05/11/2025
AktualEkonomi

Industri Mebel dan Kerajinan: Potensi Besar untuk Ekonomi Indonesia

JAKARTA, PosSore – Di tengah pelaksanaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) HIMKI 2025 di Hotel Manhattan Jakarta, Ketua Umum himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), Abdul Sobur, berbicara tentang prospek cerah industri mebel dan kerajinan Indonesia. Dengan ketersediaan bahan baku yang melimpah, tenaga kerja yang terampil, serta pasar yang terus berkembang, Sobur optimis sektor ini dapat menjadi andalan Indonesia di masa depan.

Rapat Kerja Nasional Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) 2025 di Hotel Manhattan Jakarta berlangsung meriah

Menurut Sobur, industri mebel dan kerajinan menjadi sektor prioritas berkat kemampuan menghasilkan produk bernilai tinggi yang dapat bersaing di pasar global. Sektor ini juga memberikan dampak signifikan pada perekonomian Indonesia, baik dari segi penciptaan lapangan kerja maupun kontribusinya terhadap devisa negara. “Kita memiliki bahan baku yang beragam seperti kayu, rotan, bambu, hingga serat alam lainnya yang menjadi kekuatan utama bagi industri ini,” ujarnya.

Daya saing industri furnitur Indonesia di pasar global, lanjut Sobur, terletak pada keberlanjutan bahan baku alami, desain yang khas dan berciri lokal, serta kualitas tenaga kerja yang terampil. Meski ekonomi dunia belum sepenuhnya pulih akibat dinamika geopolitik, permintaan terhadap produk mebel dan kerajinan tetap tumbuh. China dan Vietnam saat ini masih memimpin pasar ekspor mebel global.

Berdasarkan data Expert Market Research, nilai pasar furnitur global pada 2024 diperkirakan mencapai USD 660 miliar dan akan tumbuh 4,9% per tahun pada periode 2025–2034. Sobur optimis, meskipun ada perlambatan ekspor, industri furnitur Indonesia akan kembali bangkit, salah satunya melalui pameran IFEX yang akan digelar pada Maret 2025, sebagai upaya untuk menahan penurunan ekspor.

Pasar global tetap menawarkan peluang, terutama dengan pembangunan infrastruktur yang meningkat di berbagai negara. Walaupun AS dan Eropa masih menjadi pasar utama, permintaan dari kedua kawasan tersebut diperkirakan akan menurun karena inflasi yang tinggi. Oleh karena itu, Sobur menekankan pentingnya mengeksplorasi pasar baru di kawasan Timur Tengah, India, dan Asia.

Target HIMKI pada 2030 adalah mencapai ekspor produk furnitur Indonesia senilai USD 6 miliar, sebuah pencapaian yang diharapkan dapat mengangkat posisi Indonesia di pasar internasional.

Apresiasi Menteri Perindustrian

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita memberikan apresiasi terhadap HIMKI dalam sambutannya yang dibacakan oleh Direktur Jenderal Industri Agro, Putu Juli Ardika. HIMKI dianggap telah berkontribusi besar dalam memajukan industri furnitur Indonesia melalui sinergi yang erat dengan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya.

Agus juga menekankan pentingnya hilirisasi industri hasil hutan sebagai langkah strategis untuk meningkatkan nilai tambah produk dan memperkuat struktur industri. Hal ini sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian. “Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada Januari 2025 tercatat 53,10, yang menunjukkan fase ekspansi bagi industri. Ini adalah kesempatan bagi pelaku industri untuk semakin meningkatkan daya saing,” katanya.

Dalam perkembangan tren furnitur global, penggunaan material ramah lingkungan, integrasi dengan teknologi pintar, dan desain multifungsi semakin digemari. Teknologi Augmented Reality (AR) dan 3D printing kini digunakan untuk meningkatkan kemudahan berbelanja furnitur dan menekan biaya produksi.

Namun, Sobur menyebutkan beberapa tantangan yang dihadapi industri furnitur Indonesia, di antaranya hambatan logistik ekspor yang disebabkan ketegangan geopolitik, kebijakan lingkungan di negara tujuan ekspor seperti regulasi EUDR di Uni Eropa, serta meningkatnya impor furnitur berbahan logam dan plastik.

Untuk mengatasi tantangan ini, Kementerian Perindustrian telah menyusun lima strategi utama: pertama, memastikan ketersediaan bahan baku dengan rantai pasok yang efisien; kedua, menyediakan SDM terampil melalui Politeknik Furnitur dan Pengolahan Kayu di Kendal; ketiga, memperluas pasar dengan mendorong partisipasi industri dalam pameran internasional dan memperluas pasar non-tradisional.

Strategi keempat adalah meningkatkan produktivitas dan kualitas produk, termasuk dengan program restrukturisasi mesin dan peralatan. Kelima, menciptakan iklim usaha yang kondusif untuk menarik investasi. Sebagai contoh, pada 2024, enam perusahaan furnitur Indonesia telah difasilitasi untuk berpartisipasi dalam pameran Index Plus New Delhi, India, dengan respons pasar yang sangat positif.

Selain itu, Kementerian Perindustrian juga mendukung pengembangan desain furnitur melalui kolaborasi antara desainer dan pelaku industri. Program Restrukturisasi Mesin/Peralatan Industri Pengolahan Kayu yang dimulai sejak 2022 juga terus berjalan, dengan 33 perusahaan menerima fasilitas ini senilai Rp 20,6 miliar.

Dengan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, asosiasi, dan pelaku usaha, industri furnitur Indonesia diharapkan dapat terus berkembang, berdaya saing, dan memanfaatkan peluang pasar global yang terbuka lebar. (aryodewo)

 

 

Leave a Comment