13.6 C
New York
14/10/2025
AktualOpini

Empati, Haruskah?

Oleh : Galuhpritta Anisaningtyas, M. Psi

APA yang Anda pikirkan ketika mendengar kata empati? Menolong, memberi atau merasakan? Apakah empati masih digunakan?

Kata sederhana namun terkadang sulit untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sulit karena tidak melatih diri dan hati untuk bersikap dan memiliki rasa empati.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, empati memiliki arti keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan dan pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain. Lebih sederhananya, empati adalah merasakan apa yang dirasakan orang lain.

Pernahkah kita mencoba membayangkan posisi kita berada pada orang yang sedang mengalami kesusahan? Merasakan apa yang dirasakan orang lain dapat membuat diri kita memahami apa yang sedang dialami orang tersebut.

Kita sedang mencoba untuk memposisikan diri kita bagaimana rasanya ketika kita ada di posisi orang tersebut. Tidak perlu menjadi dirinya, hanya mencoba memahami apa yang dirasakan orang lain.

Tidak akan sia-sia sikap dan rasa empati itu ada di sekitar kita. Rasa empati muncul untuk kebaikan. Tidak ada empati untuk kejahatan

Zaman sekarang, tidak mudah untuk menerapkan/mengaplikasikan sikap empati. Seperti yang kita lihat berita di media cetak ataupun televisi. Banyak berita ketidakadilan, berita pembunuhan, berita penyiksaan hingga penindasan ataupun perundungan.

Tidakkah kita berpikir, seandainya kita menjadi orang yang diperlakukan tidak adil, apa yang akan kita rasakan dan kita lakukan?

Lebih sederhana lagi mengenai kondisi di sekitar kita. Banyak gelandangan dan pengemis. Apa yang kita pikirkan tentang mereka?

Terlepas dari alasan mengapa mereka menjadi gelandangan maupun pengemis. Contoh yang lebih sederhana lagi, dengan melihat ayah dan ibu kita berjuang untuk mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan keluarga terutama anak-anaknya.

Terlebih jika orangtua kita single parent yang harus sendirian membesarkan anak. Tidakkah kita sebagai anak tergugah untuk membantu?

Perilaku membantu bisa muncul dari sikap empati yang kita terapkan dalam diri dan kehidupan sehari-hari. Melalui sikap empati, perilaku kita bisa meningkat dengan memberikan bantuan.

Melalui sikap empati juga akan muncul rasa syukur. Sebagai contoh saat kita berkujung ke panti asuhan. Disana kita melihat bagaimana kehidupan anak-anak yatim. Akan muncul rasa syukur dimana kita masih memiliki orangtua, semua berkecukupan dan tidak kurang satu apapun, sedangkan anak-anak yatim tersebut tidak seberuntung kita.

Dari perasaan empati itu juga akan menggerakkan kita untuk membantu anak-anak yatim tersebut dan tentunya akan mendatangkan pahala.

Jika kita melihat hal-hal yang kurang beruntung dari kehidupan kita, bukan berarti rasa syukur atau kelebihan itu ditujukkan dengan mengungkapkan keberuntungan kita dihadapan orang yang kurang beruntung, namun rasa itu bisa ditunjukkan dengan membantu. Jangan sampai keberuntungan kita justru menjadi ladang iri dan membuat hati orang lain menjadi terluka.

Berdasarkan beberapa hal yang dipaparkan di atas, sikap empati bukan hal yang mudah dilakukan jika tidak dilatih.

Sikap empati akan memberikan manfaat berupa rasa syukur dan rasa kasih sayang, namun jika rasa empati itu hilang, maka sulit bagi kita untuk bersyukur dan memiliki rasa kasih sayang.

Bisa karena biasa. Ungkapan itu cukup menjelaskan bahwa untuk melatih sikap empati bisa dilakukan jika sering dilatih. Bagaimana cara melatih dan menumbuhkan sikap empati? Kuncinya adalah merasakan apa yang dirasakan orang lain. Bayangkan seandaikan kita berada di posisi orang tersebut.

Tentu saja posisi yang dimaksud adalah jika keadaan dan kondisi tersebut berada di bawah kita atau tidak seberuntung kita. Selain itu, kita juga bisa mendatangi tempat-tempat yang akan menggugah rasa di diri kita, misalnya mengunjungi panti asuhan ataupun panti jompo.

Sesekali ajak bicara orang-orang yang berada di panti asuhan ataupun panti jompo, tanyakan perasaan mereka berada di sana. Dengan mendengarkan dan meresapi pembicaraan Anda dengan mereka, maka akan mudah memunculkan rasa kasih sayang dan rasa syukur.

Rasa empati sudah mulai hilang, tetapi tentu saja tidak hilang pada semua orang. Hilangnya rasa empati ditandai dengan banyaknya penindasan dan ketidakadilan.

Mereka yang berbelas kasih memiliki rasa empati yang tinggi, sehingga akan berpikir ulang untuk melakukan tindakan-tindakan yang merugikan orang lain.

Melatih empati bukanlah sesuatu yang sulit. Jika ada kemauan, semua akan mudah. Dimulai dari hal-hal kecil di sekitar kita, misalnya menghargai jerih payah orangtua, sehingga akan mudah untuk membantu orangtua.

Tidak akan sia-sia sikap dan rasa empati itu ada di sekitar kita. Rasa empati muncul untuk kebaikan. Tidak ada empati untuk kejahatan.

Meringankan beban orang lain akan membuat hidup kita menjadi mudah. Di mulai dari sikap dan rasa empati, akan mengubah hidup kita menjadi penuh syukur dan kasih sayang.

Galuhpritta Anisaningtyas, M. Psi adalah Dosen Prodi Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) STAI Attaqwa Bekasi

Leave a Comment