POSSORE.ID, Bekasi — Sore itu langit Bekasi tampak murung. Gerimis menetes di antara rintik hujan yang tak kunjung reda. Namun, bagi Najwa Ayu, mahasiswa Universitas Esa Unggul Kampus Bekasi, cuaca bukan alasan untuk menunda tugas kuliah yang harus diselesaikan hari itu.
Najwa adalah mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi, Program Studi Marketing Communication. Dalam mata kuliah Creative Thinking, ia dan teman-temannya mendapat tugas untuk melakukan wawancara dengan praktisi media. Narasumbernya adalah salah seorang editor dari media online POSSORE.ID, Maghfur Ghazali. Tujuan wawancaranya sederhana namun bermakna: memahami bagaimana ide-ide kreatif tumbuh dan bekerja di dunia jurnalistik.

Pertemuan itu dijadwalkan berlangsung pada Rabu sore, 22 Oktober 2025, di Manut Coffee, sebuah kedai kopi di kawasan Boulevard Hijau, Kota Harapan Indah. Tempat ini bukan pilihan pertama mereka—lokasi sebelumnya dianggap terlalu ramai dan kurang kondusif untuk berbincang serius.
Pukul 11.00 siang, pesan singkat Najwa masuk ke ponsel Maghfur. Dengan sopan ia menanyakan kemungkinan untuk memajukan waktu pertemuan ke pukul 15.00. Kesepakatan pun diambil: wawancara dimulai jam tiga. Namun menjelang waktu yang disepakati, langit Harapan Indah berubah kelabu. Hujan deras mengguyur, membuat Najwa harus mengubah rencana.
“Maaf Pak, di kampus lagi hujan lebat, mungkin sesuai waktu awal saja, jam empat ya,” tulisnya melalui WhatsApp. Beberapa jam kemudian, hujan belum juga reda. Lagi-lagi Najwa mengirim pesan, kali ini dengan nada gigih, “Pak, hujan makin deras, tapi saya tetap usahakan datang. Kalau bisa jam lima ya.”
Di tengah derasnya hujan dan lalu lintas yang padat, Maghfur sempat menawarkan untuk menjadwalkan ulang. Namun Najwa menolak dengan tegas—bukan karena keras kepala, melainkan karena esok harinya jadwal kuliah di kampusnya sangat padat. “Pokoknya saya akan menunggu, Pak,” tulisnya singkat.
Kegigihan itu yang akhirnya membuat sang wartawan dengan predikat Wartawan Utama dari Dewan Pers itu luluh. Sekitar pukul 17.30, meski gerimis belum berhenti sepenuhnya, Maghfur memutuskan berangkat menuju Manut Coffee. Di sana, ia disambut Najwa bersama timnya yang berjumlah tujuh orang. Ada Alika Junianita, Ancell Jonathan, Ahmad Zawi Al Fakhri, dan Ahmad Riyan Apriyansyah, juga dua rekan lain yang bertugas sebagai kameraman dan pengatur pencahayaan.
Setelah saling memperkenalkan diri, suasana pun cair. Najwa menjelaskan bahwa tugas mereka dalam mata kuliah Creative Thinking bukan sekadar menggugurkan kewajiban, tetapi untuk belajar langsung tentang proses kreatif di dunia nyata—bagaimana ide lahir, berkembang, hingga diwujudkan dalam karya jurnalistik.
Maghfur pun berbagi cerita. Ia menjelaskan bagaimana jurnalis bekerja dari tahap mencari informasi, menulis, menyunting, hingga menyebarkannya ke publik melalui platform digital. Dalam proses itulah kreativitas diuji—mulai dari menentukan sudut pandang berita, menyesuaikan gaya bahasa dengan karakter pembaca, sampai menjaga idealisme di tengah tekanan dunia media yang serba cepat.
Tak hanya soal teknis, diskusi juga berkembang ke hal-hal yang lebih reflektif: perbedaan dunia media dulu dan sekarang, strategi komunikasi di era digital, hingga tantangan menjaga kepercayaan publik di tengah banjir informasi.
Di akhir pertemuan, Maghfur memberikan pesan sederhana namun mengena. “Sebagai mahasiswa komunikasi, kalian harus banyak membaca, mengikuti perkembangan teknologi, dan memperhatikan penjelasan dosen di kelas. Dari sana, kreativitas akan tumbuh,” ujarnya sambil tersenyum.
Hujan masih tersisa ketika mereka menutup pertemuan itu. Namun di balik gerimis sore, ada semangat yang menghangatkan: semangat belajar, gigih menuntaskan tugas, dan keberanian mencari makna dari setiap proses. Bagi Najwa dan kawan-kawannya, creative thinking hari itu bukan sekadar teori kuliah—tapi pengalaman nyata tentang ketekunan, komitmen, dan kreativitas yang lahir dari kemauan untuk terus belajar. (aryodewo)
