-0.1 C
New York
02/12/2024
Aktual Ekonomi Food

Filosofi Ikan Bandeng di Tahun Baru Imlek

JAKARTA (Pos Sore) — Tahun Baru Imlek memang identik dengan kue keranjang, mie panjang umur, dan jeruk. Namun, ada salah satu hidangan terpenting yang wajib tersaji di tahun baru umat Konghuchu ini: ikan bandeng!

Menyajikan ikan bandeng saat perayaan Imlek menjadi tradisi warga Tionghoa yang tinggal di Indonesia.

Ikan bandeng yang sudah dimasak ini disajikan di malam perayaan Imlek. Biasanya, masyarakat Tionghoa berkumpul satu keluarga di meja makan untuk menikmati ikan bandeng tersebut.

Bagi masyarakat Tionghoa, ikan adalah sumber keberuntungan dan rezeki. Mengonsumsi ikan saat Imlek diharapkan bisa membawa kemakmuran dan rezeki melimpah di tahun baru.

Dalam bahasa Mandarin, ikan disebut dengan “yu” atau “yoo” yang terdengar seperti arti kata surplus atau berlimpah. Itu sebabnya, ikan bandeng dianggap sebagai lambang harapan dan keberuntungan yang wajib disantap saat Imlek.

Alasan lain, karena bandeng memiliki duri banyak. Duri-duri ini melambangkan kehidupan manusia yang berliku. Menunjukkan rumitnya kehidupan. Karena itu, perlu kehati-hatian dan kesabaran demi menikmati hasil yang memuaskan.

Seperti halnya saat melewati kehidupan ini harus berhati-hati supaya selamat. Hal ini juga menggambarkan supaya tidak putus asa menghadapi segala rintangan. Duri yang banyak juga menggambarkan rezeki tidak akan ada habisnya.

Dalam kebudayaan.kemdikbud.go.id, disebutkan mengonsumsi ikan bandeng dalam hidangan Imlek hanya ada di Indonesia. Tradisi tersebut tidak ada dalam kultur warga negara Tiongkok.

Tradisi ini tidak lepas dari sejarah panjang akulturasi budaya Betawi dan Tionghoa. Orang Tionghoa Jakarta justru menyerap bandeng dari kultur Betawi sejak abad ke-17.

Penggunaan bandeng sebagai pilihan ikan untuk imlek juga terkait dengan adanya pasar malam di Glodok, Taman Sari, Jakarta Barat. Pasar itu didirikan oleh pimpinan Tionghoa, Major Tan Eng Guan, pada abad ke-19.

Masyarakat betawi menyukai bandeng, dan sejak itu pula bandeng digandrungi masyarakat Tionghoa di Batavia dan sekitarnya. Akhirnya, bandeng jadi buah tangan hingga sajian saat Imlek sampai saat ini.

Tidak heran, dalam perayaan Imlek, bukan hanya etnis Tionghoa yang sibuk. Orang Betawi, khususnya masyarakat Betawi, kemudian ikut sibuk mencari ikan bandeng untuk kemudian disajikan saat Imlek.

Bedanya, dalam tradisi Betawi, ikan bandeng mentah dan segar menjadi antaran calon mantu ke mertuanya. Ukuran bandeng juga menentukan kelanjutan perjodohan.

Makna filosofis ikan bandeng dalam perayaan Imlek pada masyarakat Tionghoa di Indonesia terutama digunakan untuk beribadah nyekar.

Sebagian lagi ada yang memasaknya untuk dimakan ketika hari raya tersebut. Semakin besar ikan yang dibeli menyimbolkan semakin besar rezeki yang diharapkan akan diperoleh di tahun mendatang.

KKP Bangun Kampung Bandeng

Selain memiliki makna kesejahteraan yang berlimpah, ikan bandeng sudah tidak diragukan lagi sangat bermanfaat bagi kesehatan. Bahkan kandungan gizinya lebih baik daripada ikan salmon.

Manfaat ikan bandeng antara lain mengandung antioksidan, menyehatkan jantung, mendukung perkembangan otak, kulit lebih terhidrasi, mencegah penuaan dini.

Selain itu, membantu mencegah anemia, membantu daya tahan tubuh, memelihara kesehatan mata, meningkatkan kadar kolesterol baik, mengontrol tekanan darah, dan memperkuat tulang dan gigi.

