JAKARTA (Pos Sore) – Debat dua pasang calon presiden/calon wakil presiden, Senin malam pekan ini (9/6), terasa sangat kerontang, terutama terkait dengan pandangan dua calon presiden itu terhadap pemerintahan sekarang. Sementara dari penampilan, Prabowo-Hatta dinilai kaku dan Jokowi – JK lari dari pertanyaan.
Sisi kekurangan dua kandidat presiden itu diungkapkan sendiri oleh para pendukungnya setelah melakukan evaluasi. Salah satu evaluasi terkait kelemahan pasangan Jokowi-JK, menurut anggota Tim Pemenangan Jokowi-JK, Budiman Sudjatmiko, adalah saat berbicara konsep besar di mana pasangan itu masih kurang bagus dibanding Prabowo -Hatta .
Sementara anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, Martin Hutabarat, melihat Prabowo-Hatta terpaku dalam menjawab pertanyaan sementara Jokowi-JK lebih ‘kreatif’. “Prabowo- Hatta terpaku menjawab pertanyaan. Misal pertanyaan bagaimana menilai pemerintahan yang sekarang,’’ kata Martin di Senayan, Selasa (10/6).
Kalau Jokowi , menurut dia, walau lari dari pertanyaan, tapi lebih kreatif, memberikan contoh-contoh yang di Solo. ‘’Sebenarnya kan yang ditanya kan bagaimana menilai kekurangan pemerintah sekarang,” kata Martin seperti menyindir .
Menurut Budiman, Tim Pemenangan Jokowi-JK memiliki sejumlah catatan dan gambaran serta evaluasi atas penampilan pasangan Capres/Cawapres itu. Anggota Fraksi PDIP di DPR itu antara lain mengungkapkan, pihaknya tak pernah melihat Prabowo-Hatta sebagai lawan debat yang ringan. ‘’Tidak! Mereka bisa berdebat dengan baik,” katanya, sambil menambahkan Jokowi – JK terlihat sangat jarang ke arah naratif dan konsep-konsep.
Evaluasi lainnya menurut Budiman, ketika diminta untuk melakukan evaluasi kritis terhadap pemerintahan sekarang. Terkait itu, Jokowi-JK tidak memberikan catatan kritis mereka.
“Itu nanti akan kita sampaikan. Sehingga kedepan, ketika diminta evaluasi kritis tentang kebijakan ekonomi pemerintahan sekarang–karena debat berikutnya soal ekonomi–saya pikir pak Jokowi-JK harus lebih berani lagi melakukan evaluasi kritis terhadap pembangunan dan ekonomi sekarang,” jelasnya.
Martin Hutabarat memang mengakui, kedua pasangan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing saat debat kandidat tadi malam. Ia juga tak langsung mengklaim pasangan Prabowo – Hatta sebagai pemenang debat Senin malam (9/6).
Menurutnya, rakyat harus menilainya dari berbagai aspek. Kedua-duanya baik, kan harus dilihat dari aspek-aspeknya.
Terkait pertanyaan JK yang menyinggung permasalahan HAM, Martin menilai bahwa jawaban Prabowo adalah hal yang spontan. Menurutnya, Prabowo mencoba menjelaskan tentang pola pengambilan keputusan di masa lalu. “Selama ini Prabowo tidak pernah bicara soal itu. Ditanya soal itu ya, dia spontan. Prabowo menjawab menjelaskan kasus itu tegas bahwa prajurit laksanakan perintah,” ujar pria yang tergabung sebagai tim debat di Tim Pemenangan Prabowo-Hatta itu.
Evaluasi kritis terhadap pemerintahan SBY, terutama terkait kebijakan ekonomi yang sangat berbau neolib (neo liberalism), sebenarnya dapat dikatakan menjadi kata kunci debat capres/cawapres. Hal ini mengingat kedua pasangan sejak jauh-jauh hari sama-sama mengklaim mengusung nasionalisme yang jelas-jelas bertolak belakang dengan ideologi kapitalisme-liberalisme atau liberalism baru.
Prabowo selalu mengumandangkan penerapan Pasal 33 UUD 45 dan mengurangi peran asing, sementara Jokowi dengan PDIP-nya mengobar-ngobarkan ajaran Trisakti-nya Bung Karno.
Tapi di dalam debat Capres babak pertama pekan ini, pemirsa atau rakyat pemilih tak dapat mengetahui secara jelas, apakah kedua capres apabila terpilih nanti akan merombak habis pola pembangunan ekonomi rezim SBY atau malah mengikutinya. Yang terlihat malah, samar-samar pernyataan Jokowi, akan melanjutkan hal-hal yang baik dari pemerintahan SBY. Pernyataan sangat umum yang justru membuktikan betapa kerontangnya debat capres babak pertama tersebut. (lya)