JAKARTA (Pos Sore) — Wakil Ketua Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Ari Fahrial Syam, SpPD, KGEH, MMB, mengingatkan masyarakat yang terkena dampak abu vulkanik berhati-hati saat mengonsumsi air dari sumber terbuka seperti sumur.
“Abu vulkanik tidak sama dengan abu biasa. Abu yang berasal dari semburan magma gunung berapi ini hampir sama dengan semen yang terhempas ke udara, yang bisa mengandung mineral, serbuk kaca, dan gas alam. Kandungan utama umumnya adalah silika (SiO2),” paparnya, di kantor PAPDI, Selasa (18/2).
Menurutnya, abu vulkanik juga mengandung besi, mangan, tambang, tembaga, krom, seng, serta asam dan gas yang bisa mengancam kesehatan manusia, baik melalui paparan abu langsung, atau mengonsumsi air yang tercemar.
“Kita tidak tahu apakah air itu tercemar atau tidak, karena bentuk partikelnya dengan mata tidak kelihatan. Karena itu, harus ada evaluasi untuk mengukur seberapa tercemar air di situ, harus dilakukan analisa air,” jelas Ari Fahrial Syam.
Bagi masyarakat yang terkena dampak abu vulkanik, Ari Fahrial menyarankan sebaiknya menggunakan air kemasan atau air yang sudah dipastikan berasal dari sumber tertutup dan tidak mungkin terpapar abu. Hindari menggunakan air dari sumur terbuka, juga dari tempat penampungan yang tidak sempat ditutup saat terjadi hujan abu vulkanik.
Staf pengajar dari Divisi Pulmonologi Departemen Penyakit Dalam FKUI-RSCM dr. Ceva Wicaksono Pitoyo, SpPD, K-P, KIC, FINASIM, menambahkan, sebelum mengonsumsi air minum, masyarakat juga perlu waspada dan memastikan bahwa sumber air benar-benar tidak tercemar.
“Air yang tertutup bisa dianggap aman, seperti sumur pompa atau sumur yang sudah ditutup rapat sebelum terjadi hujan abu vulkanik. Kalau yang belum sempat ditutup, sebaiknya jangan diminum,” ujar dr Ceva Wicaksono Pitoyo.
Perlu juga melihat kondisi fisik air. Air tercemar abu vulkanik yang mengandung besi dan mangan, biasanya akan mengalami perubahan warna menjadi kemerahan. Rasanya pun akan berubah menjadi lebih asam karena pH air yang berkurang.
“Mineral yang ada di air minum ada batasnya. Kalau air yang tercemar abu vulkanik dikonsumsi, yang paling terganggu adalah ginjal. Dampaknya tidak secara langsung, tapi bisa 1 atau 2 tahun lagi,” tuturnya. (junaedi)