04/11/2025
AktualEkonomi

Desain yang Tak Sekadar Tampilan, Nor Jayadi Menapaki Jalan Sepi Furnitur Berlapis Kulit

POSSORE.ID, Yogyakarta — Desain bukan semata urusan estetika. Dalam dunia yang terus bergerak dan berselera cepat berubah, desain adalah bahasa yang menyampaikan pesan, membentuk makna, dan diam-diam menentukan keputusan membeli. Sebuah lekukan pada sandaran kursi, pemilihan warna coklat tanah, atau tekstur kulit yang dibiarkan tampil alami, bisa menjadi pembeda antara produk yang dilirik dan yang dilupakan.

Di ruang kelasnya di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, Nor Jayadi kerap memulai perkuliahan bukan dari teori, tapi dari cerita. Tentang bagaimana sebuah desain yang bagus belum tentu diterima pasar, dan sebaliknya, sebuah desain sederhana bisa meledak jika peka terhadap gaya hidup.

“Desain itu harus punya napas,” katanya. Dan untuk itu, Jayadi tak cukup hanya menjadi dosen. Ia turun ke lapangan, menyentuh sendiri bahan-bahan mentah, meraba pasar, hingga merancang langsung produk-produk berbahan kulit di workshop miliknya.

Jayadi adalah pendiri sekaligus desainer utama CV Nafarrel Furniture, perusahaan yang ia bangun sebagai perpanjangan tangan dari hasrat kreatifnya di bidang desain mebel. Di antara banyaknya pelaku usaha furnitur yang bermain di wilayah kayu, rotan, atau besi, Jayadi memilih jalan sunyi: kursi berlapis kulit.

“Kalau saya ditanya pekerjaan, ya saya bisnis furnitur. Khususnya furnitur berbahan kulit,” ujarnya santai. Filosofinya sederhana: jangan bertarung di kolam yang ramai. Furnitur berlapis kulit, menurutnya, belum menjadi arus utama di industri mebel lokal. “Jadi persaingannya lebih sedikit. Dan itu peluang,” tambahnya.

Bahan kulit yang digunakan sebagian besar didatangkan dari Magetan, Jawa Timur. Ia lebih menyukai kulit lokal karena kualitasnya tak kalah dengan impor, dan harganya lebih bersahabat. Sesekali ia menggunakan kulit dari Yogyakarta, namun mayoritas bahan baku tetap datang dari Magetan, tempat yang menurutnya belum terlalu banyak pemain.

Di luar aktivitas akademik dan bisnis, Jayadi juga dipercaya sebagai Wakil Ketua Bidang Pengembangan Desain Mebel di DPP Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI). Namun, jabatan itu tak membuatnya silau. Fokusnya tetap pada produksi. Kursi-kursi kulit buatannya kini telah merambah pasar Amerika Serikat, China, Yunani, dan beberapa negara Eropa.

Menurut Jayadi, kekuatan desain bukan hanya pada tampilannya, tetapi pada riset yang menyertainya. Ia selalu memulai proses kreatif dari pemahaman akan tren gaya hidup negara tujuan. “Kita tidak bisa hanya mengandalkan selera pribadi atau tren lokal. Harus ada riset,” katanya.

Desain-desain yang dibuatnya sebagian besar mengikuti gaya hidup Amerika, pasar ekspor utamanya. Namun jika suatu saat pasar itu lesu, Jayadi sudah siap mengalihkan fokus ke Eropa atau Timur Tengah. Fleksibilitas menjadi kunci. “Kita harus luwes. Karena desain juga soal waktu dan momentum,” ujarnya.

Salah satu hal menarik yang ia temui adalah karakter buyer dari luar negeri, terutama Amerika. “Mereka tidak punya desainer, hanya stylist. Jadi mereka bergantung sepenuhnya pada kita,” ujar Jayadi. Itu berarti, peluang terbuka lebar bagi desainer Indonesia untuk mengajukan ide-ide desain. Buyer hanya akan memilih mana yang paling cocok, dan biasanya proses itu terjadi melalui empat pameran besar per tahun seperti High Point dan Las Vegas Market.

“Kalau tidak punya desain yang fresh, kamu akan tertinggal. Tapi kalau desainmu bagus dan bisa menjawab kebutuhan mereka, kamu bisa masuk terus,” tambahnya.

Meski begitu, perjalanan Jayadi tidak selalu mulus. Ia mengakui, beberapa desainnya pernah ditolak di awal. Namun ia menjadikan setiap penolakan sebagai bahan ajar di kelas. Mahasiswanya belajar langsung dari kegagalan dan keberhasilan yang ia alami di lapangan.

“Semua saya bawa ke kelas. Saya ingin mahasiswa tahu bahwa dunia desain itu nyata, bukan sekadar teori,” katanya.

Filosofi hidup Jayadi—mengalir seperti air—tercermin dalam caranya memadukan peran sebagai dosen, desainer, dan pelaku usaha. Ia membiarkan ide-ide bergerak bebas, tetapi tetap mengalir ke tujuan yang pasti. Di tengah derasnya arus pasar global dan persaingan yang kian ketat, Jayadi memilih menyusuri jalur tenang yang justru membawanya jauh: furnitur berlapis kulit yang sederhana, elegan, dan punya cerita. (aryodewo)

Leave a Comment