JAKARTA (possore.id) — Sektor pertanian di Indonesia menghadapi sejumlah masalah dan tantangan. Mulai dari dominasi tenaga kerja tua, masih minim menggunakan teknologi, dan penyusutan lahan pertanian.
Belum lagi masalah kerusakan lingkungan dan perubahan iklim, masih minimnya akses petani terhadap permodalan, hingga masalah keterpaduan antarsektor atau koordinasi serta sinergi antarsektor.
Demikian persoalan yang mengemuka dari FGD Ranah Tata Sehatera bertema “Pembangunan Sektor Pertanian Indonesia”, Jumat 13 September 2024, yang diadakan Aliansi Kebangsaan.
FGD yang dimoderatori Dr. Retno Sri Endah Lestari, itu menghadirkan narasumber Dubes RI di Ethiopia Al Busyra Basnur, Pakar Pangan IPB University Prof. Dr. Slamet Budiyanto, Founder Perkumpulan Agripreneur Ganesha Ir. Agung Hartanto, dan Deputi Bidang Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Dr. Andriko Noto.
Dalam pengantarnya, Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo menyampaikan untuk mengatasi sejumlah permasalahan itu, makan perlu penerapan sains dan teknologi yang paling produktif tetapi ramah lingkungan.
Menurutnya, penerapan sains dan teknologi pertanian modern telah memungkinkan petani untuk meningkatkan efisiensi produksi, mengurangi beban kerja manual, dan meningkatkan produktivitas secara keseluruhan.
Diperlukannya penerapan sains dan teknologi pertanian modern juga untuk mengatasi konflik yang terjadi di dunia. Sekitar 70 % konflik yang terjadi bersumber dari isu energi dan pangan.
“Karena itu, ketahanan pangan sudah seharusnya menjadi kepentingan nasional utama yang harus terus diperjuangkan,” tandasnya.
Berdasarkan penilaian Global Food Security Index (GFSI) dari The Economist Intelligence Unit (EIU) yang dipublikasikan pada Desember 2022, ketahanan pangan
Indonesia dengan skor 60,2 berada di posisi 63 dari 113 negara.
Ketersediaan pangan Indonesia juga dinilai kurang baik dengan skor 50,9. Keadaan ini tentu masih memprihatinkan.
Konsep swasembada pangan dipandang sebagai salah satu cara efektif dalam mencapai ketahanan pangan suatu negara, sehingga negara tersebut memiliki kontrol yang besar terhadap pasokan pangannya dan tidak tergantung pada pasar internasional.
Dengan potensi sektor pertanian yang besar, Indonesia berpeluang untuk
“swasembada” pangan. Sayangnya, potensi besar ini belum diberdayakan secara
optimal.
Pontjo mengungkapkan, pembangunan sektor pertanian Indonesia hingga saat ini masih belum dapat menunjukkan hasil yang maksimal.
Hasil Sensus Pertanian 2023 Badan Pusat Statistik (BPS) juga menunjukkan kondisi pertanian di Indonesia tidak banyak berubah selama 10 tahun terakhir.
Pemerintah memang berkomitmen untuk terus mendukung dan mendorong
pengembangan sektor pertanian yang lebih inovatif dan adaptif terhadap kemajuan
teknologi serta ramah lingkungan dengan tetap mengedepankan nilai-nilai kearifan
lokal bangsa Indonesia.
Meskipun ada komitmen pemerintah untuk penerapan teknologi pertanian, namun mekanisasi dan adopsi teknologi masih cukup rendah, dengan 87,59% rumah tangga petani masih memilih untuk menggunakan metode konvensional dalam bertani.
Belajar dari pengalaman negara-negara lain seperti yang terjadi di Thailand dan Ethiopia, terbukti pemanfaatan sains dan teknologi dapat mendorong pembangunan sektor pertanian dan peningkatan ketahanan pangan sebuah negara.
Pengembangan dan penerapan teknologi dalam meningkatkan produktivitas komoditas pangan menjadi salah satu alasan mengapa Ethiopia bisa berkembang
menjadi negara adidaya di bidang pertanian dan ketahanan pangan.