JAKARTA (Pos Sore) — Indonesia memiliki potensi sagu yang bisa dikembangkan setara dengan gandum. Karenanya, Indonesia tidak perlu menjadi negara pengimpor gandum. Sagu sendiri bisa menjadi solusi tepat untuk menggantikan gandum. Sagu, bahkan, justeru lebih kaya akan serat. Jadi tidak perlu ada lagi impor terigu, jika sagu sudah dimanfaatkan dengan baik.
“Pati sagu itu dapat digunakan untuk roti, kue kering, biskuit, kerupuk, dan empek-empek,” kata Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Mohammad Bintoro, di sela diskusi yang diselenggarakan Masyarakat Ilmu Pengetahuan (Mapiktek) bertema Pengembangan Industrialisasi Sagu Berbasis Inovasi Teknologi Untuk Membangun Ketahanan Pangan Nasional, di gedung BPPT, kemarin.
Menurut Bintoro, Indonesia sendiri, negara pengimpor gandum terbesar nomor dua di dunia setelah Mesir. Impor gandum Indonesia mencapai 6,2 juta metrik ton dengan nilai 2,2 miliar dolar AS.
Kepala Balai Besar Pasca Panen Litbang Kementerian Pertanian, Rudy Tjahjohutomo, mengakui sampai saat ini sagu belum banyak dilirik oleh industri, meskipun sagu lebih kaya serat dibandingkan gandum. “Industri banyak yang belum tertarik mengolah sagu menjadi tepung. Makanya, masyarakat jadi kesulitan memanfaatkan sagu menjadi makanan olahan,” ujar Rudy.
Sebagai bahan makanan sagu bahkan lebih hebat, karena mempunyai kandungan serat empat kali dari gandum. Kandungan serat yang banyak itu sangat cocok untuk usus. Sagu juga aman dikonsumsi oleh penderita diabetes. Berbeda dengan bahan pangan lain seperti beras yang minim serat dan tinggi glukosa.
Sementara itu, Deputi Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi Listyani Wijayanti mengatakan untuk menunjang industrialisasi sagu diperlukan adanya pusat inovasi sagu. Pusat inovasi itu difungsikan sebagai tempat membantu menyelesaikan masalah-masalah nyata tentang persaguan dengan pendekatan secara holistik dan sistemik. (tety)