2.7 C
New York
03/12/2024
Aktual Kriminal

Dua Kali Mangkir Panggilan Polisi, Ahli Hukum Pidana: Nikita Mirzani Harusnya Sudah Ditahan

JAKARTA (Pos Sore) — Kasus pencemaran nama baik yang dilakukan selebritis kontroversial Nikita Mirzani masih belum menemukan titik terang. Berlarut-larutnya penanganan kasus tersebut lantaran tidak kooperatifnya Nikmir dengan pihak kepolisian.

Nikmir disebut sudah dua kali mangkir dari panggilan polisi sejak ditetapkan sebagai tersangka pencemaran nama baik terhadap kekasih Nindy Ayunda, DM pada 10 Juni 2022.

Kabid Humas Polda Banten Kombes Shinto Silitonga pada Kamis, 14 Juli 2022, menuturkan, panggilan pada Senin 20 Juni 2022 untuk dimintai keterangan pada Jumat 24 Juni.

“Namun ada permohonan penjadwalan pemeriksaan NM pada Rabu, 6 Juli yang ketika ditunggu namun NM juga tidak hadir di depan penyidik,” ujarnya.

Sikap Nikmir yang enggan mengindahkan panggilan polisi membuat Polda Banten pun mengambil langkah taktis dengan menyambangi rumahnya di kawasan Pesanggrahan, Jakarta Selatan pada Kamis, 14 Juli 2022 siang.

Tim penyidik dari Polda Banten melakukan penggeledahan di rumah janda beranak tiga itu hingga sore sekitar pukul 15.30 WIB. Saat dilakukan penggeledahan ini, Nikmir tidak ada di tempat.

Dalam penggeledahan ini, polisi berhasil mengamankan sejumlah barang bukti berkaitan dengan kasus yang menjerat Nikmir.

“Barang-barang atau surat tersebut adalah sebagai berikut, satu unit iPad merek Apple type warna silver dan satu akun Instagram atas nama nikitamirzanimawardi_172,” sebagaimana tertuang dalam surat tanda terima penggeledahan yang diterima awak media.

Sayangnya, meski sudah berkali-kali kecele dengan sikap Nikmar, hingga kini polisi masih belum melakukan penahanan terhadap artis penuh sensasi itu.

Sikap ini amat disayangkan oleh ahli ilmu hukum pidana umum & khusus tipikor dari Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang, Dr. Youngky Fernando, SH.,M.H.

Youngky menyebut, mestinya sikap tidak kooperatif yang ditunjukkan tersangka sudah bisa menjadi dasar penahanan terhadap Nikmir.

Berdasarkan Pasal 21 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penahanan dapat dilakukan terhadap tersangka apabila ada situasi yang memungkinkan tersangka tersebut melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana.

“Jadi polisi punya alasan subyektif untuk melakukan penahanan terhadap tersangka yang bertindak tidak normatif. Maksudnya, tersangka ini tidak kooperatif terhadap panggilan polisi,” ungkap Youngky kepada awak media, Kamis, 14 Juli 2022.

Selain itu, kata Youngky, tanpa alasan subyektif sekali pun, polisi mestinya juga sudah bisa melakukan penahanan terhadap Nikmir.

Terlebih, ancaman hukuman penjara yang disangkakan terhadap Nikmir sudah melampaui batas obyektif yang ditetapkan dalam UU KUHAP.

Sesuai Pasal 21 ayat 4 KUHAP, polisi dapat melakukan penahanan terhadap tersangka apabila ancaman hukumannya sudah lebih dari lima tahun penjara.

“Sikap ini kan bisa diambil kalau polisi mau obyektif. Biar kenapa? Supaya proses penanganan perkaranya tidak berlarut-larut, gitu loh,” pungkas Youngky.

Dalam surat penetapan tersangka Nikmir yang tersebar kepada media, Nikmir dijerat dengan Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (1) atau Pasal 36 juncto Pasal 51 ayat (2) UU RI Nomor 19 Tahun 2008 Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik alias UU ITE dan atau fitnah (penistaan) dengan tulisan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 311 KUHP.

Dalam pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (1) dijelaskan, ancaman hukumannya maksimal enam tahun penjara dan atau denda Rp 1 miliar Sementara Pasal 36 juncto Pasal 51 ayat (2) menyatakan ancaman hukumannya 12 tahun penjara dan atau denda maksimal Rp 12 miliar. Artinya, syarat obyektif dalam Pasal 21 ayat 4 KUHAP mestinya sudah bisa diberlakukan terhadap Nikmir.

Leave a Comment