Gebang dikelola dengan basis teknologi tinggi, terutama untuk menghasilkan energi listrik.”
Selain mengolah sampah menjadi energi listrik, TPST Bantar Gebang juga melakukan kegiatan pemilahan, pengomposan, dan daur ulang.
Saat ini telah terbangun tiga hanggar pengolahan kompos dengan kapasitas 300 ton/hari. Semua langkah pengelolaan sampah di Jakarta baik tingkat sumber, menengah, atau akhir dilakukan sesuai masterplan persampahan DKI Jakarta.
Sekedar diketahui, DPRD Kota Bekasi berharap nilai tipping fee sampah TPST Bantar Gebang naik dari besaran angka yang diberikan Pemprov DKI saat ini, Rp123.00 per ton.
“Tipping fee saat ini Rp123.000 per ton. Menurut kami, layaknya 300.000 lebih,” tutur anggota Komisi A, Winoto dalam rapat evaluasi MoU pengelolaan TPST Bantargebang dengan Pemprov DKI Jakarta, di DPRD Kota Bekasi, pekan lalu.
Permintaan DPRD Kota Bekasi ini sontak memancing reaksi Plt Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
Menurutnya, Pemprov DKI telah memenuhi lima permintaan DPRD Kota Bekasi terkait pembuangan sampah di Bantar Gebang. Salah satu permintaan yang telah dilakukan di antaranya, DKI telah menaikkan tipping fee sampah menjadi Rp123.000 per ton.
“Sebelum mereka mengajukan lima permintaan itu, kita sudah melakukannya kok. Jadi apa lagi yang harus dipenuhi. Kita bayar tiap tahun naik. Jadi mau berapa lagi dinaikkan? Padahal logikanya, ini kan tanah saya, bukan tanah dia. Kan lucu jadinya. Terus minta dinaikin lagi,” kata Basuki.(possore/fent)