JAKARTA (Pos Sore) — Indonesia, salah satu negara dengan populasi pengguna internet terbesar di dunia. Tren jumlah pengguna internet di Indonesia terus meningkat dalam lima tahun terakhir.
Jika dibandingkan dengan tahun 2018, saat ini jumlah pengguna internet nasional sudah melonjak sebesar 54,25% dengan penetrasi internet mencapai 73,7% dari total penduduk pada awal 2022.
Tren peningkatan penggunaan internet tentunya akan sangat membantu masyarakat dalam mengakses informasi, baik untuk kepentingan edukasi, kesehatan, bisnis, maupun hiburan.
Sebanyak 80,1% atau 8 dari 10 orang Indonesia beralasan menggunakan internet untuk menemukan informasi.
Namun, di tengah tren kenaikan pengguna internet, peredaran hoaks atau berita bohong masih menjadi persoalan serius republik ini. Dampaknya bisa merusak ekonomi, mengganggu proses demokrasi dan membahayakan kesehatan masyarakat.
Karena itu, Danone Indonesia menyelenggarakan program edukasi dan pelatihan jurnalisti bertajuk “Danone Journalist Skill Up: Kelas Kebal Hoaks”, Senin, 11 – 12 April 2022, yang berlangsung secara virtual.
Kegiatan yang bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), juga menggandeng Dewan Pers dan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) ini dengan peserta para jurnalis dari skala nasional dan lokal
Program edukasi ini untuk meningkatkan literasi digital. Khususnya bagi para jurnalis di Indonesia, sebagai upaya memerangi berita palsu yang tersebar di berbagai portal-portal berita.
Masih maraknya konten berita palsu atau hoaks menjadi tantangan di era digital seiring terus meningkatnya penggunaan internet di Indonesia, terutama pada masa pandemi Covid-19.
Berdasarkan data yang dihimpun MAFINDO, jumlah hoaks yang tersebar di Indonesia mencapai 2.298 pada 2020. Angka tersebut naik dari tahun 2019 mencapai 1.221 hoaks.
Adapun tiga topik utama yang banyak beredar di media sosial adalah terkait kesehatan, politik, dan kriminalitas.
Selama tahun 2021, walaupun jumlah hoaks menurun menjadi 1.888, namun dominasi hoaks masih pada isu kesehatan, khususnya terkait pandemi Covid-19, dan disebarkan paling banyak dalam bentuk campuran antara foto/video dan narasi.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, Semuel A. Pangerapan mengatakan, pemahaman dan pengetahuan tentang dunia internet dan teknologi informasi (literasi digital) sebagai salah satu upaya mencegah penyebaran berita hoaks perlu terus ditingkatkan.
“Bisa dimulai dari insan pers sebagai corong sumber informasi yang didapatkan oleh masyarakat,” katanya.
Dikatakan, berdasarkan Indeks Literasi Digital Indonesia yang diselenggarakan oleh Kemkominfo dan Katadata Insight Center (KIC) pada 2021, indeks literasi digital Indonesia masih berada dalam kategori sedang.
Karena itu, literasi digital menjadi salah satu pilar penting untuk mengakselerasi transformasi digital demi terwujudnya masyarakat digital Indonesia.
Corporate Communication Director Danone Indonesia, Arif Mujahidin, menjelaskan, penyebaran berita hoaks saat ini masih menjadi tantangan kita semua. Tidak terkecuali dari sisi industri.
Tidak sedikit pula yang berkaitan dengan isu kesehatan, lingkungan atau bahkan informasi seputar produk yang belum tentu benar.
Melihat kondisi ini, Danone Indonesia ingin mendukung pemerintah dalam mengedukasi masyarakat. Dalam hal ini melalui jurnalis sebagai key opinion leader untuk menyebarkan informasi kepada masyarakat agar bisa menyajikan informasi yang faktual dan akurat.
Karena, keberhasilan dan kebenaran tulisan yang diberitakan untuk publik, sangat tergantung pada kemampuan jurnalis dalam melakukan klarifikasi serta verifikasi konten berita.
“Melalui program literasi digital Danone Journalist Skill Up ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan jurnalis tentang tren digital dan literasi, agar terhindar dari sumber informasi hoaks,” katanya.
Danone menyadari jurnalis bekerja dalam ekosistem media massa atau pers yang merupakan salah satu pilar demokrasi, memegang peranan penting dalam melakukan verifikasi atas informasi yang disajikan dalam pemberitaan.
