Pertumbuhan konsumsi kopi semakin tinggi saja di Indonesia. Berbagai kedai kopi bermunculan bak jamur di musim hujan. Mulai dari kelas kaki lima hingga bintang lima. Mulai dari warung-warung hingga kafe-kafe di mal-mal.
Tren ini juga memunculkan produk-produk kopi instan yang menawarkan kemudahan dalam penyajian, dan harganya yang terjangkau. Adanya kopi-kopi instan ini membuat tren menyeruput kopi kian meningkat. Terlebih diyakini kopi bisa menstimulasi kinerja memori di otak.
Meski begitu, masyarakat perlu hati-hati dalam mengonsumsi kopi instan mengingat kandungan bahan pemanisnya yang kuat yang justru mengurangi manfaat utama dari kopi tersebut. Komposisi gula dan susu di kopi instan justru lebih banyak dari kopinya sehingga, ini malah menutup kualitas asli kopi.
Adi W Taroepatjeka, ahli kopi, mengatakan, kopi instan umumnya terbuat dari kopi robusta yang banyak diproduksi di Indonesia. Kopi jenis ini umumnya dijual lebih murah dari kopi arabika. Menjadikan penggunaan robusta alasan utama para produsen kopi instan. “Terkadang produsen bahkan tidak memperhatikan kualitas kopi robusta yang mereka pakai, untuk menekan harga produksi. Akibatnya, kualitas kopi yang dihasilkan pun serba instan,” katanya di sela peluncuran Nescafe Dolce Gusto, Senayan City Jakarta, Selasa (2/9).
Kopi-kopi instan yang diburu masyarakat saat ini berdampak jauh lebih besar terhadap kesehatan masyarakat. Antara lain, risiko terkena penyakit diabetes dan kardiovaskular menjadi ancaman utama para penikmat kopi instan. “Fokus utama mereka adalah penjualan. Kalau ingin kopi yang enak di tubuh, apa boleh buat kita harus mengeluarkan uang lebih banyak,” kata Adi.
Kopi dengan kualitas baik, menurutnya, yang bermanfaat untuk kesehatan otak dan sebagai obat anti-depresan. Kopi dengan kandungan kafein kurang dari 1,5 persen, juga kerap digunakan untuk mencegah penyakit jantung dan stroke. (tety)