IMPIAN untuk menjadikan batik sebagai busana kebanggaan bangsa Indonesia membawa wanita asal Tegal, Jawa Tengah ini melanglangbuana ke seantero negara di Asia dan Eropa untuk menggelar pameran. Semangatnya itu kian terpatri ketika busana batik mendapat sambutan dunia internasional, apalagi ketika mantan Sekjen PBB Almarhum Nelson Mandela selalu tampil pada ajang-ajang internasional dengan mengenakan baju bermotif batik.
Dia adalah Ethy Setiawati, atau yang lebih dikenal dengan panggilan Ethys Mayoshi yang getol menggumuli bisnis ini karena sangat mencintai batik, apalagi membuat batik tulis dan cap atau yang lebih dikenal dengan sebutan batik ceplok sudah merupakan warisan turun temurun dengan konsep perpaduan antara antara tradisional dan modern.
Ethy melalui ie_osh batiknya menggenggam slogan “Different and Classy” dan bertekad memberikan produk-produk batik yang berkualitas dalam jumlah yang sangat terbatas. Hal ini sangat berbeda dengan produk batik lainnya. Satu nilai tersendiri yang diemban Ethy dan usahanya adalah memuaskan pencinta batik dengan motif yang disesuaikan dengan selera dan imajinasi calon pemakainya.
Saat ini ie_osh batik mempekerjakan 50 karyawan yang terdiri kaum wanita berusia lanjut sebagai mentor, kaum ibu usia produktif dan kalangan remaja. Untuk menggali dan meningkatkan kecintaan terhadap Busana Tradisional Indonesia, ie_osh batik secara rutin mengadakan pelatihan membatik baik untuk pribadi maupun kelompok yang ingin belajar membatik dan memproduksi batik. Juga digelar pelatihan untuk pemerintah daerah yang berkeinginan memproduksi batik Khas daerahnya yang bisa menjadi kebanggaan.
Ibu dari Yosi Mardita, siswi klas I SMPN 1 Tegal ini sudah delapan tahun menekuni bisnis batik kontemporer dan tradisional dan sudah berkali kali menggelar pameran di dalam maupun luar negeri. Pameran yang dihampar di Thailand, Belanda, Jerman, Swiss, Norwegia dan Perancis mendapat kunjungan yang sama sekali di luar dugaannya semula.
Rata-rata pengunjung memesan batik untuk dijadikan sebagai souvenir. Hal ini disebabkan karena ketidaktahuan mereka terhadap teknik pembuatan batik yang ada. Namun hal itu bagi ie-osh Batik tidak menjadi masalah sebab bagi mereka menerobos pasar dunia adalah tujuan utama.
Alumnus Institut Manajemen Koperasi Indonesia ini selalu mengedepankan keinginan pelanggan, bahkan untuk itu telepon genggam yang ditangannya tidak henti berdering. Baik itu berupa pesanan atau hanya sekadar konsultasi masalah batik terutama dari kaum ibu yang masih belum memahami seluk beluk batik. Dia pun tidak segan-segan untuk meluangkan waktunya menjawab semua pertanyaan pelanggan. Baginya ini adalah bagian dari pelayanan prima yang menjadi tekad utama Ethy dan ie-osh batik yang dipimpinnya.
Omset penjualan batik tulis dan cap (ceplok) per bulannya saat ini sudah mencapai Rp100-150 juta. Satu jumlah yang tidak sedikit. Lantas bagaimana Ethy bisa mendongkrak rupiah dalam jumlah tersebut? Jawabnya santai dan tegas, yakni dengan mengikuti pameran yang digelar oleh instansi pemerintah dan swasta termasuk perguruan tinggi. Sebab melalui pameran, pencinta batik bisa memilah dan memilih batik dari berbagai jenis dan cara pembuatannya. Dan bagi mereka yang mengerti batik, tentu akan memilih batik tulis atau ceplok (cap).
Melalui pameran jualah, kata Ethy yang semasa kecilnya kalau ngambeg suka mencoreng dinding rumah ini, berbagai pesanan untuk perorangan sering diterima dari palanggan yang paham batik meskipun ie_osh batik lebih memfokuskan usahanya pada pesanan dalam jumlah besar, katanya sambil mengenang masa kecilnya yang selalu dikelilingi para pencinta batik.
Komitmen Ethy dan ie_osh Batiknya adalah senantiasa mendukung berbagai upaya pemerintah untuk memajukan seni dan budaya di negeri ini. untuk itu dia akan terus berupaya melestarikan dan mengembangan batik secara luas sehingga dapat dipresentasikan ke dalam berbagai unsur kehidupan sehari-hari. (hasyim)
3 comments