JAKARTA (Pos Sore) — Komisi I DPR RI minta pemerintah tidak tergesa-gesa menandatangani ratifikasi konvensi perjanjian tororisme dan nuklir. Pasalnya, Indonesia punya pengalaman buruk menandatangani perjanjian soal nuklir.
Itu disampaikan Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Agus Gumiwang Kartasasmita dalam Rapat Dengar Pendapat dengan perwakilan LSM dan pakar nuklir, Rabu (5/2).
“Kala itu, Amerika Serikat gencar melobi DPR untuk bersedia meratifikasi perjanjian International Convention for The Suppresion of Act of Nuclear Terrorism (CTBT). Namun, 1,5 tahun setelah DPR menyetujui itu, sampai kini AS tidak mau meratifikasinya.”
“Indonesia terkesan cuma dimanfaatkan negara besar pemilik nuklir. Indonesia didorong-dorong meratifikasinya, tapi negara-negara tersebut malah tidak ikutan membubuhkan tanda tangan.”
Dikatakan, Indonesia terkesan cuma dimanfaatkan negara besar pemilik nuklir. Indonesia didorong-dorong meratifikasinya, tapi negara-negara tersebut malah tidak ikutan membubuhkan tanda tangan.
Pakar dan kalangan LSM yang diundang DPR memberikan pandangan bahwa ratifikasi itu bermanfaat buat Indonesia. Menurut mereka, ratifikasi itu akan membuat Indonesia dianggap patuh pada aturan internasional.
“Ini akan membuat posisi Indonesia di dunia internasional makin dipercaya sebagai negara yang berkomitmen menggunakan nuklir untuk tujuan damai,” kata Prof Dr Zaki Su’ud.
Ya, pertengahan Februari, Komisi I bersama pemerintah akan mengambil keputusan tingkat pertama terkait hal ini. Masukan dari pakar nuklir dan kalangan LSM akan jadi salah satu pertimbangan dalam pengambilan keputusan tersebut. (akhir)