JAKARTA (Pos Sore) — Polda Surabaya belum lama ini berhasil mengungkap terjadinya kasus kejahatan seksual grooming dengan korban sebanyak 1.300 anak.
Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani), Dra. Giwo Rubianto Wiyogo, S.Pd, M.Pd jelas prihatin pelecehan seksual dengan sasaran anak-anak melalui modus grooming kian marak.
“Para orang tua harus mewaspadainya karena tidak semua orang tua familiar dengan media sosial,” ujar Giwo pada acara halal bihalal Kowani di Jakarta, Jumat 27 Mei 2022.
Grooming adalah modus pelecehan seksual yang dilakukan pelaku dengan menciptakan kedekatan emosional dengan korban. Pelaku membajak akun seseorang yang dikenal korban seperti guru.
Saat ini, banyak anak kecil yang sudah memiliki akun media sosial. Hal itu menjadikan anak sasaran empuk dengan modus pelecehan seksual tersebut.
Giwo yang kembali terpilih sebagai Vice President International Council of Woman (ICW) menyebutkan kejahatan seksual dengan modus grooming selama ini menjadi bentuk kejahatan yang sulit untuk dikenali oleh orang tua maupun masyarakat.
Sebab, pelaku menyembunyikan kejahatannya dengan sikap yang sangat ramah kepada anak yang menjadi calon korban.
Pelaku membangun kedekatan dengan anak-anak tidak hanya dalam satu atau dua hari, bisa berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan hitungan tahun.
“Apalagi, kini menggunakan media sosial. Tentu ini akan jauh lebih sulit bagi orang tua untuk mendeteksinya sejak awal,” tambah Giwo.
Media sosial menjadi hal lumrah dan banyak diakses oleh anak-anak. Mereka bahkan memiliki akun pribadi yang kadangkala orang tua tidak mengerti atau tidak mengetahuinya.
Akses terhadap media sosial itu kemudian dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan grooming untuk menyasar korbannya di kalangan anak-anak.
Para pelaku sering menggunakan akun palsu yang mencatut nama atau foto orang yang sangat familiar dengan anak-anak. Kadang guru, kadang publik figur, artis atau tokoh yang banyak diidolakan oleh anak-anak.
Dengan figur-figur yang dikenal anak, pelaku akan jauh lebih mudah untuk menarik simpati dan perhatian anak-anak.
“Apalagi, melalui media sosial, komunikasi bisa dilakukan pelaku kapan saja, tidak terbatas oleh waktu dan tempat,” katanya.
Untuk mendapatkan simpati sang anak, pelaku juga tak segan memuji-muji korban, bersikap ramah, bersedia menampung keluh kesah anak dan menjadi teman curahan hati anak.
Komunikasi yang dilakukan secara intensif itu lambat laun akan membuat hubungan keterikatan antara anak dengan pelaku.
“Ini yang dilakukan oleh pelaku berinisial PR di Surabaya. Pelaku menggunakan akun palsu dengan foto dan nama guru. Lalu mengikuti anak-anak yang diincarnya satu per satu melalui media sosial instagram,” tambah Giwo.
Saat sudah terbangun ‘kedekatan’ dengan anak, pelaku akan meminta anak berfoto atau merekam video cabul, baik dengan cara yang santun maupun memaksa dan penuh ancaman.
Menurut Giwo, dampak kejahatan grooming ini amat serius. Anak korban kejahatan grooming bisa menunjukkan gejala psikologis yang memburuk, emosi yang tidak terkontrol dan gangguan secara fisik.
“Anak juga menjadi lebih sensitif dan suka menyendiri,” ucapnya.
Karena itu, Giwo mengimbau orang tua untuk mewaspadai serta tidak mudah percaya pada orang asing yang memiliki hubungan baik dengan anak.
“Jika ada orang asing yang gemar memberikan hadiah pada anak, mengajak anak jalan atau hal-hal lain di luar kewajaran, sebaiknya hati-hati. Cek media sosial anak, cari tahu siapa kawan atau orang yang dekat dengan anak,” tandasnya.