JAKARTA (possore.id) — Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) melakukan berbagai terobosan untuk mendukung pengembangan koperasi di Indonesia dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.
Hasil dari kebijakan yang ditetapkan selama periode tersebut terbukti mampu mendorong peningkatan kontribusi usaha koperasi terhadap PDB nasional dari 5,7 persen menjadi 6,2 persen di tahun 2024.
Deputi Bidang Perkoperasian KemenKopUKM Ahmad Zabadi menjelaskan, beberapa kebijakan afirmatif yang telah diterapkan.
Di antaranya, program koperasi modern yang dilaksanakan mulai 2020 hingga 2023 yang telah diintervensi sebanyak 400 koperasi dan akan menjadi 500 koperasi modern pada 2024.
Selain itu, program korporatisasi petani yang menghadirkan ekosistem hulu hilir dengan menciptakan nilai tambah ekonomi bagi petani anggota koperasi.
Dalam program ini petani menjadi penyedia bahan baku/supplyer dan koperasi menjadi konsolidator dan aggregator produk pertanian dengan mencari pasar/offtaker.
“Kami ingin koperasi menjadi bagian dari rantai pasok dari ekosistem bisnis dan terhubung dengan dunia usaha lain atau industri,” kata Ahmad Zabadi dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat (11/10).
Ia melanjutkan program hilirisasi koperasi didorong agar terintegrasi dari hulu ke hilir dalam konteks koperasi di sektor riil.
Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir program pembenahan kualitas koperasi yang dilakukan KemenKopUKM telah terbukti membuahkan hasil.
Di antaranya jumlah permodalan koperasi yang meningkat dari Rp200,66 triliun di tahun 2014 menjadi Rp275,06 triliun di tahun 2023.
Ada juga dari 23.506 usaha simpan pinjam koperasi yang telah mengikuti/masih berproses di self declare dalam rangka tindak lanjut UU P2SK tahun 2024 yaitu sebesar Rp235,7 triliun.
Berdasarkan ODS per 31 Desember 2023, jumlah koperasi sebanyak 130.119 unit.
Program atau kebijakan lain yang ditempuh KemenKopUKM dalam pengembangan koperasi yaitu pembangunan Pabrik Minyak Makan Merah (M3) berbasis koperasi.
Melalui program ini petani sawit mendapat kepastian harga Tandan Buah Segar (TBS) dan memperoleh manfaat dari proses hilirisasi CPO sehingga kesejahteraan mereka meningkat.
Saat ini sudah ada lima pabrik minyak makan merah yang sedang dibangun secara mandiri oleh koperasi.
“Kami harap akan ada 6 – 8 pabrik minyak makan merah yang nantinya dikelola oleh koperasi untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng yang lebih berkualitas dan bergizi,” kata Ahmad Zabadi.
KemenKopUKM juga mendorong program Solar Untuk Koperasi (Solusi) Nelayan untuk memenuhi kebutuhan solar bersubsidi bagi nelayan dengan pengelolaan SPBU Nelayan dilakukan oleh koperasi.
Program ini sudah berjalan di 11 titik dengan volume BBM yang disalurkan mencapai 7.300 KL.
Selain itu juga ada program revitalisasi pasar rakyat untuk memberikan akses pemasaran kepada pelaku usaha mikro dan kecil sehingga dapat membangun eksosistem bisnisdi wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) melalui wadah koperasi.
Dari tahun 2022 hingga 2024 telah dibangun 11 pasar melalui skema penganggaran tugas pembantuan.
“Pada tahun 2024 ini lokasi yang ditetapkan adalah Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Parigi Mountong, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Sintang, Kabupaten Maybrat, dan Kabupaten Musi Rawas Utara,” kata Ahmad Zabadi.
Dalam rangka mendukung pengembangan ekosistem perkoperasian, KemenKopUKM juga aktif mendorong pelaksanaan revisi Undang-Undang Perkoperasian Nomor 25 Tahun 1992.
Meski revisi Undang-Undang ini belum dilaksanakan pada periode 2019-2024, Ahmad Zabadi berharap di periode selanjutnya dapat ditetapkan regulasi baru yang diharapkan.
Menurut Ahmad Zabadi, regulasi perkoperasian yang berlaku saat ini sudah tidak relevan dengan perkembangan dan situasi yang ada.
Dibutuhkan perlindungan yang lebih konkret oleh negara terhadap koperasi dan anggota karena banyaknya kasus koperasi gagal bayar.
Melalui revisi Undang-Undang tersebut beberapa poin penting terkait pengawasan koperasi telah dirumuskan oleh KemenKopUKM.
“Dari RUU itu kita ingin koperasi itu seperti perbankan yang memiliki LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) jadi ketika koperasi ada guncangan likuiditas, anggota akan terlindungi karena dananya dijamin LPS,” kata Ahmad Zabadi.
Kemudian, dalam rangka mendorong kelembagaan koperasi agar lebih adaptif terhadap perkembangan zaman, KemenKopUKM telah menerbitkan Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 8 Tahun 2021 tentang Koperasi dengan model Multi Pihak.
PermenKopUKM ini memungkinkan koperasi mengolaborasi aneka sumberdaya seperti modal, tenaga, keterampilan, keahlian, kepakaran, berbagi modalitas lain, seraya merekognisi keberadaan kelompok-kelompok anggota sesuai dengan peran dan kontribusinya.
“Ini salah satu regulasi agar koperasi terus diminati serta sebagai upaya dalam menciptakan ekosistem bisnis yang dinamis, adaptif, dan akomodatif bagi kepentingan anggota dan masyarakat,” kata Ahmad Zabadi.
Sementara itu, terkait dengan kasus gagal bayar pada 8 koperasi bermasalah, Ahmad Zabadi memastikan akan terus memonitoring upaya pemenuhan keputusan sidang homologasi.
Meski saat ini Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Koperasi Bermasalah telah berakhir tugasnya, namun KemenKopUKM terus mengawal kasus ini agar hak-hak anggota koperasi yang dirugikan dapat dibayarkan.
Setelah berakhirnya masa tugas Satgas Koperasi Bermasalah, KemenKopUKM telah menggantinya dengan Tim Pendamping dan Pemantau Koperasi Bermasalah.
Dari catatan tim pendamping tersebut, tercatat ada total tagihan sebesar Rp26 triliun dan telah dibayarkan sebesar Rp3,4 triliun.
“Kami telah membentuk tim pendamping 8 kop bermasalah yang diputus homologasi skema perdamaian PKPU di pengadilan niaga” kata Ahmad Zabadi.
Untuk penguatan memperkuat Pengawasan Koperasi, Deputi Bidang Perkoperasian telah melakukan Pendidikan dan Pelatihan bagi Pejabat Funsional Pengawas Koperasi (PFPK) sebanyak 1.732 orang terdiri dari 1.461 orang PNS dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja sebanyak 271 orang.
“Ke depan Kementerian Koperasi lebih siap dalam pengawasan koperasi, harapannya jumlah koperasi bermasalah akan terus berkurang tegas Zabadi.