15/10/2025
AktualEkonomi

Kemasan Baru, Problem Lama: Publik Masih Mengeluh Soal Beras SPHP Bulog

POSSORE.ID, Jakarta – Di sebuah dapur sederhana di pinggiran ibu kota, aroma nasi baru saja terangkat dari kukusan. Namun begitu sendok menyentuh, teksturnya terasa aneh: agak pera, kering, dan tak pulen sebagaimana harapan kebanyakan orang. “Lebih cocok untuk nasi goreng,” ujar seorang ibu rumah tangga sambil tersenyum getir. Ia sedang berbicara tentang beras SPHP, produk yang digadang-gadang Perum BULOG sebagai penopang stabilisasi pangan nasional.

Beras SPHP yang dinilai perak oleh sebagian masyarakart

Senin, 22 September lalu, BULOG kembali menandatangani kontrak pengadaan kemasan beras SPHP ukuran 5 kilogram Tahap II Tahun 2025. Acara ini berlangsung megah di kantor pusat, dihadiri jajaran direksi dan mitra penyedia kemasan. Semangat yang ditunjukkan seolah menandai langkah strategis baru dalam menjaga pasokan pangan. Tetapi di balik itu, pertanyaan mendasar masih menggantung: apakah sekadar kemasan baru bisa menjawab keresahan publik terhadap kualitas dan harga beras yang terus menanjak?

Direktur Pengadaan Perum BULOG, Prihasto Setyanto, menegaskan proses pengadaan dilakukan dengan prinsip transparansi dan profesional. “Saya pastikan pengadaan ini fair, terbuka, dan menghasilkan kemasan terbaik dari sisi kualitas maupun ketepatan waktu distribusi,” katanya. Pernyataan itu memang menenangkan di atas kertas. Namun masyarakat tentu berharap bukan hanya kemasan yang berkualitas, melainkan juga isi di dalamnya.

Fakta di lapangan berbicara lain. Harga beras di pasar-pasar tradisional maupun ritel modern kian menekan kantong masyarakat. Padahal di gudang-gudang BULOG, tumpukan beras masih melimpah. Ironisnya, alih-alih harga stabil, tren yang terlihat justru sebaliknya. Laporan Badan Pangan Nasional mencatat harga beras medium sempat menyentuh kisaran Rp13.200–Rp13.500 per kilogram pada September ini—angka yang jelas lebih tinggi dibanding awal tahun.

Masalah lain datang dari sisi biaya. Setiap butir beras yang tersimpan di gudang bukan hanya stok, melainkan juga beban. BULOG harus mengeluarkan biaya penyimpanan, perawatan, hingga fumigasi untuk mencegah hama. Belum lagi anggaran untuk operasi pasar, yang nilainya bisa mencapai triliunan rupiah setiap tahun. Sebagai ilustrasi, tahun 2024 lalu BULOG menghabiskan lebih dari Rp3 triliun untuk program stabilisasi harga, termasuk subsidi logistik. Pertanyaan kritisnya: sejauh mana efektivitas biaya sebesar itu bila kenyataannya harga tetap naik dan kualitas beras SPHP masih jadi keluhan?

Tender terbuka untuk pengadaan kemasan SPHP tahap II memang sudah dilaksanakan sejak 25 Agustus hingga 17 September lalu. Mitra penyedia pun mulai memproduksi kemasan baru untuk kemudian didistribusikan ke seluruh Kanwil dan Kancab BULOG. Rencana pengiriman dijadwalkan akhir September ini. Secara administratif, semua berjalan sesuai prosedur. Namun publik mungkin bertanya, bukankah perhatian seharusnya lebih fokus pada kualitas beras yang dikemas, bukan sekadar plastik yang membungkusnya?

Di ruang rapat pusat, para direksi BULOG optimistis bahwa desain kemasan yang seragam akan memperkuat citra dan kepercayaan masyarakat. Harapannya, beras SPHP bisa lebih mudah dikenali. Akan tetapi di ruang-ruang dapur rakyat, masalah utamanya tetap sama: tekstur dan rasa beras yang sering kali dianggap tidak sesuai selera, ditambah harga yang tak juga ramah.

Kritik ini tentu bukan untuk menafikan kerja keras BULOG dalam menjaga ketahanan pangan. Lembaga ini memang punya beban ganda: menyerap gabah petani demi melindungi harga di tingkat produsen, sekaligus mendistribusikan beras murah bagi konsumen. Persoalannya, beban biaya penyimpanan, distribusi, dan operasi pasar kerap menjadi lingkaran setan yang sulit diurai.

Di sisi lain, keberanian BULOG menegaskan prinsip akuntabilitas memang layak diapresiasi. Namun transparansi pengadaan kemasan hanya satu keping puzzle dari persoalan yang lebih besar: bagaimana memastikan beras SPHP benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat, baik dari sisi rasa maupun harga.

Beras dalam kemasan baru mungkin akan terlihat lebih rapi dan menarik di rak-rak toko. Tapi tanpa perbaikan kualitas isi, kemasan itu hanyalah baju baru bagi masalah lama. Publik masih menunggu bukti nyata bahwa BULOG tidak hanya sibuk mengurus plastik, melainkan sungguh hadir menyelesaikan persoalan pangan. (aryodewo)

Leave a Comment