JAKARTA (Pos Sore) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melarang setiap perusahaan farmasi memberikan sponsorship kepada dokter secara langsung. KPK telah menggolongkannya sebagai tindakan gratifikasi.
Keputusan itu diambil KPK setelah bertemu dengan perwakilan Kementerian Kesehatan, perwakilan industri farmasi, serta organisasi profesi kedokteran.
Ketua Umum PB IDI, Prof. Dr. I Oetama Marsis, Sp.OG mengungkapkan, pertemuan dengan KPK pada 2 Februari 2016 di gedung KPK disepakati bahwa perusahaan farmasi yang tergabung dalam Gabungan Perusahaan Farmasi dan IPMG (International Pharmaceutical Manufacturers Group), tidak akan memberikan sponsorship kepada individu dokter.
Sebagai tindak lanjutnya, lembaga-lembaga tersebut segera membuat regulasi baru di mana perusahaan farmasi yang ingin memberikan sponsorship harus melewati pihak lain seperti rumah sakit sehingga tak langsung ke pribadi sang dokter.
Sementara bagi dokter swasta, bantuan tawaran disalurkan ke organisasi profesi seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) maupun perhimpunan dokter spesialis. Perhimpunan nantinya yang memilih siapa dokter yang layak mendapatkan tawaran itu.
“Bagi dokter berstatus PNS, bantuan sponsorship diberikan ke institusi rumah sakit. Nantinya, RS yang menentukan dokter mana yang layak mendapatkan sponsorship,” katanya.
Dalam pertemuan itu, sebagaimana dikutip dari laman KPK, lembaga anti rusuah itu berpendapat, pengaturan sponsorship ini perlu diatur karena adanya kekhawatiran pemberian dari perusahaan farmasi masuk ke kategori gratifikasi. Banyak dokter yang tidak tahu bila pemberian sponsorship berupa produk obat ke dokter secara langsung rentan dengan gratifikasi.
Karenanya, harus dilaporkan dan ditetapkan KPK apakah milik negara atau dokter yang bersangkutan. (tety)
