Oleh MPU WESI GENI
BAGIAN SATU
Dalam hidup ini, bisa saja setiap orang punya kelebihan dari orang lain. Jarang sekali seseorang mempunyai keseluruhan kelebihan sempurna. Telah demikian fitrah yang diberikan Tuhan kepada manusia. Seperti juga kepada para nabi, Nabi Ibrahim mempunyai ruh api. Dia mempunyai fitrah kelebihan api, sedang Nabi Muhammad berhubungan erat dengan besi.
———-
LAIN pula kelebihan salah seorang muridku. Namanya Endang Widarso. Ada kalanya di dalam saat yang sederhana, ia merasa terancam sekali. Sedangkan bagi ku, ancaman itu baru sekadar mendirikan buku tengkuk. ‘’Pak Mpu….! Ini berbahaya Pak!’’ ujarnya jika radarnya yang peka itu mencapai sebuah titik yang menggetarkan rohnya.
‘’Katakan padaku, bila telah nampak.’’
‘’Belum Pak Mpu, ini baru getarannya. Yang pasti gangguannya memang ada,’’ jawabnya dengan wajah putih dan mata bening, tak mencapai jarak jauh. Ia kusamakan dengan radar yang terbuat dari arcapromika yang sangat sensitif terhadap getaran alam sekeliling yang dibawa udara. Ia terbuat dari permukaan bidang rata berkilat yang halus. Dibalut oleh kepekaan kabel-kabel penghantar perasaan yang tinggi.
Kemudian dengan mata setengah tertutup, ia melakukan sesuatu gerakan, melukis sesuatu seperti berbentuk tanah gundukan, yang terdiri sebahagiannya dari batu berkeping-keping. Yang lama dilukiskannya adalah bentuk persegi panjang, yang seperti kayu nisan yang terpacak tegak lurus. Dibuatnya hampir seperti bentuk kartu ceki, yang di tengahnya ada goretan-goretan yang tidak jelas tulisannya. Seperti setengah tertidur ia memegang lukisan sederhana dengan tinta hitam itu.
Ketika ia telah sadar benar, ia langsung berkata kepadaku: ‘’Ini datang ketika aku berturut-turut membaca surat besi, Pak Mpu.’’
‘’Ceritakan seluruhnya,’’ujarku.
‘’Bapak kan tahu, bahwa pisik saya belum begitu kuat, sejak kekecewaan menghantam saya bukan kepalang tanggung.’’
Perkataan Endang itu, cukup aku mengerti, karena ia baru saja sangat terpukul oleh suatu kejadian yang menimpanya.
Ia sebenarnya baru saja terlepas dari runtuh mental.Telah empat tahun mengikat tali pertunanganan dengan seorang perempuan, yang kelihatannya sehilir-semudik selama ini. Tetapi tiba-tiba saja pada suatu hari mengirimkan surat putus kepadanya, dan langsung pada hari itu juga perempuan yang dicintainya selama empat tahun itu, menikah dengan seorang laki-laki yang dianggap Endang sebagai saudara perempuan itu.
Ketika itulah Endang Widarso runtuh ke dalam pusat bumi. Darah di seluruh tubuhnya seolah tersedot oleh sesuatu, sehingga menggeletar. Beberapa hari ia berada dalam kegoyahan. Akhirnya kuberikan kepadanya amalan doa BESI. Barulah setelah beberapa hari pula ia mulai berdiri kembali setelah melakukan sujud setiap malam, memohon ampun kepada Tuhan.
Sejak itu, tiba-tiba saja ia berubah menjadi seorang yang sangat peka. Meraba alam sekeliling dengan radar jiwanya yang sangat halus. Terkadang ia beroleh getaran gambaran dari jauh. Sebuah rakit pohon pisang, terkadang dalam radarnya seperti rakit bambu yang besar. Demikianlah juga pada saat ini, ia melukiskan sesuatu yang aneh.
‘’Begitulah keadaan pemandanganku Pak, Tidak menyeramkan. Tetapi keadaan sekeliling tidak terurus. Tiba-tiba datang sedengung suara: kau telah melupakan sesuatu jika hendak menyelami alam gaib.’’
‘’Serentak dengan akhir suara itu Pak, datanglah sebuah tangan mencekam sebuah logam yang dia ambil dari sejengkal di dalam tanah. Logam itu diberikannya kepadaku. Tapi orang itu memalingkan wajahnya. Hanya pakaian putih dan rambutnya saja yang kelihatan. Sedangkan langit di belakang, seluruhnya seperti dalam keadaan senja, matahari akan terbenam. Tetapi di dapat kesimpulan tempat itu sepertinya di Pelabuhan Ratu.’’
Aku pun mempelajari gambar yang dilukiskan Endang. Dan Endang memberikan penjelasan, seolah-olah orang yang menonjolkan benda itu berkata, bahwa apa yang kami pakai sekarang kurang lengkap, jika hendak menyelami gaib atau sebuah misteri.
‘’Tentu orang hebat juga dia,” kataku kepada Endang.
‘’Belum ada yang berkata seperti itu selama aku mengamalkan dzikir….’’.
Semua percakapanku dengan Endang Widarso itu, terjadi di sebuah rumah di Bekasi, di Jalan Pipit I Perumnas. Dua hari lagi dari saat itu, aku harus kembali ke Pelabuhan Ratu, tepat di malam Jumat. Endang sendiri akan menyusul keesokan harinya, hari Sabtu.
Pada hari Sabtu itu, kami ceritakan kepada Pak Ukik tentang apa yang dilihat Endang dengan radar gaibnya. Kemudian dilengkapi Endang dengan tambahan yang diperolehnya kemudian.
***
Sebuah rumah kecil, di sampingnya ada gundukan tanah tinggi. Di atasnya ada sebuah rumah lain, yang di dalamnya ada dua anak yatim. Keduanya laki-laki. Seorang tua yang sudah lanjut umur merawat kedua anak itu. Tempat itu berada di tepi jalan kecil, masuk dari jalan besar yang berbatu-batu.
Pak Ukik memperhatikan segala yang diceritakan Endang. Akhirnya Pak Ukiklah yang mengatakan, jika tempat itu yang dimaksud, sekitar tujuh tahun lalu memang demikianlah keadaannya. Kedua anak itu sekarang telah lajang besar. Dan rumah yang dikatakan itu dulunya adalah rumah ibu Ely, yang bertirakat di tempat yang berdekatan dengan tanah tinggi itu. Tetapi menurut berita gaib, ia telah memindahkan diri ketempat lain yang ditandai dengan pohon jambu mente besar.
‘’Makam siapa itu dahulunya?’’ ujarku kepada Pak Ukik, setelah kami berbincang-bincang di depan guha besi Pelabuhan Ratu.
‘’Itu Hyang Tusuk Tunggal Pelabuhan Ratu, Mpu,’’ ujar Pak Ukik.
Diceritakan Pak Ukik, bahwa setiap orang yang akan memindahkan saluran air, atau membuat parit besar dari kaki gunung, kebanyakan memberikan doa, dan ucapan bermohon kepada Hyang Prabu Tusuk Tunggal. Karena bila tidak demikian, maka akan ada saja masalah yang akan menghalangi saluran itu. Seperti, terbentur dengan sebuah batu besar yang sulit dipindahkan. Atau, tanahnya sangat keras bercampur batu cadas. Tetapi bila telah berdoa dan memohon kepada Hyang Prabu Tusuk Tunggal, batu yang keras itu lunak ditembus tembilang besi, jika diperlukan sebagai penyaluran air atau anak sungai. (Besambung) –