OSAKA, PosSore – Forum Bisnis yang diselenggarakan Federasi Kehutanan dan Industri Produk Kayu Indonesia (FKMPI) di Osaka Expo 2025 menjadi momentum penting bagi Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) untuk memperkuat posisi Indonesia di pasar ekspor Jepang.
Acara yang berlangsung 9 Mei 2025 lalu itu menghadirkan HIMKI sebagai salah satu asosiasi industri terkemuka Indonesia yang mempromosikan produk furniture dan kerajinan berbasis kayu dan bahan alami lainnya. Acara ini juga dihadiri berbagai kalangan di bidang industri terkait dari Jepang dan Indonesia.
Ketua Umum HIMKI, Abdul Sobur, menekankan komitmen HIMKI untuk terus mendukung pengembangan produk furniture dan kerajinan yang tidak hanya inovatif dan berkualitas tinggi, tetapi juga legal dan berkelanjutan. Sebagai wujud nyata dari komitmen tersebut, HIMKI mengirimkan delegasi khusus untuk menghadiri dan berpartisipasi dalam forum ini.

“Forum ini merupakan langkah nyata dalam membangun kemitraan jangka panjang dengan para pembeli dan asosiasi Jepang. Kami berharap dapat membuka peluang kolaborasi baru dan pertumbuhan bersama,” ujar Veronika Anggraini Wakil Ketua Umum HIMKI Bidang Keuangan dalam presentasinya.
Jepang Pasar Ekspor Strategis
Jepang sendiri tercatat sebagai pasar ekspor terbesar kedua bagi produk furniture dan kerajinan Indonesia setelah Amerika Serikat. Berdasarkan data HIMKI, ekspor produk furniture berbasis kayu masih mendominasi pasar Jepang, sejalan dengan preferensi konsumen Jepang terhadap produk berkualitas tinggi, berbahan kayu legal, dan memiliki desain fungsional serta ramah lingkungan.
Pada 2025, pasar furniture Jepang diproyeksikan mencapai USD 23,15 miliar dan terus bertumbuh menjadi USD 26,22 miliar pada tahun 2030 hingga membuka peluang besar bagi Indonesia untuk terus meningkatkan ekspor produk furniture dan kerajinan yang berkelanjutan dan bersertifikat.
Indroyono Soesilo, Ketua FKMPI sekaligus penggagas forum bisnis ini, menekankan peran penting Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK) Indonesia dalam memperkokoh posisi Indonesia dalam perdagangan internasional produk hasil hutan. Menurutnya, SVLK bukan hanya sekadar sertifikasi legalitas, tetapi juga menjadi jaminan keberlanjutan yang sangat dihargai di pasar global.
“Nilai ekspor produk hasil hutan Indonesia pada tahun 2024 mencapai USD 12,63 miliar, dengan tujuan utama ke China, Amerika Serikat, Jepang, Uni Eropa, dan Korea. Sementara itu, ekspor ke Jepang didominasi oleh produk panel, kertas, furniture, serpih kayu, dan wood-working, dengan total nilai ekspor mencapai USD 301 juta pada tahun 2024,” jelas Indroyono Soesilo.
Sementara Ristianto Pribadi, Direktur Rehabilitasi Magrove Kemengtrian Kehutanan yang bertindak sebagai moderator pada sesi kedua Business Forum ini juga menekankan kelebihan SVLK dalam system industri kehutanan dan ditambah dengan adanya SVLK plus yang telah diberlakukan saat ini semakin menunjukkan komitmen kuat Indonesia menciptakan industry yang berkelanjutan.
Forum Bisnis ini tidak hanya membahas potensi perdagangan produk furniture dan kerajinan, tetapi juga menggali peluang baru melalui perdagangan karbon. FKMPI memperkenalkan potensi perdagangan karbon Indonesia kepada Jepang sebagai bagian dari upaya mitigasi perubahan iklim. Dalam hal ini, HIMKI berperan penting dengan menginisiasi program keberlanjutan yang terintegrasi melalui SVLK+ (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu Plus).
SVLK+ bukan hanya memastikan legalitas produk kayu yang diekspor, tetapi juga mencakup pendidikan tentang literasi karbon dan pelatihan dekarbonisasi bagi para anggota HIMKI. Melalui inisiatif ini, produk furniture kayu Indonesia tidak hanya menjadi produk bernilai tambah tinggi, tetapi juga berkontribusi sebagai penyimpan karbon jangka panjang, yang pada akhirnya berpotensi mendapatkan manfaat ekonomi melalui perdagangan karbon.
Salah satu sorotan penting dalam forum tersebut adalah pernyataan dari Parlindungan Purba, Ketua Komite KADIN untuk Standarisasi dan Harmonisasi Wilayah Sumatra II. Ia menegaskan bahwa masih banyak lahan di Indonesia yang belum dioptimalkan dan memiliki potensi besar untuk ditanami bambu.
“Banyak lahan yang belum dioptimalkan bisa ditanami bambu dan diolah. Potensi dari produk turunan bambu memiliki peluang yang sangat besar di Jepang dan juga negara lain. Kita perlu mempertimbangkan penggunaan teknologi untuk mengolah bambu menjadi produk turunan lainnya, seperti furniture dan produk lain yang memiliki nilai tambah,” ujar Parlindungan Purba.
HIMKI yang memiliki lebih dari 2.500 anggota dari berbagai skala usaha — dari kecil hingga besar — terus mendorong kolaborasi antar pelaku industri untuk memperkuat daya saing produk Indonesia di pasar global. Dalam forum ini, HIMKI juga mengajak para pembeli dan mitra potensial Jepang untuk menjajaki kemitraan strategis, baik melalui penandatanganan MoU, pelatihan bersama, hingga kunjungan timbal balik.
“Indonesia memiliki potensi besar dalam industri furniture dan kerajinan, tidak hanya dari segi produk berkualitas dan berkelanjutan, tetapi juga sebagai pemain aktif dalam upaya mitigasi perubahan iklim melalui perdagangan karbon,” tambah Veronika Anggraini dalam paparannya. (***)