Karena melihat filosofi dan manfaatnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjadikan ikan bandeng sebagai salah satu program prioritas.

Kementerian yang dipimpin oleh Sakti Wahyu Trenggono, ini membangun kampung perikanan budidaya berbasis kearifan lokal.

Menurut Menteri Trenggono, pembangunan “kampung” tersebut terbagi tiga kategori. Pertama, kampung perikanan budidaya pedalaman untuk komoditas air tawar. Kedua, kampung perikanan budidaya pesisir untuk komoditas payau seperti bandeng. Ketiga, kampung perikanan budidaya laut.

Untuk Kampung Bandeng yang menjadi contoh kampung untuk komoditas payau,
bertempat di Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur. Penempatan ini berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 64 Tahun 2021.

Pengembangan kampung ini ditargetkan berkontribusi dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi masyarakat harian, mengurangi stunting, dan meningkatkan perekonomian.

Untuk meningkatkan kapasitas SDM, KKP melalui Badan Riset dan SDM Kelautan dan Perikanan (BRSDM) juga telah melakukan berbagai upaya, baik budidaya maupun pengolahan bandeng.

Sementara itu, di bidang pendidikan, BRSDM menyelenggarakan pendidikan formal secara vokasi di satuan-satuan pendidikan di berbagai daerah di Indonesia.

Untuk budidayanya melalui Program Studi/Keahlian Teknologi Akuakultur (Diploma IV), Teknik Budidaya Perikanan/Budidaya Ikan/Usaha Budidaya Ikan (Diploma III), dan Agribisnis Perikanan Air Payau dan Laut (pendidikan menengah).

Adapun untuk pengolahannya melalui Program Studi/Keahlian Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan (Diploma IV), Teknologi Pengolahan Produk Perikanan/Pengolahan Hasil Laut (Diploma III), dan Pengolahan Hasil Perikanan (pendidikan menengah).

Politeknik Kelautan dan Perikanan Sidoarjo, sejak lama mengembangkan produk Bandeng Tanpa Duri (Batari). Produk ini telah tersebar di masyarakat sehingga dapat menambah penghasilan mereka, baik di Sidoarjo maupun daerah-daerah lain.

Pada 2014, politeknik ini berhasil meraih rekor MURI (Museum Rekor Dunia Indonesia) dalam kegiatan cabut duri ikan bandeng dengan jumlah peserta terbanyak, yaitu 2.014 orang.

BRSDM juga menyelenggarakan berbagai pelatihan budidaya, pembesaran, dan pengolahan bandeng. Misalnya Pelatihan Pengolahan Bandeng bagi masyarakat Pangkajene Kepulauan dan Pinrang, Sulawesi Selatan oleh Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan (BPPP) Bitung pada 2021.

Juga Pelatihan Budidaya Udang dan Bandeng Sistem Polikultur bagi masyarakat Cirebon, Jawa Barat oleh BPPP Tegal. Secara daring, masyarakat juga dapat mengakses modul dan video pelatihan melalui website.

Plt. Kepala BRSDM Kusdiantoro, mengatakan, pelatihan budidaya bandeng bertujuan untuk mendorong peningkatan produktivitas dan produksi hasil budidaya. Dari pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat perikanan.

Pelatihan tersebut sejalan dengan program prioritas KKP nomor dua. Yaitu, pengembangan perikanan budidaya berbasis komoditas ekspor.

“Untuk itu, series pelatihan ini mengusung udang dan bandeng yang dikenal sebagai komoditas unggulan ekspor,” ujar Kusdiantoro dalam keterangannya, Selasa, 2 Februari 2022.

Sementara itu, pengembangan SDM di bidang penyuluhan dilakukan melalui peran para penyuluh perikanan. Para penyuluh ini melakukan pendampingan para pelaku usaha perikanan. Terutama pembudidaya dan pengolah bandeng. Pendampingan dilakukan secara rutin untuk meningkatkan kelompok usahanya.

Pada 2021 misalnya, dilakukan Sosialisasi dan Penyerahan Bahan Percontohan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan Diversifikasi Usaha Pengolahan Bandeng di Buleleng, Bali, oleh Balai Besar Riset Budidaya Laut dan Penyuluhan Perikanan Gondol Bali. Penyuluhan ini melibatkan Instruktur Pengolahan dari BPPP Banyuwangi.

Pada pelatihan ini turut menerapkan teknologi terekomendasi berupa pengolahan Batari.

Leave a Comment