JAKARTA (Pos Sore) — Para pengusaha asal Jerman menilai Indonesia memiliki peluang besar dalam pengembangan industri mesin. Sayangnya, hingga saat ini, penyediaan komponen dasar dan pendukung masih kurang.Jika dibanding negara lainnya seperti RRT, India, dan Thailand,Indonesia masih tertinggal.
“Terutama dari sisi upah buruh sama kompetitifnya di Indonesia dibanding dengan tenaga kerja dari China dan India.”
Kondisi ini menjadi penyebab,para pengusaha Jerman kesulitan ketika mengajukan izin pembangunan industrinya di Indonesia.Makanya, mereka umumnya memulai usaha dengan menjadi agen perdagangan. Hampir sebagian besar, para investor ini cenderung mendahulukan investasinya di negara-negara yang sudah siap industri pendukungnya.
Indonesia menurut pandangan pelaku usaha asal Jerman yang juga Pimpinan VDMA (Verband Deutscher Maschinen und Anglagenbau Garment and Leather, Günter Veit,memiliki peluang besar. “Terutama dari sisi upah buruh di Indonesia sama kompetitifnya dibanding dengan tenaga kerja dari China dan India,” ungkapnya di sela pameran Intertex 2014 di PRJ,Rabu (24/4).
Di pameran kali ini, katanya, sekitar 8 perusahaan permesinan Tektil Produk Tekstil (TPT) dan Garmen, ikut berpartisipasi dengan mennyuguhkan mesin berkuliats tinggi hemat energy sesuai tuntutan dunia global saat ini.Hanya saja, harganya lebih mahal ketimbang produk lain di Asean yang diciptakan.
Veit menilai Indonesia juga cukup berpotensi membangun industri manufaktur melalui bidang permesinan.Tentunya dengan dukungan industri komponen. Ia sendiri telah berkiprah di Indonesian puluhan tahun. “Jika dilihat dari peningkatan upah dan biaya produksi yang cukup mahal di RRT,justru telah mendorong terjadinya pergeseran lokasi produksi garmen ke wilayah selatan,khususnya Asia Tenggara.”
Ini mendorong tingginya kebutuhan akan mesin-mesin.Hal ini juga mendorong sejumlah negara seperti Jerman, Jepang, RRT, AS, India, dan Turki menyediakan mesin yang memenuhi kebutuhan pasar, khususnya di bidang mesin jahit dan garmen.
Berdasarkan data Kementerian Perindustriian, negara asal impor tertinggi untuk kelompok industri mesin dan peralatan listrik adalah RRT senilai US$5,4 miliar. Kemudian,Jepang US$4,14 miliar, Thailand US$1,67 miliar, Singapura US$1,43 miliar, dan Jerman US$1,3 miliar. Menurut Veit, China menjadi negara pemasok impor mesin-mesin paling tinggi, karena Indonesia lebih suka membeli produk mesin yang harganya murah.(fitri)