18.7 C
New York
06/11/2025
Aktual

Kasus Novel Baswedan, Perkara Pidana Murni

JAKARTA (Pos Sore) -– Siapa yang tak kenal dengan penyidik senior di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan. Selama 6 tahun, sepak terjangnya dalam menangani kasus tindak pidana korupsi (tipikor) kerap menghiasi pemberitaan di media massa.

Novel pernah bersitegang dengan kepolisian saat menggeledah Kantor Korps Lalu Lintas (Korlantas) Mabes Polri, menjadi Wakil Ketua Satgas kasus simulator yang ditangani KPK.

Ia juga menjadi penyidik dalam kasus Muhammad Nazaruddin. Dia bahkan sempat dipanggil ke pengadilan atas permintaan pengacara Nazaruddin yang merasa keberatan dengan proses penyidikan di KPK.

Atas sepak terjangnya, masyarakat lantas menilainya sebagai pahlawan anti korupsi. Namun, bagi Madun Hariyadi, aktivis LSM Gerakan Penyelamat Harta Negara (GPHN), sebutan pahlawan, terlalu berlebihan.

“Yang disebut pahlawan itu adalah mereka yang membela tanah air dari penjajahan dan melakukannya tampa pamrih hingga nyawa taruhannya. Nah dia itu belum layak disebut pahlawan, wong dia digaji untuk melaksanakan tugasnya dan tinggal mengolah data yang sudah tersedia,” papar Madun, Selasa (9/2).

Madun Hariyadi berpendapat pekerjaan mengusut tipikor jauh lebih mudah dilakukan jika dibandingkan dalam mengusut kasus pidana umum.

“Mengusut tipikor itu tidak susah kok. Karena ada wewenang untuk melakukan penyadapan dan anggarannya pun tersedia,” kata Madun yang pernah bekerjasama dengan KPK guna melaporkan adanya dugaan tipikor melalui LSM GPHN pada periode 2007 – 2014.

Selain itu, lanjutnya, data-data penunjang akan adanya indikasi penyimpangan korupsi bisa didapat oleh lembaga sekelas KPK. Penyidik tinggal melakukan sidik dan penyelidikan.

Malah jauh lebih rumit jika aparat penegak hukum mengungkap kasus pembunuhan. Dalam kasus pidana umum, sejumlah barang bukti harus dicari dari awal penelusuran setelah laporan masuk.

Menanggapi perkara Novel di Bengkulu pada 2004, Madun menilai hal tersebut lebih kepada perkara pidana murni. Hanya saja, publik melihat momentumnya bersamaan saat kisruh KPK-Polri.

Lalu seolah-olah Novel dikriminalisasi dengan dicuatkannya kembali perkara tewasnya pemburu sarang walet saat menjabat Kasatreskrim di Polres Bengkulu.

“Namun, intinya adalah Novel bukan malaikat, dia juga bisa melakukan kesalahan dan setiap orang yang melanggar hukum harus diadili sesuai fakta hukum,” tandasnya. (tety)

Leave a Comment