Karena validitas informasi menjadi syarat penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap pers. Jurnalis juga sangat penting perannya dalam ikut menjernihkan simpang siur informasi yang beredar di masyarakat.
Karena itu, kemampuan dalam monitoring dan auditing konten media sosial, teknik digital untuk verifikasi foto, video dan lokasi, harus menjadi kemampuan standar jurnalis di era digital.
“Skill verifikasi konten baik narasi, foto, video, lokasi, perlu terus dilatih, termasuk bagaimana membuat artikel verifikasi sesuai dengan standar periksa fakta yang dikenal secara global,” tegasnya.
Anggota Kelompok Kerja Pendidikan dan Pengembangan Profesi Dewan Pers, Lahyanto Nadie mengatakan, perkembangan media sosial yang begitu cepat menjadi tantangan yang harus mampu diimbangi oleh industri media massa.
Caranya, dengan proses pemberitaan yang semakin cepat dan efisien, namun tetap memegang prinsip informasi yang akurat, faktual, berimbang dan akuntabel.
Upaya untuk meningkatkan kualitas jurnalisme terus dilakukan dengan cara memberikan pendidikan dan uji kompetensi wartawan.
Peran industri swasta seperti yang dilakukan Danone Indonesia melalui program ‘Danone Journalist Skill Up’ ini sangat penting dan memberikan inspirasi bagi industri lainnya.
“Kami memberikan apresiasi yang tinggi atas upaya yang dilakukan Danone Indonesia. Langkah tersebut salah satu upaya memberikan edukasi kepada jurnalis agar lebih kompeten sehingga informasinya lebih berkualitas,” tuturnya.
Inisiatif yang dilakukan Danone Indonesia ini sejalan dengan program yang sedang dijalankan Dewan Pers yaitu melakukan uji kompetensi wartawan di seluruh Indonesia.
Melalui inisiatif Danone Indonesia ini, diharapkan jurnalis dapat semakin yakin dan bertanggung jawab. Memiliki akuntabilitas yang tinggi terhadap apa yang ditulis di media massa.
“Selain itu, dapat menyajikan berita yang berkualitas untuk mampu mencegah dan mememerangi hoax,” katanya.
Ketua Presidium MAFINDO, Septiaji Eko Nugroho, menyatakan pentingnya mengajak seluruh elemen masyarakat memerangi hoaks, termasuk jurnalis.
“Akar masalah hoaks di Indonesia kompleks. Tidak hanya karena literasi digital masyarakat yang belum merata. Tetapi juga karena dipicu polarisasi yang belum reda,” ujarnya.
Karena itu, di tengah masyarakat Indonesia yang masih dibanjiri dengan hoaks, pihaknya berharap jurnalis yang sudah memahami kaidah verifikasi digital mampu berperan untuk membentengi medianya supaya tidak terjebak konten hoaks.
“Lebih penting dari itu ikut menjadi agen untuk menjernihkan informasi di ruang digital masyarakat kita,” ujar Septiaji Eko Nugroho.
Agar terhidar dari berita hoaks, terdapat banyak tools yang bisa dipelajari oleh masyarakat umum maupun jurnalis.
Dikatakan, untuk mencari konten verifikasi bisa mencari di ekosistem cekfakta.com, turnbackhoax, maupun di kanal periksa fakta media pers, baik yang sudah terstandar International Fact-Checking Network (IFCN) ataupun belum.
Bisa juga gunakan tools Fact Check Explorer yang disediakan Google sehingga kita bisa mencari artikel klarifikasi yang dibuat oleh organisasi periksa fakta dari berbagai negara.
Tidak hanya itu, beberapa tools untuk audit media sosial seperti di Twitter, Facebook, Instagram, juga bisa menggunakan Advanced Search Twitter dan Twopcharts.
Sementara itu, tools untuk verifikasi foto bisa melalui Google Reverse Search Image, Yandex, dan tools untuk verifikasi video seperti Invid, serta tools untuk verifikasi lokasi seperti Google Streetview dan Google Maps.
“Jika ada informasi yang masih diragukan faktanya, masyarakat bisa segera cek langsung di kanal periksa fakta TurnBackHoax.ID, Cekfakta.com, atau kanal Whatsapp 085921600500,” tutup Septiaji Eko Nugroho.