Fosil 88 atau Forum Silaturahmi 1988, forum yang beranggotakan alumni SMP Negeri 2 Depok, Jawa Barat, angkatan 1988, kembali mengadakan kajian bulanan, Minggu, 17 April 2022.
Kajian disampaikan oleh Ustadz Hardi Ismanto, yang juga bagian dari Fosil 88. Kajian membahas “Agar Ibadah Ramadhan Terasa Lebih Ringan”.
Mengapa membahas ini? Karena ternyata, masih ada yang menjalankan ibadah Ramadan itu sebagai beban. Tidak dijalankan dengan sungguh-sungguh. Seolah-olah ketika menjalankan ibadah ada beban berat di punggungnya.
Merasa berat karena harus mengisinya dengan ibadah-ibadah sunah lainnya seperti shalat taraweh, shalat tahajud, membaca Alquran, dan lain sebagainya.
Seharusnya, kita bersyukur Allah memperkenankan kita bertemu kembali dengan bulan Ramadhan. Allah masih memberikan kita umur untuk menjalaninya.
Mengapa Allah masih memberikan kita umur? Karena bisa jadi, amal ibadah dan amal sholeh kita masih kurang. Atau, bisa jadi juga kita masih banyak melakukan salah dan dosa.
Allah memberikan kita kesempatan hidup untuk memperbaiki diri kita. Untuk menyadari kesalahan-kesalahan kita sehingga kita bisa menata diri menjadi pribadi Islam yang lebih baik.
Jika kita menggunakan akal kita untuk berpikir, mencerna ayat-ayat Allah, kita akan memperbaiki diri. Tapi bagi orang yang hati dan telinganya buta, maka kesempatan yang Allah berikan akan dilewati dengan sia-sia.
“Maka tidak pernahkah mereka berjalan di bumi, sehingga hati (akal) mereka dapat memahami, telinga mereka dapat mendengar? Sebenarnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada“ (QS Al Hajj ayat 46)
Puasa Ramadan diperintahkan kepada Nabi Muhammad dan umatnya pada bulan Syaban tahun kedua Hijriah, atau sekitar 624 Masehi.
Perintah melaksanakan puasa wajib bagi umat Islam di bulan Ramadan ini terdapat dalam Al Quran surat Al-Baqarah ayat 183. Ayat yang begitu familiar di telinga masyarakat.
“Wahai orang yang beriman, diwajibkan kepadamu berpuasa sebagaiman telah diwajibkan kepada umat sebelummu agar kamu bertaqwa.”
Juga terdapat dalam ayat 185. “Siapa di antara kalian yang menyaksikan bulan (Ramadhan), maka berpuasalah.”
Sejatinya, dari ayat 183 itu, umat-umat terdahulu juga melakukan puasa. Puasa juga sudah diperintahkan kepada manusia sebelum kedatangan Islam dan sebelum ayat di atas diturunkan oleh Allah Swt.
Umat terdahulu ini adalah umat Nabi-Nabi sebelum Nabi Muhammad. Hanya saja, tata caranya sedikit berbeda dari kita umat Islam.
Umat terdahulu sudah mulai berpuasa ketika mereka tidur di malam hari. Sedangkan umat Islam baru memulai puasanya ketika terbit fajar.
Ini berarti menandakan umat terdahulu tidak mengenal sahur seperti kita. Inilah bedanya cara puasa umat sebelum Islam dan puasa umat Islam.
Sahur adalah sunah Rasulullah SAW. Kesunahan sahur menjadi pembeda puasa umat Islam dengan umat-umat sebelumnya.
Sabda Nabi Muhammad, “Sesungguhnya makan sahur adalah barokah yang Allah berikan pada kalian maka janganlah kalian tinggalkan.” (HR An Nasaa`i dan Ahmad).
“Kalau puasa Ramadhan disunnahkan untuk sahur dan disunahkan sahur di akhir waktu atau menjelang subuh dengan maksud agar perut terasa lebih kenyang hingga saatnya berbuka,” kata ustadz.
Bagaimana agar ibadah Ramadhan terasa lebih ringan?
Ustadz Hardi menyampaikan ada tiga cara:
1. Mengubah mindset
Kita harus berprasangka baik atau positif thinking mengenai bulan Ramadan. Jika kita berpikiran positif maka kita akan fokus pada hal-hal yang baik. Sebaliknya, jika kita berpikir yang buruk, kita akan mendapatkan hal-hal buruk.
Salah satu cara berpikiran positif mengenai bulan Ramadan, yaitu tarhib Ramadan atau menyambut bulan Ramadan dengan penuh suka cita.
Tarhib Ramadhan dilakukan untuk mempersiapkan diri, baik jasmani maupun rohani sebelum memasuki bulan penuh berkah tersebut.
Surat Yunus ayat 58, menekankan umat Muslim harus menyambut Ramadhan dengan kegembiraan.
“Katakanlah: ‘Dengan karunia Allah dan rahmatNya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”
Kegiatan tarhib Ramadan dilakukan untuk meluruskan persepsi terhadap bulan Ramadhan yang belum tepat. Bulan Ramadan itu, bulan berkah. Banyak keberkahan dan keuntungan yang kita dapatkan dengan berpuasa Ramadan.
