Penghargaan terhadap perempuan telah ada sejak peradaban kuno
Ingrid menyampaikan jika penghargaan terhadap perempuan telah ada sejak peradaban kuno. Dibuktikan dari adanya peninggalan-peninggalan arkeologis yang tercermin pada arca megalitik.
Terdapat juga pada relief candi-candi yang menggambarkan tokoh perempuan pada masa Hindu-Buddha sebagai sosok pelindung anak. Sebut saja relief Dewi Hariti di Candi Mendut yang dibangun pada masa Mataram Kuno abad ke-9 M.
Candi Panataran dan Candi Surawana juga terdapat relief perempuan manusia biasa yang dikenal sebagai Sri Tanjung yang terlihat sebelum kematiannya tampak disanggul.
Begitu pula pada Candi Tegawangi terdapat penggambaran kisah Sudhamala yang memperlihatkan tokoh Dewi Durga atau Ra Nini.
Dilihat dari penggambaran pada relief-relief candi tersebut, perempuan pada masa Jawa Kuno, terutama zaman Majapahit telah memiliki beragam kedudukan dan peran. Tidak hanya berperan dalam kehidupan domestik, tetapi juga memasuki ranah publik.
Secara keseluruhan, dapat diketahui penghargaan kepada kaum perempuan telah berlangsung lama. Mulai dari peradaban kuno hingga terus berlanjut dalam periode kerajaan-kerajaan Islam Nusantara.
“Jadi jauh sebelum negara Republik Indonesia itu berdiri. Kedudukan dan peran perempuan Nusantara telah maju dalam kebudayaan sejak masa silam, dan hal itu merupakan salah satu jatidiri bangsa ini,” urainya.
Karena itu, Ingrid mengajak semua pihak untuk melestarikan pemberian penghargaan kepada perempuan inspiratif. Meski bentuknya berbeda, namun menghargai perempuan sama halnya dengan memelihara jatidiri bangsa Indonesia.
“Dalam pemberian penghargaan ini Ipemi melengkapinya bukan melalu arca di candi tapi melalui buku yang mengupas tentang perjuangan ibu-ibu semua dalam menjalankan peran dan memberikan kontribusi terbaik bagi keluarga dan bangsa,” ucapnya.