- POSSORE.ID, Solo —Siang itu, suasana Hotel Mercure Solo Baru terasa hangat oleh senyum dan jabat tangan. Di ruang yang penuh semangat kebersamaan itu, para pelaku industri mebel dan kerajinan Solo Raya berkumpul dalam Musyawarah Daerah (Musda) III HIMKI Solo Raya. Dari wajah-wajah yang hadir, tampak rasa bangga dan harapan baru ketika nama Haryanta kembali disebut sebagai Ketua DPD HIMKI Solo Raya untuk masa bakti 2025–2028.
Dengan nada tenang dan rendah hati, Haryanta memulai sambutannya. Ia menunduk sejenak, lalu berkata lirih namun mantap, “Terima kasih atas amanah yang kembali diberikan kepada saya. Kami siap menerima saran dan kritik dari semua pihak agar organisasi ini terus berkembang.” Kalimat sederhana itu seolah menjadi penegas bahwa kepemimpinan, bagi dirinya, bukan sekadar posisi, melainkan pengabdian yang menuntut hati dan tanggung jawab.
Di hadapan para anggota dan tamu undangan, Haryanta tak hanya berbicara tentang organisasi, tapi juga arah industri ke depan. Di tengah ketidakpastian ekonomi global, ia justru melihat sinar harapan yang mulai merekah dari dua perjanjian strategis: IEU-CEPA (Indonesia–European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement) dan ICA-CEPA (Indonesia–Canada CEPA).

“Dua perjanjian ini membuka akses baru bagi ekspor produk mebel dan kerajinan Indonesia,” ujarnya penuh optimisme. “Ini bukan sekadar pintu ke pasar Eropa dan Kanada, tapi juga keseimbangan dari dominasi pasar Amerika Serikat yang selama ini begitu kuat.”
Menurutnya, IEU-CEPA akan mulai efektif pada kuartal pertama 2027. Secara bertahap, produk mebel dan kerajinan Indonesia akan mendapatkan preferensi tarif menuju 0%. Sementara ICA-CEPA memberi angin segar lebih cepat—karena tarif 0% langsung berlaku begitu perjanjian diberlakukan.
Namun, Haryanta tak lupa memberi catatan penting. “Kita harus siap memenuhi standar keberlanjutan dan ramah lingkungan,” katanya. “Dua hal ini kini bukan sekadar tren, tapi sudah menjadi tiket masuk ke pasar global.”
Ia pun menyampaikan apresiasi kepada pemerintah dan para negosiator yang berhasil merampungkan kedua perjanjian besar itu. Dukungan negara, menurutnya, menjadi modal utama agar industri mebel dan kerajinan nasional mampu naik kelas dan bersaing di panggung dunia.
Di akhir sambutannya, Haryanta mengajak seluruh anggota untuk menatap masa depan dengan semangat baru. “Mari kita jadikan Musda ini momentum memperkuat komitmen, mempererat kolaborasi, dan meneguhkan langkah bersama membangun industri yang tangguh, berdaya saing, dan berkelanjutan,” tutupnya dengan nada penuh keyakinan.
Sementara itu, Heru Prasetyo, Wakil Ketua Umum HIMKI Bidang Organisasi dan Hubungan Antar Lembaga, menambahkan perspektif yang lebih luas. Baginya, Solo tetaplah sumbu penting dalam denyut industri mebel dan kerajinan nasional. Dari tanah inilah, tradisi keterampilan tangan, estetika, dan ketekunan telah berakar kuat, menciptakan reputasi yang diakui hingga mancanegara.
Heru kemudian mengajak hadirin menengok sejenak ke belakang—ke tahun 2016, saat HIMKI lahir dari penyatuan dua asosiasi besar: AMKRI dan Asmindo. “Penyatuan ini menjadi tonggak penting dalam sejarah industri mebel Indonesia,” ujarnya. “Dari situ, kekuatan kita terkonsolidasi dan arah perjuangan menjadi satu.”
Namun, perjalanan tak selalu mulus. Heru menyinggung masa-masa ketika kebijakan tarif impor tinggi dari pemerintahan Donald Trump sempat menekan ekspor Indonesia ke Amerika Serikat. Tapi dari tekanan itu pula, lahir kesadaran baru untuk memperluas pasar ke wilayah lain. Kini, kerja sama internasional seperti IEU-CEPA dan ICA-CEPA menjadi bukti bahwa ketekunan dan diplomasi akhirnya membuka jalan baru.
Dalam konteks promosi, Heru juga mendorong HIMKI agar semakin aktif tampil di berbagai ajang besar, seperti Trade Expo Indonesia (TEI) dan IFEX (Indonesia International Furniture Expo). Ia berharap daerah seperti Sukoharjo dan sekitarnya bisa lebih berani menunjukkan potensi lokalnya di panggung nasional dan internasional. “Partisipasi daerah itu penting. Dari situ dunia bisa melihat bahwa kreativitas Indonesia lahir dari banyak tangan, bukan hanya dari satu kota,” ujarnya.
Lebih jauh, Heru menyoroti peluang besar di depan mata: pengadaan barang pemerintah. Nilainya mencapai sekitar Rp4 triliun, dan sektor mebel serta kerajinan punya ruang besar untuk berperan di sana. “Produk kita harus jadi tuan rumah di negeri sendiri,” katanya menegaskan.
Musda HIMKI Solo Raya kali ini bukan sekadar agenda tiga tahunan. Ia menjadi ruang refleksi—tempat para pelaku industri mebel dan kerajinan Solo Raya menata kembali langkah, menyatukan semangat, dan menatap dunia dengan kepercayaan diri baru.
Di ujung acara, suasana terasa hangat namun penuh makna. Tak ada tepuk tangan yang berlebihan, hanya saling menatap dengan senyum dan genggaman tangan erat—tanda bahwa komitmen mereka bukan basa-basi, melainkan tekad untuk terus berkarya dan membawa nama Solo Raya tetap bersinar di panggung industri mebel Indonesia dan dunia.(aryodewo)