Namun sayangnya, banyak yang belum bisa memanfaatkan bulan Ramadhan dengan sebaik-baiknya.
Dari Abu Hurairah r.a. menuturkan, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi, Allah telah mewajibkan padamu berpuasa di bulan itu.
Dalam bulan itu dibukalah pintu-pintu langit, dan ditutuplah pintu-pintu neraka, dan syaitan-syaitan dibelenggu.
Pada bulan itu terdapat satu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Siapa yang tidak memperoleh kebajikan di malam itu, maka ia tidak memperoleh kebajikan apapun”. (HR Ahmad)
2. Selalu merecharge iman kita
Sebagaimana kita ketahui Iman itu sifatnya bisa naik, bisa turun. Karena itu, kita harus selalu memperbaikinya selama kehidupan kita. Bisa dengan berzikir, membaca Alquran, ikut kajian, dan lain sebagainya.
Iman berarti menyakini dengan hati. Bagi orang beriman, hanya cukuplah Allah sebagai pelindung. Hasbunallah wani’mal wakiil. Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah sebaik-baik sandaran.
Itu sebabnya, perintah puasa hanya diwajibkan bagi orang beriman saja. Karena orang beriman yakin dengan apa yang dilakukannya dan kebanyakan orang beriman itu berhasil menjalankan ibadah puasanya.
Bila orang beriman bisa menggapai derajat takwa tetapi orang yang berilmu belum tentu bisa menggapai takwa.
Inilah rahasia Allah. Allah akan memberikan balasan di akhirat nanti.
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (QS An Nahl ayat 97)
Apa itu iman? Bahwa iman adalah pengakuan dengan lisan dan pembenaran dengan hati. Jadi, iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan tindakan (perbuatan).
Apakah orang yang beragama Islam, belum tentu beriman? Coba renungkan firman Allah Swt.
“Sebagian dari manusia ada yang berkata, ‘Kami beriman kepada Allah dan hari akhir.’ Padahal mereka tiada beriman,” (QS. Al-Baqarah: 8).
Jika orang itu mengatakan beriman, tetapi hatinya tidak menyakini, dan tidak mengamalkan, maka orang itu dikatakan munafik.
Dalam Islam, orang munafik adalah orang yang menampakkan keIslamannya, namun sesungguhnya menyembunyikan kekufuran. Orang munafik sulit untuk dikenali di antara orang muslim lainnya.
Kita hanya bisa mengetahui kemunafikan seseorang melalui sifatnya. “Tanda orang munafik itu tiga apabila ia berbicara berdusta, jika berjanji mengingkari, dan jika diberi amanah mengkhianati”(HR. Bukhari dan Muslim).
3. Mengetahui keutamaan bulan ramadan atau memiliki ilmu
Kalau kita mengetahui keutamaan bulan Ramadan, kita akan antusias untuk menjalaninya. Terlebih Allah memberikan pahala dengan berkali-kali lipat kebaikan.
Selama kita ikhlas menjalankannya dan sesuai dengan kaidah-kaidah yang diajarkan oleh Rasulullah, Allah akan mengganjar dengan balasan pahala berkali-kali lipat.
Untuk mengetahui keutamaan bulan Ramadan ini, kita juga dituntut untuk berilmu. Agar ibadah yang kita jalankan sesuai dengan tuntunan ajaran Islam.
Keutamaan Ramadan yaitu pintu-pintu surga terbuka dan pintu-pintu neraka tertutup serta setan-setan diikat.
Dengan demikian, Allah SWT telah memberi kesempatan kepada hamba-Nya untuk masuk surga dengan ibadah dan amal shalih yang telah diperbuat pada bulan Ramadan.
Menjadi pertanyaan, jika setan-setan diikat pada bulan Ramadan, mengapa masih ada kemaksiatan di bulan Ramadan? Sejatinya, makna setan-setan diikat adalah simbolisasi bahwa tidak ada tempat untuk kemaksiatan.
Tapi mengapa ada yang berbuat kemaksiatan? Karena yang diikat adalah setan, sementara hawa nafsu manusia tidak. Kemaksiatan itu datang dari manusia yang memperturutkan hawa nafsunya.
Sebagimana dalam surat Annas, Allah berfirman:
1. Katakanlah, “Aku berlindung kepada Tuhannya manusia, 2. Raja manusia, 3. sembahan manusia, 4. dari kejahatan (bisikan) setan yang bersembunyi, 5. yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, 6. dari (golongan) jin dan manusia.”
Tidak lupa kita untuk selalu berdoa agar ibadah puasa kita diterima, dan diampuni segala dosa kita.
Dulu para sahabat, selama enam bulan sebelum datang Ramadan, mereka berdoa agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadan.
Kemudian, selama enam bulan sesudah Ramadan, mereka berdoa agar Allah menerima amal mereka selama bulan Ramadan
Demikian. Semoga memberikan pencerahan buat kita semua.
Wallahu’alam bisshowab