“Buku ini menghadirkan rasa percaya diri sekaligus keyakinan bahwa Indonesia memiliki fondasi filosofis, ketatanegaraan, dan budaya yang luar biasa,” ujarnya.
Menurutnya, selama ini Indonesia masih dikenal secara terbatas, misalnya, terkait dengan bencana tsunami yang pernah melanda Aceh atau peristiwa Bom Bali.
Padahal, sejatinya Indonesia memiliki berbagai keunggulan yang bisa diperkenalkan baik kepada masyarakat setempat maupun masyarakat di berbagai negara, salah satunya Pancasila.
Karena itu, penulisan buku mengenai signifikansi Indonesia dalam perkembangan dunia menjadi krusial. Prof. Mu’ti mengungkapkan beberapa Duta Besar dari negara-negara lain pernah berpesan kepadanya agar Indonesia bisa menjaga Pancasila.
“Sebab, Pancasila adalah sumber kerukunan yang bisa menjadi rujukan bagi masyarakat dunia yang beragam,” ucapnya.
Baginya, Yudi Latif adalah cendekiawan, penulis, dan pemikir kenegaraan yang dikenal luas atas gagasannya tentang Pancasila, kebangsaan, dan peradaban Indonesia. Ia telah menulis sejumlah karya penting, termasuk Negara Paripurna dan Mata Air Keteladanan.
Dalam kesempatan itu, Yudi Latif menuturkan, Pancasila sebagai ideologi negara yang mengandung nilai keadilan dan kemanusiaan, telah menjadi inspirasi bersatunya bangsa-bangsa terjajah untuk berhimpun di Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada 1955 guna melawan penjajahan.
Saat ini, Pancasila juga menawarkan semangat perlawanan sistematis terhadap segala bentuk neokolonialisme di balik wacana globalisasi.
Di masa depan, Pancasila juga akan berperan penting untuk menjembatani tradisi dan modernitas di tengah pusaran krisis multidimensi yang melanda peradaban kontemporer.
Sementara itu, Wakil Pemred Harian Kompas Adi Prinantyo mengatakan, karya Yudi berperan penting di tengah semangat kebangsaan yang menurun. Buku ini menegaskan kembali secara signifikansi kehadiran bangsa Indonesia bagi dunia.
Catatan itu sekaligus membuktikan bahwa Indonesia bukan bangsa pinggiran melainkan nadi bagi dunia. Karena itu, dibutuhkan penulisan sejarah yang bebas dari bias dan manipulasi untuk merekonstruksi jati diri bangsa sebagai bangsa yang punya signifikansi di setiap fase perjalanan dunia.

1 comment
Ada ada saja, masak iya….manusia Indonesia terutama pemimpinnya banyak yang membebek…..