Apapun model kabinet yang akan dibentuk, Presiden Prabowo dan timnya akan menghadapi persoalan bagaimana membentuk pemerintahan (kabinet).
Satu sisi memerlukan dukungan politik memadai serta merupakan perwakilan dari
semua kekuatan politik. Pada sisi lain, bagaimana membentuk kabinet yang
mampu memerintah dan bekerja secara efektif berbasis kompetensi.
Dengan kata lain, dalam pembentukan kabinet mendatang, pemerintahan yang
baru akan dihadapkan pada pilihan antara dimensi representativeness dan
dimensi governability.
“Faktor keterwakilan dan dukungan politik pada satu sisi, serta faktor kemampuan memerintah secara efektif pada sisi lain menjadi pilihan dilematis yang selalu dihadapi oleh setiap pemerintahan di Indonesia,” lanjut Pontjo.
Dikatakan dilematis karena sebagai konsekuensi dianutnya sistem pemerintahan presidensial yang bergandengan dengan sistem
multipartai.
Kabinet-kabinet yang dibentuk awal kemerdekaan (1945-1950) umumnya
berbasis koalisi partai politik, dan hanya sedikit yang berbasis kompetensi (zaken
kabinet).
Di antara sedikit zaken kabinet berbasis kompetensi/profesionalisme yang
perlu dicatat adalah Kabinet Natsir (September 1950 – Maret 1951), Kabinet Wilopo (April 1952 – Juni 1953), dan yang terutama Kabinet Djuanda (April 1957 – Juli 1959).