JAKARTA (Pos Sore) — Pelaku pasar dunia menilai Indonesia satu dari 5 negara fragile five (mata uang berisiko tinggi) terhadap tekanan ekonomi global. Kondisi ini sangat rentan terhadap terjadinya pelarian modal ke luar negeri (capital out flow/capital fligh) yang akan merusak sendi perekonomian nasional.
Ke-5 negara itu antara lain Indonesia, Afrika Selatan, Brasil, Turki, dan India. Akibatnya mata uang kelima negara ini dinilai sangat rentan terhadap tekanan karena inflasi yang tinggi, defisit neraca berjalan. Termasuk kelemahan struktur ekonomi di dalam negeri masing-masing.
Menanggapi hal ini, Menteri Keuangan Chatib Basri justru tidak terlalu ambil pusing dan menilai wacana pengelompokan itu bertolak belakang denganIndonesia di dalam negara fragile five stabilitas rupiah dalam beberapa waktu terakhir. “Tidak apa-apa , rupiahnya masih di situ-situ saja kok,” ungkap Chatib, kemarin.
Malahan ia meminta pelaku pasar menilai sendiri kinerja moneter Indonesia dengan melihat posisi pergerakan rupiah dalam beberapa waktu terakhir.
Yang pasti, kata dia, mata uang rupiah,masih tetap stabil kendati sempat berada di bawah tekanan penurunan likuiditas finansial global akibat pengurangan stimulus moneter Bank Sentral Amerika Serikat yang telah bergulir sejak Januari. Dan diperkirakan berlanjut pada Februari.
Mengacu pada data Bank Indonesia dalam satu bulan terakhir tergambar fluktuasi nilai tukar rupiah berada di kisaran Rp12.200.Sempat menyentuh titik tertinggi Rp12.047 pada 13 Januari 2014. Posisi terendah terjadi pada 28 Januari 2013 senilai Rp12.267.
Wacana ini muncul sejak pertengahan tahun 2013 dakn mengemuka beberapa hari terakhir setelah implementasi pengurangan stimulus moneter sebesar US$10 miliar pada Januari dan keputusan The Fed untuk mengurangi lagi suntikan dana senilai US$10 miliar pada Februari.(fitri)